Kajian Proses Standardisasi Produk Pangan Fungsional Di Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Abstract
Kemajuan teknologi telah membawa berbagai perubahan yang cepat pada bidang industri, termasuk industri pangan. Salah satu jenis pangan yang sedang marak diproduksi saat ini dan masih merupakan topik pembahasan adalah pangan fungsional. Sejalan dengan pesatnya perkembangan produk pangan fungsional yang beredar di dalam negeri, baik yang diproduksi di Indonesia maupun yang diimpor, dipandang perlu untuk melakukan upaya pengawasan terhadap produk dan peredaran pangan fungsional tersebut. Dalam rangka pelaksanaan pengawasan keamanan pangan khususnya pangan fungsional, perlu segera dilakukan standardisasi dan pengaturan pangan fungsional. Sehubungan dengan hal tersebut dan untuk melindungi masyarakat, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) bekeIja sama dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN) memandang perlu untuk segera melaksanakan pengaturan, reguJasi dan standardisasi tentang pangan fimgsional. Konsep standar bagi pangan fungsional antara lain mencakup standar komposisi, cara produksi, label dan kIaim. Penyusunan standar tersebut antara lain mengacu pada Food~ for Specified Health Use (FOSHU), snatn standar bagi pangan fungsional yang sudah diberlakukan di Jepang. Konsep ini akan menjadi pedoman bagi peredaran pangan fungsional di Indonesia, baik yang sifatnya wajib dalam bentuk suatu peraturan maupun yang sifatnya sukarela (voluntary) dalam bentuk suatu standar yang dikenal sebagai Standar NasionalIndonesia (SNI). Menurut konsep standar pangan fungsional yang telah disusun, golongan senyawa yang dianggap mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu di dalam pangan fungsional adalah senyawa-senyawa alami di luar zat gizi dasar yang terkandung dalam pangan bersangkutan, yaitu : 1) serat pangan (dietary fiber); 2) oligosakarida; 3) gula alkohol; 4) asam lemak tidak jenuh jamak (poly unsaturated fatly acid); 5) peptida dan protein tertentu; 6) glikosida dan isoprenoid; 7) polifenol dan isoflavon; 8) kolin dan lesitin; 9) bakteri asam laktat; 10) phytnsterol; dan II) vitamin dan mineral tertentu. Keberadaan senyawa tersebut beserta dengan manfuatnya masingmasing dalam membantu kesehatan diperkenalkan oleh para produsen antara lain melalui klaim pada label. Keberadaan klaim pada pangan fungsional hams diatur agar tidak berdampak menyesatkan bagi konsumen. Produsen-produsen di Indonesia tampakuya masih memandang harga, rasa dan kepraktisan sebagai faktor utama nilai jual suatu produk dan barn dalam taraf hendak memasuki era "zat gizi sebagai nilai jual". Mereka memanfuatkan isu-isu kesehatan yang tengah menjadi trend sebagai sarana untuk menunjukkan keunggulan produkuya dibandingkan dengan produk kompetitor, seperti klaim non kolesterol pada produk pangan minyak goreng, margarin dan jeli serta kIaim mengandung serat pada produk pangan kacang kulit, minuman serat dan jeli.