Penulusuran Sumber Cemaran Aspergillus flavus Dengan Mengkaji Kondisi Dan Proses Penanganan Jagung Sebagai Bahan Baku Pangan Pada Berbagai Tingkat Distribusi
Abstract
Dalam usaha peningkatan produksi jagung di Indonesia, yang perlu mendapat perhatian adalah masalah benih, budidaya, panen, dan pasca panen jagung. Dari keempat masalah tersebut, penanganan pasca panen jagung merupakan salah satu permasalahan yang masih menjadi kendala dalam hal mempertahankan mutu jagung baik dari mutu fisik maupun mutu mikrobiologi. Jagung sebagai bahan makanan yang tinggi akan kandungan karbohidrat merupakan substrat yang baik untuk pertumbuhan kapang karena karbohidrat adalah salah satu nutrisi yang dibutuhkan kapang untuk kelangsungan hidupnya. 3 Selain itu, apabila jagung berada pada kondisi kadar air ~16 % dan kelembaban udara ~85 % akan menjadi tempat tumbuh yang baik bagi kapang. Jenis kapang yang sering menginfeksi biji jagung adalah kapang Aspergillus flavus, kapang penghasiJ mikotoksin yang dikenal dengan aflatoksin. Aflatoksin, terutama B1 diketahui sangat toksik dan bersifat karsinogenik, hepatotoksik dan mutagenik bagi manusia Oleh karena itu, upaya untuk mencegah infeksi A. flavus patut mendapat dukungan yang memadai khususnya pada penanganan pasca panen jagung. Penanganan pasca panen yang baik dapat mengurangi atau mencegah terjadinya infeksi A. flavus. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi secara langsung mengenai kondisi dan proses penanganan jagung pada berbagai tingkat distribusi di kabupaten Bogor, Jawa Barat dan Boyolali, Jawa Tengah, sehingga diketahui faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya infeksi A. flavus pada Jagung. Metode penelitian yang digunakan yaitu dengan teknik pengambilan data melalui pengamatan langsung dan wawancara menggunakan kuesioner. Dalam penelitian ini digunakan empat kelompok responden yaitu petani, pedagang pengumpul, grosir, dan pedagang pengecer. Pada tiap-tiap tingkat distribusi tersebut dilakukan pengamatan terhadap kondisi dan proses penanganan jagung. Jagung yang diamati pada penelitian ini adalah jagung manis dan jagung pipil. Pengamatan terhadap jagung manis dilaksanakan di kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sedangkan pengamatan jagung pipil dilaksanakan di kecamatan Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah. Penarikan sampel/responden dilakukan dengan sengaja (purposive sampling technique) yaitu suatu penarikan sampel non random dengan dasar sampling avaibility. Berdasarkan hasil survei, pemasaran jagung manis di kabupaten Bogor dapat dikelompokan menjadi empat saluran pemasaran, yaitu pertama : petani - pengumpul - supermarket - konsumen ; kedua : petani - pengumpul - pengecer - konsumen; ketiga : petani - pengumpul - grosir - konsumen, dan keempat : petani - pengumpul - grosir - pengecer - konsumen. Di Boyolali juga terdapat empat saluran pemasaran, yaitu pertama : petani - pengecer - konsumen ; kedua : petani - pengumpul - pengecer - konsumen ; ketiga : petani - pengumpul - grosir - konsumen dan keempat ; petani - pengumpul- grosir - pengecer - konsumen. Hasil penelitian terhadap kondisi penanganan jagung di Bogor memperlihatkan bahwa suhu penanganan dan kadar air jagung pada tingkat petani, pengumpul, grosir, dan pengecer berada dalam kondisi yang memungkinkan pertumbuhan kapang A. flavus. Sedangkan kelembaban udara berada dalam kondisi yang cukup aman untuk tidak memacu pertumbuhan A. flavus. Selain itu kondisi penyimpanan yang dilakukan pada tingkat grosir dan pengecer merupakan kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi A. flavus, karena penyimpanan jagung manis seluruhnya dilakukan pada kondisi kamar (27~30 °C) yang merupakan kondisi optimum bagi pertumbuhan A. flavus. Kadar air jagung hasil panen umumnya berkisar 30-35 %. Suhu udara yang terukur pada tingkat petani rata-rata berkisar antara 24-30.1 °c dengan kelembaban udara 71-79 %, pada pengumpul sekitar sekitar 30-32 °c dengan kelembaban udara 71-74 %, sedangkan pada grosir 30.0-31.0 °c dengan kelembaban udara 73-75 %. Pada penelitian di Boyolali tidak dilakukan pengamatan secara langsung terhadap kadar air dan kondisi lingkungan penanganan jagung seperti suhu dan kelembaban udara. Data mengenai kadar air, suhu, dan kelembaban udara menggunakan data sekunder dari instansi dan hasil penelitian sebelumnya. Data yang diperoleh steara langsung yaitu hasil wawancara dengan responden (petani, pengumpul, grosir, dan pengecer) mengenai kondisi dan proses penanganan jagung pasca panen. Berdasarkan literatur diketahui bahwa jagung hasil panen mempunyai kadar air sekitar 30-35 %. Kemudian dilakukan proses pengeringan jagung dengan cara penjemuran di bawah sinar matahari selama 1-3 hari. Proses penjemuran dengan menggunkan tenaga matahari ini hanya dapat menurunkan kadar air jagung hingga 16-20 %. Pada tingkat pengumpul, grosir, dan pengecer, tahap penyimpanan jagung menjadi tahap yang paling beresiko untuk terjadinya pertumbuhan A. flavus karena kondisi penyimpanan jagung seluruhnya dilakukan pada suhu karnar yang berkisar 28-30 °c yang merupakan suhu pertumbuhan optimum bagi A.flavus.