dc.description.abstract | Data kemiskinan yang akurat diperlukan untuk memantau pencapaian tujuan
pertama Sustainable Development Goals (SDGs) yakni pengentasan kemiskinan.
Data tersebut juga digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap
kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar waktu dan antar daerah serta
menentukan target penduduk miskin yang tepat sasaran untuk dientaskan dari
kemiskinan. Berdasarkan konsep Badan Pusat Statistik, penduduk dikatakan
miskin jika memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan untuk kebutuhan
dasar makanan dan non makanan di bawah garis kemiskinan.
Data yang digunakan untuk menghitung proporsi penduduk miskin adalah
data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Namun, data Susenas hanya
bisa digunakan dalam penghitungan proporsi penduduk miskin pada tingkat
nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota. Hasil Susenas belum bisa disajikan
pada tingkat kecamatan dan desa karena keterbatasan contoh rumah tangga yang
disurvei. Bahkan, ada beberapa kecamatan dan desa yang tidak menjadi contoh
Susenas. Pendugaan langsung pada tingkat kecamatan maupun desa akan
menghasilkan dugaan dengan presisi yang rendah. Untuk mendapatkan presisi
yang baik, diperlukan penambahan jumlah contoh. Namun, hal itu membutuhkan
biaya yang cukup besar. Alternatif yang bisa dilakukan adalah dengan
menggunakan metode pendugaan tidak langsung.
Salah satu metode yang dapat digunakan yaitu pendugaan area kecil (small
area estimation, SAE). Pada pendugaan area kecil, kecamatan maupun desa
disebut area kecil karena jumlah contoh yang digunakan tidak cukup untuk
menghasilkan pendugaan langsung yang baik (presisinya rendah). Untuk
mendapatkan presisi yang baik, pendugaan area kecil memanfaatkan informasi
tambahan dari sensus atau catatan administrasi sehingga disebut pendugaan tidak
langsung. Informasi yang digunakan adalah yang mempunyai keterkaitan dengan
peubah yang menjadi pusat perhatian pada area yang bersangkutan.
Penelitian ini menggunakan metode Empirical Unbiased Best Linear
Prediction (EBLUP) dalam model Fay-Herriot untuk menduga proporsi penduduk
miskin tingkat kecamatan di Provinsi Sulawesi Selatan dan membandingkan
hasilnya dengan pendugaan langsung. Berdasarkan nilai rataan Root Mean Square
Error (RMSE) yang dihasilkan, proporsi penduduk miskin tingkat kecamatan
dengan metode EBLUP lebih tinggi presisinya dibandingkan dengan pendugaan
langsung. Secara umum, metode EBLUP menghasilkan dugaan proporsi
penduduk miskin yang lebih rendah dibandingkan dengan pendugaan langsung.
Rata-rata proporsi penduduk miskin tiap kecamatan berdasarkan metode EBLUP
sebesar 0.1471 sedangkan pada pendugaan langsung sebesar 0.1476. | id |