Produksi Etanol oleh Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus. dari Sirup Dekstrin Pati Sagu (Metroxylon sp.) Menggunakan Metode Aerasi Penuh dan Aerasi Dihentikan.
Abstract
Indonesia adalah pemilik lahan sagu terbesar di dunia. Potensi sagu di Indonesia cukup berlimpah. Di dunia diperkirakan terdapat 2 juta ha hutan sagu dan kurang lebih setengah hutan sagu dunia ada di Indonesia. Sekitar 90% di antaranya terdapat di Papua (Marsudi dan Aprillia, 2006). Besarnya potensi sagu di Indonesia belum termanfaatkan secara optimal. Selama ini baru sekitar 10% dari total area sagu nasional yang dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pangan serta industri. Jika dibudidayakan, produktivitas pati sagu kering mencapai 25 ton/ha/tahun, lebih banyak apabila dibandingkan dengan ubi kayu 1.5 ton/ha/tahun, kentang 2.5 ton/ha/tahun, maupun jagung 5.5 ton/ha/tahun. (Sumaryono, 2007) Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kemungkinan penggunaan dekstrin dari pati sagu sebagai substart dalam pembuatan etanol, melihat potensi Saccharomyces cerevisiae var. ellipsoideus sebagai mikroorganisme penghasil etanol, serta pemilihan laju aerasi dan konsentrasi gula pada substrat berdasarkan kadar etanol dan jumlah biomassa tertinggi yang dihasilkan. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh rekayasa bioproses (aerasi penuh dan aerasi dihentikan) terhadap biomassa dan kadar etanol yang dihasilkan. Pada penelitian pertama dilakukan fermentasi sirup dekstrin dengan perlakuan konsentrasi yang berbeda yaitu 18%, 24%, 30%, dan 36% serta perlakuan pemberian aerasi sebesar 1vvm dan 2 vvm. Dari beberapa perlakuan tersebut terpilih konsentrasi 30% dan laju alir 1 vvm sebagai perlakuan terbaik untuk pertumbuhan khamir. Selama 24 jam dihasilkan jumlah biomassa tertinggi yaitu 2,98 g/l dengan nilai μmaks 0,29 jam-1. Pada jam ke-6 khamir tersebut masih mengalami fase log, hingga pada jam ke-12 pertumbuhan khamir sudah mulai masuk ke fase stasioner. Sisa total gula dalam substrat dan nilai pH mengalami penurunan selama proses fermentasi. Penurunan kandungan total gula dalam substart menunjukkan aktifitas sel dalam mengkonsumsi substrat sirup dekstrin. Sedangkan perubahan pH terjadi karena adanya pelepasan H+ selama konsumsi NH4 +, penggunaan asam amino sebagai sumber nitrogen dan akumulasi produk samping berupa asam-asam organik hasil metabolisme karbohidrat. Rekayasa bioproses dilakukan pada perlakuan terpilih dengan penghentian aerasi pada jam ke-6. Selama 24 jam fermentasi dihasilkan etanol sebanyak 24,94±0,16 g/l. Hasil ini jauh lebih tinggi dibandingkan perlakuan dengan aerasi penuh yang hanya menghasilkan etanol sebanyak 21,25±0,55 g/l. Pada jam ke-24, rata-rata pH pada aerasi penuh mencapai 3,05, sedangkan rata-rata pH pada aerasi yang dihentikan di jam ke-6 mencapai 3,15. pH yang terlalu rendah dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Aerasi yang dihentikan pada jam ke- 6 mengubah kondisi lingkungan fermentasi dari kondisi aerob menjadi anaerob, sehingga proses fermentasi untuk pembentukan etanol berjalan secara maksimal.