Pengaruh metoda penyamakan dan lama waktu pengapuran terhadap mutu kulit samak ikan cucut (Carcharhinus limbatus)
Abstract
Ikan cucut atau ikan hiu merupakan salah satu jenis ikan laut yang banyak terdapat di perairan Indonesia. Penyebaran populasinya hampir merata di seluruh pantai Indonesia. Berdasarkan data Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, daerah penghasil ikan cucut yang utama antara lain pantai utara Jawa yang berproduksi 8.861ton pada tahun 1994, pantai Maluku dan Irian Jaya (6.275 ton), pantai timur Sumatera (10.587 ton), pantai barat Sumatera (5.372 ton) pantai selatan dan barat Kalimantan (6.823 ton), serta pantai Sulawesi (10.572 ton) (Statistik Perikanan No. 24, 1994).
Di Indonesia selama ini, kulit ikan hiu belum diolah secara khusus dan masih merupakan limbah perikanan. Kulit ikan cucut hanya dipotong-potong bersama-sama dengan dagingnya yang akan diolah, padahal produksi cucut nasional cukup besar, yaitu pada tahun 1994 mencapai 56.170 ton. Beberapa daerah pantai lainnya sebenarnya memiliki potensi yang cukup tinggi, tetapi belum banyak ditangkap karena pemanfaatan ikan cucut secara ekonomis belum dikenal di daerah tersebut.
Pemanfaatan ikan cucut telah lama dilakukan karena memiliki nilai ekonomis yang cukup potensial. Sirip ikan cucut merupakan komoditi yang cukup mahal dan biasanya diolah menjadi makanan seperti sup sirip cucut. Walupun daging ikan cucut mengandung kadar urea yang tinggi dan berbau pesing, tetapi pengolahan dagingnya telah banyak dilakukan untuk pembuatan abon, bakso, tepung ikan dan silase.