Pengaruh cara pengeritingan serat sabut kalapa dan jumlah karet terhadap karakteristik serat sabut kelapa berkaret(Sebutret)
View/ Open
Date
2007Author
Martini, Tantri
Hartoto, Liesbetini
Sinurat, Maurits
Metadata
Show full item recordAbstract
Serat sabut kelapa merupakan salah satu hasil samping dari pengolahan
buah kelapa. Dari produksi buah kelapa nasional rata-rata 15,5 milyar butir per
tahun, serat sabut kelapa yang dapat diperoleh sekitar 1,8 juta ton (Allorerung et
al., 2005). Pemanfaatan serat sabut kelapa belum dilakukan secara optimal. Salah
satu produk dari pemanfaatan serat sabut kelapa yang memiliki nilai tambah tinggi
yaitu serat sabut kelapa berkaret (sebutret). Sebutret merupakan produk hasil
perpaduan dari serat sabut kelapa dan karet lateks. Sebutret dapat digunakan untuk
pelapis (pad) bahan-bahan yang memerlukan kepegasan, misalnya jok dan kasur.
Bahan baku pembuatan sebutret adalah serat keriting dan karet lateks. Serat
keriting diperoleh melalui pengeritingan serat sabut kelapa. Karet lateks berfungsi
mengikat dan membalut serat-serat keriting, sehingga produk yang dihasilkan
lebih berpegas. Proses pengeritingan meliputi pemintalan serat, pengeringan, dan
penguraian pintalan serat. Pintalan serat yang akan dikeringkan dapat diolah
dengan proses kering (cara I), proses basah (cara II), dan pemanasan oleh uap air
mendidih (cara III). Serat keriting yang dihasilkan dari ketiga cara pengeritingan
memiliki geometri atau bentuk yang berbeda, dan jumlah karet yang bervariasi
untuk mengikat dan membalut serat-serat mengakibatkan mutu sebutret tidak
konsisten.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh cara pengeritingan
serat sabut kelapa dan jumlah karet yang ditambahkan terhadap sifat atau mutu
produk sebutret. Penelitian terdiri dari dua tahap. Pada penelitian tahap I
dilakukan uji coba pengeritingan serat dengan proses kering (cara I), proses basah
(cara II), dan pemanasan oleh uap air mendidih (cara III). Sedangkan pada
penelitian tahap II dilakukan variasi jumlah karet yang mengikat dan membalut
serat keriting, yaitu 50 gram, 60 gram, dan 70 gram.
Pengujian yang dilakukan yaitu pengukuran bulk density untuk serat
keriting serta pengujian sifat fisik untuk sebutret yang meliputi bobot jenis kamba,
pampatan tetap 50% dan tegangan pampat 50%. Hasil pengukuran bulk density
menunjukkan bahwa ketiga cara pengeritingan mempengaruhi nilai bulk density.
Nilai bulk density serat keriting adalah 5,72 kg/m3-6,38 kg/m3 pada cara I, 6,10
kg/m3-6,45 kg/m3 pada cara II, dan 6,24 kg/m3-6,86 kg/m3 pada cara III. Analisis
ragam menunjukkan ketiga cara pengeritingan tidak menghasilkan nilai bulk
density yang berbeda nyata (α=0,05).