Distribusi Spasial Luas Kebakaran Hutan dan Lahan Akibat Pengaruh Antopogenik di Kalimantan
View/ Open
Date
2019Author
Mareta, Lesi
Hidayat, Rahmat
Hidayati, Rini
Latifah, Arnida Lailatul
Metadata
Show full item recordAbstract
Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) dianggap sebagai ancaman potensial bagi pembangunan berkelanjutan karena efeknya dapat terjadi secara langsung bagi ekosistem, kontribusinya terhadap peningkatan emisi karbon dan dampaknya bagi keanekaragaman hayati. Karhutla dipengaruhi oleh beberapa faktor utama, dua faktor di antaranya adalah kondisi iklim, dan faktor aktivitas manusia (antropogenik). Aktivitas manusia tersebut melepaskan sejumlah besar karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), metana (CH4), oksidanitrat, nitrogen dioksida (NOx) dan partikulat yang bertindak sebagai sumber pemanasan rumah kaca yang telah dipantau oleh satelit beberapa tahun terakhir. Penelitian ini mengkaji luas karhutla dalam beberapa dekade terakhir akibat penaruh faktor antropogenik di Kalimantan menggunakan dua jenis kelompok data yang akan dianalisa yaitu data tanpa dan dengan komponen antropogenik. Analisa data tanpa dan dengan komponen antropogenik dilakukan dengan memanfaatkan data luaran Coupled Model Intercomparison Project Phase 5 (CMIP5) yang merupakan rangkaian eksperimen model iklim yang terkoordinasi. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan luaran model CMIP5 (MRI-CGCM-3, ACCESS1.3 dan CSIRO) untuk mengidentifikasi distribusi spasial luas karhutla, serta untuk mengetahui pengaruh faktor antropogenik terhadap luas karhutla di Kalimantan. Studi ini menggunakan pendekatan statistik teknik Random Forests (RF) untuk mengevaluasi kontribusi faktor iklim dan antropogenik terhadap luas karhutla di daerah Kalimantan.
Kondisi umum luas karhutla berdasarkan data observasi yang diperoleh dari data GFED. Dua luas tertinggi yang terjadi di Kalimantan selama periode 1997 hingga 2005 terjadi pada tahun 1997 dan 2002 Menurut ketiga model pada tahun 1997 dan 2002 terlihat bahwa faktor antropogenik memberikan pengaruh lebih dominan terhadap luas karhutla di Kalimantan. Pengaruh faktor alam selalu bernilai positif sepanjang tahun 1997 hingga 2005, artinya selama periode 1997 hingga 2005, pengaruh faktor alam mendukung terjadi karhutla. Pada tahun 1997 dan 2002 luas karhutla akibat pengaruh antropogenik bernilai positif (menyebabkan luas karhutla meningkat).
Pola rata - rata bulanan luas karhutla berdasarkan Model MRI-CGCM3 mulai mengalami peningkatan di bulan Juni, mencapai puncak di bulan September dan mulai berkurang pada bulan November. Berdasarkan Model ACCESS1.3 mengalami peningkatan pada bulan Juli, pada bulan September di Kalimantan luas karhutla mecapai luas daerah terbakar tertinggi dibandingkan dengan bulan – bulan lainnya. Sementara, pada bulan Oktober area terbakar di Kalimantan mulai menurun. Model CSIRO-mk3.6.0 luas karhutla di Kalimantan mulai mengalami peningkatan pada bulan Juli dan mengalami puncak pada bulan September dan mulai mengalami penurunan luas kebakaran hutan dan lahan pada bulan November.
Luas karhutla di Kalimantan yang dipengaruhi oleh faktor antropogenik menurut model MRI-CGCM3 bahwa pada bulan Juli terjadi di daerah sebagian Kalimantan Tengah dan Kalimantan Selatan. Pada bulan Agustus terjadi ekspansi
luas karhutla yang dipengaruhi oleh faktor antropogenik ke Kalimantan Barat. Sementara di bulan September, luas kebakaran menyebar ke Kalimantan Timur. Pada bulan Oktober di Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur tidak ada lagi area yang terbakar, area terbakar hanya terfokus di Kalimantan Selatan dan sebagian Kalimantan Tengah. Model ACCESS1.3 menggambarkan bahwa pola distribusi spasial luas kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan yang dipengaruhi oleh faktor antropogenik mulai terlihat tinggi pada bulan Agustus. Pada bulan Agustus area yang terbakar di daerah Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Pada bulan September area yang terbakar semakin meningkat, yakni di Kalimantan Timur. Sementara pada bulan Oktober luas kebakaran hutan dan lahan yang dipengaruhi oleh faktor antropogenik mulai menurun dan area terbakar hanya terlihat di sebagian daerah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, sedangkan pada bulan November area terbakar di Kalimantan tidak ada. Menurut model CSIRO-MK3.6.0 mulai mengalami peningkatan pada bulan Juli. Pada bulan Juli, luas kebakaran hutan dan lahan yang dipengaruhi oleh faktor antropogenik terdapat di sebagian daerah Kalimantan Tengah. Area terbakar yang terdapat di daerah sebagian Kalimantan Tengah mengalami ekspansi ke arah Kalimantan Timur pada bulan Agustus. Pada bulan September area yang terbakar di Kalimantan semakin luas yakni di Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan. Sementara, pada bulan Oktober area terbakar hanya terdapat di Kalimantan Timur.
Melihat kondisi diatas bahwa pada periode dari tahun 1997 hingga 2005, luas karhutla dua tertinggi terjadi pada 1997 dan 2002. Luas karhuta mulai mengalami peningkatan pada bulan Juni, mencapai puncak pada bulan September dan mulai menurun pada bulan Oktober. Pengaruh antropogenik pada tahun – tahun yang memiliki luas karhutla tinggi akan bernilai positif (memberi pengaruh negatif) terhadap luas karhutla di Kalimantan.