Show simple item record

dc.contributor.advisorAgungpriyono, Srihadi
dc.contributor.advisorNovelina, Savitri
dc.contributor.advisorDarusman, Huda Shalahudin
dc.contributor.authorPrawira, Andhika Yudha
dc.date.accessioned2020-02-05T03:12:07Z
dc.date.available2020-02-05T03:12:07Z
dc.date.issued2019
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/101664
dc.description.abstractPengamatan sederhana terhadap landak jawa di penangkaran menunjukkan penutupan luka pada kulit terjadi dalam waktu yang relatif singkat, jaringan parut yang kecil serta tanpa adanya infeksi walaupun luka berukuran besar dan parah. Beberapa faktor yang penting pada penyembuhan luka adalah komponen darah, kimia darah, struktur kulit sebagai faktor internal, serta komponen antimikroorganisme kulit sebagai faktor eksternal. Interaksi dan kerja sama komponen-komponen ini sangat penting dalam kesuksesan penyembuhan luka. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan mengaji profil penyembuhan luka terbuka pada landak jawa yang mencakup karakteristik dinamika profil darah, karakteristik dinamika morfologi kulit, dan karaktersitik biokimia kulit yang berpotensi sebagai antimikroorganisme. Kajian ini diharapkan dapat menjadi model pembelajaran penyembuhan luka yang setara untuk beberapa hewan ataupun manusia dalam peningkatan penyembuhan luka. Penelitian ini menggunakan 6 ekor landak jawa dewasa (3 jantan dan 3 betina). Perlukaan stadium 3 (full-thickness wound) diterapkan pada regio thoracodorsal dan lumbosacral dengan ukuran 10-11 cm2. Pengamatan tanda klinis dilakukan pada hari ke-0, 3, 7, 10, 14, 21, 30, dan 40. Pengambilan sampel darah dilakukan pada hari ke-0, 7, 14, 21, 30, dan 40, pengambilan sampel ulas kulit untuk penghitungan populasi bakteri dilakukan pada hari ke-0, 3, 7, 10, 14, 21, 30, dan 40 sedangkan pengambilan sampel kulit dengan proses biopsi dilakukan pada hari ke-0, 3, 7, 14, 21, 30, 40, dan 50. Selain itu, sampel tambahan diperoleh dari koleksi 3 ekor landak jawa beku pada suhu -30 ºC. Analisis tanda klinis dilakukan secara langsung, analisis darah dilakukan dengan menggunakan alat Hematology analyzer dan Chemistry analyzer, analisis jumlah bakteri dilakukan dengan menghitung total plate count (TPC) dan identifikasi morfologi, analisis struktur kulit dilakukan dengan pengamatan histologi menggunakan pewarnaan hematoxylin dan eosin, periodic acid Schiff, alcian blue, picrosirius red, serta pencitraan scanning electron microscope, analisis komposisi kimia kulit, seperti asam lemak dilakukan dengan gass chromatography mass spectrometry (GCMS), alfa tokoferol dilakukan dengan high performance liquid chromatography (HPLC), serta identifikasi dan distribusi glycoconjugate dilakukan dengan pewarnaan lektin. Penelitian ini menunjukkan penutupan luka terjadi dalam rentang waktu 30-40 hari pascaperlukaan dengan luka di regio thoracodorsal menutup lebih cepat dibandingkan regio lumbosacral. Dinamika profil darah selama proses penyembuhan luka menunjukkan bahwa proses penutupan luka berlangsung baik. Dinamika eritrosit dan platelet yang meningkat selama proses penyembuhan luka menunjukkan bahwa kedua komponen darah ini diduga menjadi faktor internal yang penting dalam penutupan luka, sedangkan dinamika leukosit dan tanda klinis menunjukkan tidak adanya peradangan persisten pada proses penyembuhan luka landak jawa. Kadar glukosa darah landak jawa yang tinggi jika dibandingkan dengan beberapa hewan menunjukkan tren yang relatif menurun di akhir pengamatan menandakan fisiologi darah dapat menekan potensi penyembuhan luka berlanjut ke tahap kronis. Hari ke-7 merupakan tahap yang memperlihatkan banyaknya komponen darah yang saling berkorelasi positif dengan penyembuhan luka, diikuti hari ke-14 dan 21. Secara umum, proses penyembuhan luka