Model rehabilitasi lahan kritis untuk penyediaan bahan baku energi biomassa berkelanjutan di Kabupaten Lombok Timur. Dibimbing oleh
View/ Open
Date
2019Author
Narendra, Budi Hadi
Widiatmaka
Kusmana, Cecep
Karlinasari, Lina
Machfud
Metadata
Show full item recordAbstract
Makin terbatasnya sumber daya lahan telah mendorong pemikiran untuk memanfaatan lahan kritis sebagai media produksi biomassa kayu. Berdasarkan ketersediaan lahan, tingkat kesesuaiannya, dan faktor yang mempengaruhi keberlanjutan akan dapat disimulasikan beberapa skenario dalam rehabilitasi lahan kritis, dalam menghasilkan bahan baku energi terbarukan melalui pemodelan sistem dinamik. Penelitian ini bertujuan merancang model rehabilitasi lahan kritis untuk pengembangan hutan tanaman energi yang mampu menyediakan bahan baku energi biomassa berkelanjutan di Kabupaten Lombok Timur. Tujuan utama ini dicapai melalui tujuan antara yaitu menganalisis kondisi eksisting lahan kritis, menganalisis status keberlanjutan pengelolaan hutan tanaman energi yang sudah ada, dan menganalisis potensi lahan kritis untuk pengembangan hutan tanaman energi di Kabupaten Lombok Timur.
Dalam analisis kondisi lahan kritis dilakukan pembobotan terhadap parameter yang digunakan melalui perbandingan berpasangan oleh para pakar, sebagai bagian dari metode analytical hierarchy process (AHP). Peta penggunaan/tutupan lahan diinterpretasikan dari citra satelit SPOT-7 tahun liputan 2017. Peta parameter lainnya dibangun berdasarkan peta referensi, pengumpulan data sekunder dan data lapangan, serta analisis sampel tanah.
Analisis keberlanjutan hutan tanaman energi dilakukan dengan metode multi-dimensional scaling (MDS) guna memberikan indeks keberlanjutan pada dimensi ekologis, ekonomi dan sosial. Atribut dominan (faktor pengungkit) yang mempengaruhi keberlanjutan dinilai dengan analisis sensitivitas.
Ketersediaan lahan kritis dianalisis secara spasial berdasarkan keberadaan constrain areas, dilanjutkan dengan analisis kesesuaian lahan menggunakan metode Fuzzy Linguistic Ordered Weighted Averaging (FLOWA). Empat spesies pohon kayu energi yaitu Leucaena leucocephala (lamtoro), Calliandra calothyrsus (kaliandra), Gliricidia sepium (gamal), dan Acacia auriculiformis (akasia) merupakan jenis yang dievaluasi kesesuaiannya.
Pemodelan sistem dinamik dilakukan melalui penentuan kebutuhan sistem, membuat diagram input dan output, pembuatan diagram hubungan sebab akibat (causal loop diagram), pembuatan diagram struktur (stock flow diagram) untuk dapat melakukan simulasi. Simulasi dijalankan pada software Powersim Studio 10. Selanjutnya ditentukan skenario kebijakan yang menghasilkan solusi terbaik, serta analisis model secara keseluruhan. Berdasarkan hasil simulasi pada berbagai skenario, dapat digambarkan secara kuantitatif tujuan yang akan dicapai melalui pengembangan hutan tanaman energi. Berdasarkan skenario terpilih, dapat ditentukan arahan prioritas lokasi rehabilitasi lahan kritis, dan upaya-upaya untuk mencapai tujuan dalam model.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 52.623 ha (32,7%) wilayah Kabupaten Lombok Timur dikategorikan sebagai lahan kritis. Berdasarkan status lahannya,
42% lahan kritis tersebut berada di dalam kawasan hutan negara dan 58% di areal penggunaan lain.
Analisis keberlanjutan menunjukkan aspek ekologis memberikan kontribusi keberlanjutan yang relatif lebih tinggi dengan kisaran nilai 82,06% pada lokasi Pengadangan hingga 61,33% pada lokasi Sambelia. Pada dimensi sosial, lokasi Sadana memiliki nilai tertinggi (80,13%), sedangkan Jerowaru masuk dalam kategori kurang berkelanjutan karena memiliki nilai dimensi sosial terendah (45,78%). Untuk dimensi ekonomi, lokasi Sadana juga memperoleh nilai tertinggi (70,43%) sedangkan lokasi Ketangga memiliki skor terendah (49,33%) sehingga masuk dalam kategori kurang berkelanjutan. Faktor pengungkit utama yang harus diperhatikan para pemangku kepentingan adalah peningkatan keragaman spesies (dimensi ekologi), meningkatkan luasan area hutan yang dikelola (dimensi ekonomi), dan meningkatkan intensitas penyuluhan atau kegiatan pelatihan (dimensi sosial).
Dari keseluruhan luasan lahan kritis, hanya 8,442,7 ha (16%) yang tersedia untuk pengembangan hutan tanaman energi. Dalam skenario yang amat sangat optimistis, seluruh lahan kritis yang tersedia sangat cocok untuk dikembangkan. Sebaliknya, skenario yang amat sangat pesimistis menghasilkan 70% area lahan kritis agak sesuai dan sisanya tidak sesuai. Dalam skenario netral, 6.416,9 ha atau 76% dari lahan kritis yang tersedia sangat sesuai untuk dikembangkan, sedangkan sisanya agak sesuai.
Simulasi model dinamik menunjukkan pengembangan hutan tanaman energi akan menekan luasan lahan kritis sebesar 16% dari 110.955 ha pada tahun 2040 menjadi 93.678 ha. Penurunan tersebut seiring dengan terbangunnya hutan tanaman energi seluas 17.277 ha di tahun 2040. Berdasarkan pertimbangan risiko kesalahan pengambilan keputusan, penetapan skenario optimis dipandang lebih rasional meskipun pada variabel produksi kayu dan keuntungan finansialnya sedikit lebih rendah dibandingkan skenario sangat optimis. Pada skenario optimis, produksi kayu energi akan mencapai 848.291 m3. Dalam pemanfaatannya sebagai bahan bakar pembangkit listrik, akan dihasilkan energi listrik yang mampu menyuplai kebutuhan hampir seluruh rumah tangga di Kabupaten Lombok Timur. Rehabilitasi lahan kritis menjadi hutan tanaman energi juga akan mengurangi jumlah pengangguran dari 10.197 orang pada prediksi tahun 2040 menjadi 5.014 orang. Dengan penerapan skenario optimis, jumlah pengangguran hanya akan tersisa 2.422 orang di tahun 2040.
Arahan rehabilitasi lahan kritis diprioritaskan pada lahan kritis dengan tingkat sangat sesuai yang sebagian besar tersebar di Kecamatan Sambelia, Pringgabaya, dan Sembalun, diikuti dengan tingkat cukup sesuai yang berada di Kecamatan Jerowaru. Untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam model, harus diupayakan penggunaan bibit unggul dan peningkatan efektifitas penyuluhan kehutanan.