Pengaruh Lama Perendaman Empulur Dan Konsentrasi Na2S2O5 (Natrium Metabisulfit) Terhadap Karakteristik Mutu Pati Sagu (Metroxylon sp.)
Abstract
Tumbuhan sagu (Metroxylon sp) banyak tumbuh di daerah dataran rendah basah dekat aliran sungai / rawa dengan cara berkelompok membentuk tunas (Manan, dkk, 1984). Pengelola sagu di Indonesia sebagian besar merupakan industri rumah tangga yang dikelola secara turun temurun seperti salah satu pengelola sagu komersial di Kabupaten Bogor Jawa Barat. Dalam penerimaan bahan baku, ada berbagai hambatan yang dialami hingga proses pengolahan. Kendala itu adalah lamanya waktu pengangkutan bahan dari tempat penebangan di Serang, Banten hingga tempat pengolahan di Bogor. Terlebih setelah berada di lokasi pengolahan, empulur sagu tidak seluruhnya dapat diolah langsung. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada bahan baku berupa bercak-bercak coklat dan tumbuhnya kapang di sekitar bekas potongan batang sagu. Bahan baku yang sudah rusak tentu akan menurunkan kualitas dan rendemen pati yang dihasilkan termasuk derajat putihnya. Melalui penelitian ini diupayakan untuk mempertahankan kondisi empulur sagu sebelum pengolahan agar tidak mudah rusak. Cara yang ditempuh yaitu dengan perendaman dengan air dan penambahan pengawet Na2S2O5 dengan konsentrasi 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, dan 400 ppm. Perendaman ini dilakukan selama 3 hari, 6 hari, 9 hari, 12 hari, dan 15 hari dengan perumpamaan penundaan proses karena menunggu giliran untuk diolah. Perendaman empulur sagu dengan Na2S2O5 selama 15 hari menunjukkan tekstur bahan baku yang masih nampak baik dengan tidak adanya kapang hitam dan bercakbercak coklat akibat oksidasi. Namun, tidak adanya kapang hitam ini tergantikan oleh mikroorganisme berwarna kelabu dengan tekstur berlendir pada ujung potongan yang mulai nampak setelah perendaman 6 hari. Selang tiga hari kemudian mikroorganisme berlendir ini muncul pada sampel yang direndam dengan Na2S2O5.