dc.description.abstract | Wereng batang cokelat (WBC) merupakan salah satu hama utama di
berbagai sentra produksi padi di Indonesia. Varietas tahan banyak digunakan oleh
petani untuk pengendalian WBC. Namun, WBC mempunyai kemampuan
beradaptasi yang cepat pada varietas padi tahan. Selain itu, beberapa teknik
budidaya yang dilakukan petani juga mendukung perkembangan populasi WBC
seperti penggunaan insektisida yang tidak bijaksana. Perbedaan virulensi WBC di
setiap daerah dapat disebabkan adanya perbedaan teknik budidaya yang dilakukan
oleh petani. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari kemampuan WBC yang
resisten terhadap suatu insektisida dalam beradaptasi pada varietas tahan.
Penelitian dilaksanakan di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi mulai bulan
Desember 2018 sampai Agustus 2019. WBC diambil dari lapangan (WBC
Karawang) kemudian dipelihara di rumah kaca selama enam generasi. Pada
generasi pertama dilakukan pengujian resistensi terhadap bahan aktif (b.a.)
BPMC, imidakloprid, dan pimetrozin sebagai data dasar. Tingkat resistensi WBC
diketahui dari nisbah resistensi (NR) yaitu perbandingan nilai lethal concentration
50% (LC50) WBC Karawang dengan WBC standar (rentan). WBC yang dipelihara
dibagi menjadi empat kelompok: 1) populasi BPMC, pada setiap generasi
diaplikasikan insektisida bahan aktif BPMC (WBC BPMC); 2) populasi
imidakloprid, diaplikasikan insektisida bahan aktif imidakloprid (WBC
imidakloprid); 3) populasi pimetrozin, diaplikasikan insektisida bahan aktif
pimetrozin (WBC pimetrozin); 4) Populasi kontrol, tanpa aplikasi insektisida
(WBC TN1). Pada generasi ke-6, keempat populasi tersebut dilakukan pengujian
resistensi lagi. Selain itu, keempat populasi tersebut dilakukan pengujian
kesintasan, pengujian keperidian, pengujian produksi embun madu, dan pengujian
reaksi varietas menggunakan rancangan acak lengkap faktorial. Faktor pertama
yaitu varietas (TN1, Ciherang, Inpari 13, dan PTB33), sedangkan faktor kedua
adalah populasi WBC TN1, WBC BPMC, WBC imidakloprid, dan WBC
pimetrozin. Sebagian WBC lapangan juga dipelihara pada varietas TN1 (WBC
TN1), Ciherang (WBC Ciherang), Inpari 13 (WBC Inpari 13), dan PTB33 (WBC
PTB33) sebagai pakan tanpa aplikasi insektisida yang digunakan untuk pengujian
reaksi varietas.
Hasil pengujian diketahui LC50 WBC standar untuk BPMC, imidakloprid
dan pimetrozin berturut-turut 212.730, 40.458, dan 1.634 ppm b.a., sedangkan
LC50 WBC Karawang berturut-turut 883.104, 544.726, dan 5.872 ppm b.a. WBC
Karawang generasi pertama telah resisten terhadap BPMC dan imidakloprid
dengan NR berturut-turut sebesar 4.1 dan 13.5 kali, sedangkan terhadap
pimetrozin terindikasi resisten dengan NR sebesar 3.7 kali. Pada generasi ke-6
terjadi peningkatan LC50 pada setiap populasi WBC. LC50 WBC BPMC terhadap
BPMC sebesar 901.418 ppm b.a. (2.2%), LC50 WBC imidakloprid terhadap
imidakloprid sebesar 1372.874 ppm b.a. (152.0%), sedangkan LC50 WBC
pimetrozin terhadap pimetrozin sebesar 6.292 ppm b.a (7.1%). Pada WBC TN1
terjadi penurunan resistensi terhadap BPMC, imidakloprid dan pimetrozin dengan
LC50 berturut-turut menjadi 391.357 (55.7%), 119.698 (78.0%), dan 1.033(82.4%)
ppm b.a. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan pada pengujian kesintasan dan
reaksi varietas, faktor varietas dan populasi WBC terdapat beda nyata, sedangkan
pada pengujian keperidian dan produksi embun madu hanya pada faktor varietas
saja yang berbeda nyata, tidak terjadi interaksi antara kedua faktor pada semua
pengujian. Persentase kesintasan pada varietas Ciherang dan Inpari 13 berbeda
nyata lebih rendah dibandingkan varietas TN1, sedangkan kesintasan pada PTB33
paling rendah. Populasi WBC pimetrozin diketahui mempunyai kesintasan paling
rendah dibandingkan populasi WBC lainnya. Jumlah telur pada varietas inpari 13
dan PTB33 berbeda nyata lebih sedikit dibandingkan pada TN1 dan Ciherang,
sedangkan pada setiap populasi WBC tidak terdapat perbedaan jumlah telur. Berat
embun madu juga diketahui lebih sedikit pada Inpari 13 dan PTB33 dibandingkan
TN1 dan Ciherang, sedangkan antar populasi WBC tidak menunjukkan beda
nyata. Pada pengujian reaksi varietas, Ciherang, inpari 13 dan PTB 33 lebih lama
terjadi hopperburn dibandingkan TN1, sedangkan populasi WBC BPMC dan
WBC pimetrozin lebih lama menyebabkan hopperburn dibandingkan WBC TN1
dan WBC imidakloprid. Pada pengujian kesintasan dan reaksi varietas, WBC
yang telah resisten terhadap insektisida cenderung mempunyai kemampuan
adaptasi lebih rendah dibandingkan dengan WBC rentan. Setelah dipelihara pada
Inpari 13 selama 5 generasi, WBC Inpari 13 cenderung lebih cepat menyebabkan
hopperburn pada varietas Inpari 13, generasi pertama (G1) selama 14.5 hari,
generasi ke-3 (G3) selama 14.2 hari, dan generasi ke-5 (G3) menjadi 13.5 hari.
Hasil yang sama terjadi pada WBC PTB 33, varietas PTB 33 menunjukkan
hopperburn pada 18.8 hari setelah infestasi WBC pada G1 menjadi 15.7 hari pada
G5. WBC yang dipelihara pada varietas Inpari 13 atau PTB 33 selama 5 generasi
sudah mampu beradaptasi pada inangnya. | id |