pada landak jawa diawali dengan re-epitelisasi yang dilanjutkan dengan proses kontraksi luka yang progresif. Tahap penyembuhan luka pada kulit landak jawa dapat dibedakan menjadi 4, yaitu hemostasis (hari 0-3), inflamasi atau peradangan (hari 2-14), formasi jaringan (hari 7-30), serta remodeling (hari 21-50 atau lebih). Perubahan pola distribusi karbohidrat netral dan asam teramati pada penyembuhan luka. Kandungan karbohidrat netral tersebar lebih luas pada beberapa bagian kulit dan tahap penyembuhan luka dibandingkan dengan karbohidrat asam, di antaranya pada keropeng (fibrin clot), sekresi sel-sel leukosit, membran basalis, dan epidermis. Umumnya persentase kolagen tipe I selalu lebih tinggi dan konstan dari kolagen tipe III baik pada kondisi kulit normal maupun pada proses penyembuhan luka. Regio thoracodorsal memiliki komposisi kolagen I yang paling tinggi di bagian dermis profundal, sedangkan regio lumbosacral terdapat pada folikel duri yang mencapai 63%, namun komposisi kolagen tipe III lebih tinggi pada kulit regio lumbosacral dibandingkan regio thoracodorsal, yaitu mencapai 35% berbanding 25%. Perubahan komposisi kolagen ditemukan seiring dengan penebalan epidermis pada hari 7-50 yang ditandai dengan nilai yang paling tinggi pada hari 21 dan 30. Pencitraan SEM menunjukkan adanya perubahan struktur jaringan ikat yang terjadi selama penyembuhan luka, yang ditandai pada bagian batas luka dan jaringan granula menunjukkan struktur jaringan ikat yang lebih halus, kecil, dan menyebar. Perubahan komposisi kolagen tipe I dan III memiliki keterkaitan dengan tahap lain dalam proses penyembuhan luka kulit landak jawa. Karakteristik kulit landak di regio thoracodorsal memiliki kontribusi struktur dan komponen kimia yang lebih efektif dalam membatasi populasi bakteri permukaan kulit dibandingkan regio lumbosacral. Regio thoracodorsal memiliki kepadatan kluster duri yang lebih tinggi dibandingkan regio lumbosacral. Hal ini berdampak pada kadar lipid, komposisi asam lemak, dan alfa tokoferol yang lebih tinggi di regio thoracodorsal dibandingkan dengan lumbosacral. Kepadatan kluster duri serta beberapa komponen kimia kulit tersebut berdampak pada populasi bakteri di regio thoracodorsal lebih rendah dibandingkan dengan regio lumbosacral. Asam lemak yang terdapat di bagian permukaan kulit landak tersusun atas beberapa jenis asam lemak yang potensial sebagai antimikroorganisme, di antaranya adalah asam laurat (C12:0), asam miristat (C14:0), asam 14-metilpentadekanoat (C16:0Δ1), asam palmitat (C16:0), asam palmitoleat (C16:1), asam oleat (C18:1), asam linoleat (C18:2), dan asam arakidonat (C20:4). Distribusi dan jenis glycoconjugate yang terdeteksi di sekreta kelenjar sebasea, ialah α-D-mannose, α-L-fucose, dan α>βGalNAc yang merupakan komponen yang memiliki sifat antimikroorganisme. Hal ini kemungkinan menjadi faktor pendukung terhadap proses penyembuhan luka di kedua regio tersebut. Penelitian in menunjukkan bahwa komponen darah, struktur kulit, serta komponen antimikroorganisme di permukaan kulit berkontribusi terhadap proses penyembuhan luka stadium 3 pada landak jawa. Interaksi komponen tersebut menghasilkan penutupan luka yang baik dan normal tanpa adanya infeksi sekunder.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB Universityid
dc.subject.ddcFarmachologyid
dc.subject.ddcHystrix Japanicaid
dc.subject.ddc2019id
dc.subject.ddcBogor-Jawa Baratid
dc.titleKarakteristik Morfologi Kulit Landak Jawa (Hystrix javanica): Morfofisiologi Penyembuhan lukaid
dc.title.alternativeIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordasam lemakid
dc.subject.keywordbakteriid
dc.subject.keywordkolagenid
dc.subject.keywordkomponen darahid
dc.subject.keywordpenyembuhan lukaid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record