Show simple item record

dc.contributor.advisorDadang
dc.contributor.advisorWinasa, I Wayan
dc.contributor.authorIswanto, Eko Hari
dc.date.accessioned2020-03-09T07:30:54Z
dc.date.available2020-03-09T07:30:54Z
dc.date.issued2020
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/102769
dc.description.abstractWereng batang cokelat (WBC) merupakan salah satu hama utama di berbagai sentra produksi padi di Indonesia. Varietas tahan banyak digunakan oleh petani untuk pengendalian WBC. Namun, WBC mempunyai kemampuan beradaptasi yang cepat pada varietas padi tahan. Selain itu, beberapa teknik budidaya yang dilakukan petani juga mendukung perkembangan populasi WBC seperti penggunaan insektisida yang tidak bijaksana. Perbedaan virulensi WBC di setiap daerah dapat disebabkan adanya perbedaan teknik budidaya yang dilakukan oleh petani. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari kemampuan WBC yang resisten terhadap suatu insektisida dalam beradaptasi pada varietas tahan. Penelitian dilaksanakan di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi mulai bulan Desember 2018 sampai Agustus 2019. WBC diambil dari lapangan (WBC Karawang) kemudian dipelihara di rumah kaca selama enam generasi. Pada generasi pertama dilakukan pengujian resistensi terhadap bahan aktif (b.a.) BPMC, imidakloprid, dan pimetrozin sebagai data dasar. Tingkat resistensi WBC diketahui dari nisbah resistensi (NR) yaitu perbandingan nilai lethal concentration 50% (LC50) WBC Karawang dengan WBC standar (rentan). WBC yang dipelihara dibagi menjadi empat kelompok: 1) populasi BPMC, pada setiap generasi diaplikasikan insektisida bahan aktif BPMC (WBC BPMC); 2) populasi imidakloprid, diaplikasikan insektisida bahan aktif imidakloprid (WBC imidakloprid); 3) populasi pimetrozin, diaplikasikan insektisida bahan aktif pimetrozin (WBC pimetrozin); 4) Populasi kontrol, tanpa aplikasi insektisida (WBC TN1). Pada generasi ke-6, keempat populasi tersebut dilakukan pengujian resistensi lagi. Selain itu, keempat populasi tersebut dilakukan pengujian kesintasan, pengujian keperidian, pengujian produksi embun madu, dan pengujian reaksi varietas menggunakan rancangan acak lengkap faktorial. Faktor pertama yaitu varietas (TN1, Ciherang, Inpari 13, dan PTB33), sedangkan faktor kedua adalah populasi WBC TN1, WBC BPMC, WBC imidakloprid, dan WBC pimetrozin. Sebagian WBC lapangan juga dipelihara pada varietas TN1 (WBC TN1), Ciherang (WBC Ciherang), Inpari 13 (WBC Inpari 13), dan PTB33 (WBC PTB33) sebagai pakan tanpa aplikasi insektisida yang digunakan untuk pengujian reaksi varietas. Hasil pengujian diketahui LC50 WBC standar untuk BPMC, imidakloprid dan pimetrozin berturut-turut 212.730, 40.458, dan 1.634 ppm b.a., sedangkan LC50 WBC Karawang berturut-turut 883.104, 544.726, dan 5.872 ppm b.a. WBC Karawang generasi pertama telah resisten terhadap BPMC dan imidakloprid dengan NR berturut-turut sebesar 4.1 dan 13.5 kali, sedangkan terhadap pimetrozin terindikasi resisten dengan NR sebesar 3.7 kali. Pada generasi ke-6 terjadi peningkatan LC50 pada setiap populasi WBC. LC50 WBC BPMC terhadap BPMC sebesar 901.418 ppm b.a. (2.2%), LC50 WBC imidakloprid terhadap imidakloprid sebesar 1372.874 ppm b.a. (152.0%), sedangkan LC50 WBC pimetrozin terhadap pimetrozin sebesar 6.292 ppm b.a (7.1%). Pada WBC TN1 terjadi penurunan resistensi terhadap BPMC, imidakloprid dan pimetrozin dengan LC50 berturut-turut menjadi 391.357 (55.7%), 119.698 (78.0%), dan 1.033(82.4%) ppm b.a. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan pada pengujian kesintasan dan reaksi varietas, faktor varietas dan populasi WBC terdapat beda nyata, sedangkan pada pengujian keperidian dan produksi embun madu hanya pada faktor varietas saja yang berbeda nyata, tidak terjadi interaksi antara kedua faktor pada semua pengujian. Persentase kesintasan pada varietas Ciherang dan Inpari 13 berbeda nyata lebih rendah dibandingkan varietas TN1, sedangkan kesintasan pada PTB33 paling rendah. Populasi WBC pimetrozin diketahui mempunyai kesintasan paling rendah dibandingkan populasi WBC lainnya. Jumlah telur pada varietas inpari 13 dan PTB33 berbeda nyata lebih sedikit dibandingkan pada TN1 dan Ciherang, sedangkan pada setiap populasi WBC tidak terdapat perbedaan jumlah telur. Berat embun madu juga diketahui lebih sedikit pada Inpari 13 dan PTB33 dibandingkan TN1 dan Ciherang, sedangkan antar populasi WBC tidak menunjukkan beda nyata. Pada pengujian reaksi varietas, Ciherang, inpari 13 dan PTB 33 lebih lama terjadi hopperburn dibandingkan TN1, sedangkan populasi WBC BPMC dan WBC pimetrozin lebih lama menyebabkan hopperburn dibandingkan WBC TN1 dan WBC imidakloprid. Pada pengujian kesintasan dan reaksi varietas, WBC yang telah resisten terhadap insektisida cenderung mempunyai kemampuan adaptasi lebih rendah dibandingkan dengan WBC rentan. Setelah dipelihara pada Inpari 13 selama 5 generasi, WBC Inpari 13 cenderung lebih cepat menyebabkan hopperburn pada varietas Inpari 13, generasi pertama (G1) selama 14.5 hari, generasi ke-3 (G3) selama 14.2 hari, dan generasi ke-5 (G3) menjadi 13.5 hari. Hasil yang sama terjadi pada WBC PTB 33, varietas PTB 33 menunjukkan hopperburn pada 18.8 hari setelah infestasi WBC pada G1 menjadi 15.7 hari pada G5. WBC yang dipelihara pada varietas Inpari 13 atau PTB 33 selama 5 generasi sudah mampu beradaptasi pada inangnya.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcEntomologyid
dc.subject.ddcBrown Planthopperid
dc.subject.ddc2019id
dc.subject.ddcKarawang-Jawa Baratid
dc.titlePengaruh Insektisida terhadap Kemampuan Adaptasi Wereng Batang Cokelat (Nilaparvata lugens Stal) pada Varietas Padi dengan Tingkat Ketahanan Berbedaid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordBPMCid
dc.subject.keywordimidaklopridid
dc.subject.keywordpimetrozinid
dc.subject.keywordindikasi resistenid
dc.subject.keywordnisbah resistensiid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record