Analisis Penolakan Produk Pangan Indonesia di Amerika Serikat selama Tahun 2012-2017.
Abstract
Penolakan produk pangan Indonesia di Amerika Serikat merupakan salah
satu konsekwensi dari adanya kebijakan keamanan pangan yang ketat oleh negara
Amerika Serikat. Isu keamanan pangan tersebut menjadi perhatian setiap negara
untuk melindungi warganya dari pangan yang membahayakan kesehatan manusia.
Tujuan penelitian ini ialah menganalisis perkembangan kasus penolakan produk
pangan Indonesia di Amerika Serikat selama tahun 2012 sampai 2017,
mengidentifikasi faktor-faktor yang berpeluang menjadi penyebab penolakan
ekspor produk pangan Indonesia, dan memperoleh beberapa saran perbaikan agar
kasus penolakan produk pangan Indonesia di Amerika Serikat dapat diminimalisir
pada tahun-tahun berikutnya. Perkembangan kasus penolakan produk pangan
Indonesia di Amerika Serikat selama tahun 2012-2017 mengalami fluktuasi yang
cukup bervariasi; untuk dapat mengungkap penyebab terjadinya penolakan yang
lebih detail perlu dilakukan kajian khusus pada kasus-kasus tertentu sehingga
mudah diketahui solusi apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan perdagangan
produk pangan yang lebih baik di masa yang akan datang. Dari jumlah 1884 kasus
penolakan yang terjadi pada periode 2012-2017 diketahui sebanyak 66% (1237
kasus) adalah produk pangan hasil perikanan dan 34% (647 kasus) produk pangan
non perikanan. Data ini menunjukkan bahwa penanganan ekspor produk pangan
hasil perikanan memerlukan perhatian yang lebih besar dibanding produk pangan
non perikanan. Selama kurun waktu 2012-2017 terdapat 42 jenis alasan penolakan
yang menyebabkan produk pangan Indonesia ditolak masuk di Amerika Serikat.
Jumlah kasus penolakan berdasarkan jenis alasan seluruhnya tercatat 2.214 kasus,
sedangkan jumlah kasus produk pangan yang ditolak adalah 1.884 kasus. Lebih
tingginya jumlah alasan penolakan tersebut terjadi karena adanya kasus penolakan
produk pangan yang memiliki alasan penolakan lebih dari satu. Analisis jenis alasan
penolakan yang terdata dikelompokkan dalam dua kelompok besar, yaitu kelompok
alasan adulteration dengan 26 jenis alasan dan kelompok alasan misbranding
dengan 17 jenis alasan. Diantara kedua kelompok jenis alasan tersebut -
adulteration mendominasi alasan penolakan produk pangan Indonesia. Dari 2.214
alasan penolakan yang terdata sebanyak 88% masuk dalam kelompok alasan
adulteration dan 12% masuk kelompok alasan misbranding. Lima jenis alasan
dengan jumlah kasus yang tertinggi berasal dari kelompok adulteration. Lima jenis
alasan tertinggi yang termasuk kelompok adulteration adalah kotor atau berbau
(filthy) dengan 746 kasus, Unsafe diet supplement (unsfdietsp) dengan 398 kasus,
Bakteri Salmonella dengan 344 kasus, Residu kimia clhorampenicol dengan 101
kasus, dan mengandung obat untuk hewan yang tidak aman (veteriner druges)
dengan 64 kasus. Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan diagram
pareto diketahui alasan penolakan produk pangan yang utama adalah jenis alasan
berbau (filthy) dengan persentase mencapai 67%. Sedangkan berdasarkan analisis
diagram ishikawa diketahui bahwa faktor utama yang berpeluang terjadinya
penolakan produk pangan adalah faktor manajemen. Faktor managamen yang
dimaksud dikaitkan dengan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan yang
universal seperti GMP, SSOP, ISO-22000, HACCP. Selain itu faktor kebijakan
pemerintah terkait dengan sistem manajemen mutu dan keamanan pangan menjadi
sangat penting dalam usaha meminimalisir kasus penolakan produk pangan
Indonesia ke luar negeri khususnya ke Amerika Serikat. Kebijakan pemerintah
terkait dengan manajemen mutu dan keamanan pangan dirumuskan dalam bentuk
regulasi, lembaga akreditasi, infrastruktur, dan sebagainya.