dc.description.abstract | Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi negara
sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup,
baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta
tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat
hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan (Undang-Undang No.18
Tahun 2012). Dalam perspektif sistem ekonomi pangan, ketahanan pangan
memiliki tiga pilar utama yaitu ketersediaan pangan (food availability), akses
pangan (food accessibility), dan pemanfaatan pangan (food utilization).
Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan 2015 mencatat 81 kabupaten dari 416
kabupaten memiliki skor indeks ketahanan pangan (IKP) rendah. dari 81 kabupaten
tersebut, 14 kabupaten diantaranya berada diperbatasan. Sebagian besar daerah
perbatasan mengalami defisit rendah (1.00 -1.25) hingga defisit tinggi (≥ 1.50).
menurut data BPS (2018), sebanyak 12.38 persen dari total penduduk miskin di
Indonesia tinggal di daerah perbatasan.
Pada dasarnya, daerah perbatasan sangat berpotensi menjadi kekuatan
ekonomi karena menyimpan berbagai keunggulan untuk diberdayakan antara lain
sumber daya alam yang melimpah serta berpotensi menjadi lumbung pangan
nasional karena masih luasnya lahan potensial yang dapat dikembangkan. Namun,
sumber daya manusia yang tersedia di kawasan ini sangat terbatas, baik dari segi
kualitas maupun kuantitasnya. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa sumber
daya alamnya sangat berpotensi tetapi pengolahannya masih sangat minim atau
belum optimal. Keberhasilan membangun daerah perbatasan akan menciptakan
kesejahteraan tidak hanya di daerah perbatasan saja tetapi juga bagi seluruh bangsa,
karena potensi ekonomi di kawasan tersebut terutama di sektor pertanian yang luar
biasa besarnya dan menjadi perdagangan antar lintas negara.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
dinamika dan situasi ketahanan pangan di daerah perbatasan serta faktor-faktor
yang memengaruhi ketahanan pangan daerah perbatasan di Indonesia. Salah satu
indikator untuk menunjukkan tingkat kesejahteraan penduduk adalah tingkat
kecukupan gizi, yang dihitung berdasarkan besar kalori dan protein yang
dikonsumsi. Besarnya konsumsi kalori dan protein dihitung dengan mengalikan
kuantitas setiap makanan yang dikonsumsi dengan besarnya kandungan kalori dan
protein setiap jenis makanan, kemudian hasilnya dijumlahkan. Angka kecukupan
konsumsi kalori dan protein penduduk Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 menetapkan angka
kecukupan gizi yang dianjurkan bagi bangsa Indonesia adalah 2 150 kkal dan 57
gram protein.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) antara lain data survei sosial ekonomi
nasional (Susenas) 2015-2018, produksi tanaman pangan, kemiskinan, produk
domestik regional bruto (PDRB), panjang jalan, rata-rata lama sekolah dan data
pendukung lainnya. Dalam penelitian ini, tanaman pangan meliputi tujuh komoditas
v
yaitu padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau, dan kacang
kedelai. Data yang dikumpulkan merupakan data panel yaitu gabungan antara data
time series 3 tahun (2015-2018) dan data cross section 41 kabupaten/kota di daerah
perbatasan yang menjadi lokasi prioritas Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan
(BNPP) dan sasaran program Lumbung Pangan Berorientasi Ekspor- wilayah
Perbatasan (LPBE-WP) Kementerian Pertanian RI.
Analisis data dilakukan secara deskriptif dan dengan metode regresi model
tobit data panel. Analisis deskriptif dilakukan baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Penghitungan ketahanan pangan dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan dua indikator yaitu ketercukupan kalori yang dikonsumsi dan
besarnya pangsa pengeluaran pangan.
Berdasarkan hasil analisis dapat ditunjukkan bahwa rumah tangga daerah
perbatasan sudah mengkonsumsi lebih dari 80 persen dari standar Kementerian
Kesehatan RI, tetapi untuk konsumsi proteinnya masih kurang dari standar.
Konsumsi makanan pada rumah tangga daerah perbatasan masih lebih besar
dibandingkan dengan konsumsi non makanan. Konsumsi makanan rumah tangga
daerah perbatasan sudah bervariasi dari mulai sayur-sayuran hingga makanan dan
minuman jadi. Kondisi ketahanan pangan rumah tangga daerah perbatasan
berfluktuasi, peningkatan status ketahanan pangan terjadi pada kabupaten Berau,
Malinau, Natuna, Nunukan, Kepulauan Sangihe, dan Boven Digoel. Sementara
kota Batam dan kabupaten Kepulauan Anambas mengalami penurunan status
ketahanan pangan.
Ketahanan pangan dipengaruhi secara signifikan oleh persentase penduduk
miskin, PDRB per kapita, rata-rata lama sekolah. Peubah persentase penduduk
miskin sebagai proksi pemanfaatan pangan memiliki nilai elastisitas tertinggi. Hal
ini menunjukkan bahwa kemiskinan dalam pemanfaatan pangan memiliki pengaruh
terbesar terhadap ketahanan pangan daerah perbatasan di Indonesia. Terkait dengan
itu maka program pengentasan kemiskinan perlu lebih dioptimalkan dan lebih tepat
sasaran khususnya di daerah perbatasan. | id |