Show simple item record

dc.contributor.advisorPriyarsono, Dominicus Savio
dc.contributor.advisorAsmara, Alla
dc.contributor.authorSukma, Diyah Citra Ayu Kurnia
dc.date.accessioned2020-03-16T07:17:03Z
dc.date.available2020-03-16T07:17:03Z
dc.date.issued2020
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/102890
dc.description.abstractKetahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan (Undang-Undang No.18 Tahun 2012). Dalam perspektif sistem ekonomi pangan, ketahanan pangan memiliki tiga pilar utama yaitu ketersediaan pangan (food availability), akses pangan (food accessibility), dan pemanfaatan pangan (food utilization). Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan 2015 mencatat 81 kabupaten dari 416 kabupaten memiliki skor indeks ketahanan pangan (IKP) rendah. dari 81 kabupaten tersebut, 14 kabupaten diantaranya berada diperbatasan. Sebagian besar daerah perbatasan mengalami defisit rendah (1.00 -1.25) hingga defisit tinggi (≥ 1.50). menurut data BPS (2018), sebanyak 12.38 persen dari total penduduk miskin di Indonesia tinggal di daerah perbatasan. Pada dasarnya, daerah perbatasan sangat berpotensi menjadi kekuatan ekonomi karena menyimpan berbagai keunggulan untuk diberdayakan antara lain sumber daya alam yang melimpah serta berpotensi menjadi lumbung pangan nasional karena masih luasnya lahan potensial yang dapat dikembangkan. Namun, sumber daya manusia yang tersedia di kawasan ini sangat terbatas, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa sumber daya alamnya sangat berpotensi tetapi pengolahannya masih sangat minim atau belum optimal. Keberhasilan membangun daerah perbatasan akan menciptakan kesejahteraan tidak hanya di daerah perbatasan saja tetapi juga bagi seluruh bangsa, karena potensi ekonomi di kawasan tersebut terutama di sektor pertanian yang luar biasa besarnya dan menjadi perdagangan antar lintas negara. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dinamika dan situasi ketahanan pangan di daerah perbatasan serta faktor-faktor yang memengaruhi ketahanan pangan daerah perbatasan di Indonesia. Salah satu indikator untuk menunjukkan tingkat kesejahteraan penduduk adalah tingkat kecukupan gizi, yang dihitung berdasarkan besar kalori dan protein yang dikonsumsi. Besarnya konsumsi kalori dan protein dihitung dengan mengalikan kuantitas setiap makanan yang dikonsumsi dengan besarnya kandungan kalori dan protein setiap jenis makanan, kemudian hasilnya dijumlahkan. Angka kecukupan konsumsi kalori dan protein penduduk Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 menetapkan angka kecukupan gizi yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia adalah 2 150 kkal dan 57 gram protein. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) antara lain data survei sosial ekonomi nasional (Susenas) 2015-2018, produksi tanaman pangan, kemiskinan, produk domestik regional bruto (PDRB), panjang jalan, rata-rata lama sekolah dan data pendukung lainnya. Dalam penelitian ini, tanaman pangan meliputi tujuh komoditas v yaitu padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau, dan kacang kedelai. Data yang dikumpulkan merupakan data panel yaitu gabungan antara data time series 3 tahun (2015-2018) dan data cross section 41 kabupaten/kota di daerah perbatasan yang menjadi lokasi prioritas Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) dan sasaran program Lumbung Pangan Berorientasi Ekspor- wilayah Perbatasan (LPBE-WP) Kementerian Pertanian RI. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan dengan metode regresi model tobit data panel. Analisis deskriptif dilakukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Penghitungan ketahanan pangan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua indikator yaitu ketercukupan kalori yang dikonsumsi dan besarnya pangsa pengeluaran pangan. Berdasarkan hasil analisis dapat ditunjukkan bahwa rumah tangga daerah perbatasan sudah mengkonsumsi lebih dari 80 persen dari standar Kementerian Kesehatan RI, tetapi untuk konsumsi proteinnya masih kurang dari standar. Konsumsi makanan pada rumah tangga daerah perbatasan masih lebih besar dibandingkan dengan konsumsi non makanan. Konsumsi makanan rumah tangga daerah perbatasan sudah bervariasi dari mulai sayur-sayuran hingga makanan dan minuman jadi. Kondisi ketahanan pangan rumah tangga daerah perbatasan berfluktuasi, peningkatan status ketahanan pangan terjadi pada kabupaten Berau, Malinau, Natuna, Nunukan, Kepulauan Sangihe, dan Boven Digoel. Sementara kota Batam dan kabupaten Kepulauan Anambas mengalami penurunan status ketahanan pangan. Ketahanan pangan dipengaruhi secara signifikan oleh persentase penduduk miskin, PDRB per kapita, rata-rata lama sekolah. Peubah persentase penduduk miskin sebagai proksi pemanfaatan pangan memiliki nilai elastisitas tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kemiskinan dalam pemanfaatan pangan memiliki pengaruh terbesar terhadap ketahanan pangan daerah perbatasan di Indonesia. Terkait dengan itu maka program pengentasan kemiskinan perlu lebih dioptimalkan dan lebih tepat sasaran khususnya di daerah perbatasan.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.subject.ddcEconomicsid
dc.subject.ddcFood Policiesid
dc.subject.ddc2018id
dc.subject.ddcIndonesiaid
dc.titlePangan Daerah Perbatasan di Indonesia.id
dc.typeUndergraduate Thesisid
dc.subject.keywordketahanan panganid
dc.subject.keyworddaerah perbatasanid
dc.subject.keywordmodel tobit data panelid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record