Pengaruh Suhu Pemanasan Awal dalam Proses Modifikasi Pati Garut (Marantha arundinaceae L.) dengan Pemanasan dan Pendinginan Berulang terhadap Kadar Pati Resisten Tipe III
Abstract
Perkembangan fungsi pangan saat ini tidak terpaku hanya untuk memenuhi kebutuhan gizi semata tetapi sudah mengarah pada sifat fungsional pangan tersebut. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, mendorong berbagai penelitian mengenai fungsi pangan terutama sifat fungsional untuk diteliti lebih lanjut seperti kemampuannya dalam memperbaiki fungsi fisiologis, dan menjaga kesehatan. Seiring dengan perkembangan industri pangan di Indonesia, produk pangan berbasis sumber daya lokal juga terus dikembangkan sebagai salah satu upaya diversifikasi pangan. Umbi-umbian adalah sumber karbohidrat yang memiliki potensi untuk diversifikasi pangan dan sekaligus mempunyai sifat fungsional, salah satunya adalah umbi garut. Modifikasi pati garut dilakukan untuk menghasilkan pati garut dengan karakteristik yang diinginkan sehingga akan meningkatkan nilai ekonomis pati garut. Modifikasi pati garut dengan metode autoclaving-cooling bertujuan untuk meningkatkan kadar pati resisten. Pati resisten merupakan salah satu ingridien pangan. Penelitian mengenai modifikasi telah dilakukan, namun kajian suhu optimal pemanasan awal untuk membentuk suspensi yang homogen sebelum pemanasan dengan autoklaf belum dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan suhu pemanasan awal yang menghasilkan pati resisten tipe III yang optimum dalam proses modifikasi pati garut (Marantha arundinaceae L.) dengan pemanasan dan pendinginan berulang. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi mengenai perlakuan suhu pemanasan awal dalam proses modifikasi pati garut dengan pemanasan dan pendinginan berulang yang menghasilkan pati resisten tipe III yang optimum serta informasi ilmiah mengenai sifat fisikokimia pati garut termodifikasi dari berbagai suhu pemanasan awal yang dapat dijadikan sebagai dasar pemanfaatan pati garut termodifikasi. Kegiatan penelitian ini dilakukan dalam empat tahap yaitu membuat rancangan percobaan, modifikasi pati, analisis fisikokimia, dan analisis statistik. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap satu faktorial dengan perlakuan pemanasan awal. Kemudian dilakukan modifikasi pati garut dengan perlakuan suhu pemanasan awal sebelum proses pemanasanpendinginan berulang. Tahap ketiga dilakukan analisis sifat fisikokimia terhadap pati garut yang dimodifikasi, pati alami garut dan Novelose 330 sebagai pembanding. Sifat fisikokimia yang diamati meliputi sifat kimia (proksimat, total pati, gula pereduksi, amilosa, daya cerna pati, dan pati resisten) dan sifat fisik (pengamatan granula pati, dan sifat pasta). Selanjutnya dianalisis statistik menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA). Perlakuan suhu pemanasan awal terdiri dari 60oC, 80oC, dan 90oC. Pada suhu 60oC, 80oC, dan 90oC, suspensi mencapai homogen berturut-turut pada menit ke-30, menit ke-7, dan menit ke-5. Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa pati garut alami, modifikasi, dan Novelose 330 memiliki kadar air berkisar 9.63- 11.45 %(bb), kadar protein, lemak, dan abu masing-masing dibawah 1 (%bk), dan kadar karbohidrat by difference pada kisaran 98 (%bk). Daya cerna pati garut alami 86.22 (%bk), dengan modifikasi pati dapat diturunkan menjadi 76.19-44.65 (%bk). Semakin tinggi suhu pemanasan awal semakin besar penurunan daya cernanya. Daya cerna pati berkorelasi negatif dengan kandungan amilosa dan kadar pati resisten. Kandungan amilosa meningkat berkisar antara 29.97-30.54 (%bk) dari kandungan amilosa awal 23.58 (%bk). Pati resisten meningkat berkisar antara 10.71-12.44 (%bk) dari kadar pati resisten alami 4.14 (%bk). Kadar pati total pati garut alami 86.25(%bk). Modifikasi pati menurunkan kadar total pati menjadi 81-77.47(%bk). Penurunan pati total berkorelasi negatif dengan kadar gula pereduksi. Kadar gula pereduksi pati termodifikasi berkisar antara 6.79-8.71 (%bk) lebih besar dibandingkan pati garut alami 6.06 (%bk). Pengamatan granula memperlihatkan pada perlakuan suhu 60oC masih menunjukkan sifat birefringence yang berarti pada perlakuan ini pati belum tergelatinisasi sempurna, sedangkan kedua perlakuan lainnya menunjukkan sudah tidak ada lagi sifat birefringence. Karakter pasta pati termodifikasi suhu pemanasan awal 60oC mempunyai grafik yang sama dengan pati garut alami, namun dengan viskositas lebih rendah dibandingkan pati garut alami. Karakter pasta pati suhu pemanasan awal 80oC dan 90oC mempunyai grafik yang konstan karena sudah tergelatinisasi. Semakin tinggi suhu pemanasan awal maka semakin rendah viskositas yang dihasilkan.