Studi Kelayakan Pendirian Industri Sirup Glukosa dari Tapioka di Pesantren Raudlatul Ulum, Pati
Abstract
Kebutuhan gula Indonesia terus meningkat, sementara produksi dalam negeri tidak mampu mengimbangi peningkatan konsumsi gula, sehingga impor menjadi pilihan. Nilai impor gula tebu pada 2007 mencapai US$ 1,040,194,362.00 dan pada 2008 mencapai US$ 366,289,858.00. Untuk mengurangi impor gula, maka produksi gula dalam negeri perlu terus dipacu, di samping mencari alternatif bahan pemanis lain sebagai substitusi gula, di antaranya dengan mengembangkan gula dari pati. Di antara gula dari pati tersebut, sirup glukosa dan fruktosa mempunyai prospek paling baik untuk mensubstitusi gula pasir. Sementara itu, kebutuhan glukosa di Indonesia juga terus meningkat, sedangkan produksi glukosa dalam negeri masih terbatas dan tidak bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri. Nilai impor glukosa Indonesia cukup tinggi. Pada tahun 2008, nilai impor glukosa sebesar US$ 1,188,172.00 Kebutuhan sirup glukosa Indonesia semakin meningkat seiring dengan perkembangan industri penggunanya, yaitu industri makanan dan minuman, terutama industri sirup, minuman ringan, permen, biskuit, dan jeli. Bahan baku pembuatan sirup glukosa, terutama pati singkong atau tapioka masih tersedia melimpah di Indonesia. Adanya kebutuhan akan sirup glukosa dalam negeri yang belum terpenuhi, kebutuhan akan substitusi gula tebu yang semakin meningkat dan tidak terpenuhi, serta ketersediaan bahan baku sirup glukosa yang cukup melimpah merupakan suatu peluang untuk memproduksi sirup glukosa. Pasar sirup glukosa masih terbuka lebar.