Pertumbuhan padi Oryza sativa L. pada berbagai metode pelumpuran tanah di Kabupaten Ciamis dan Pemerintahan Kota Banjar Propinsi Jawa Barat
View/ Open
Date
2004Author
Yudistira, Andri
Hidayat, Imam
Pramuhadi, Gatot
Metadata
Show full item recordAbstract
Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman semusim yang tumbuh
subur pada lailan yang jenuh air, bahkan tergenang pada masa pertumbuhannya.
Penggenangan menyebabkan terbentuknya lumpur, dimana pelumpl1ran tanah
sawah dapat meningkatkan hasil produksi padi karena akar padi dapat tumbuh
bebas tanpa terhambat oleh lapisan yang keras (De Datta, 1998)
Menurut Kalyubi (2002), metoda pelumpuran tanah tidak berpengaruh
nyata terhadap kinerja teknis dan agronomis·alat dan mesin pengolah tanah yang
digunakan. Kine~ja teknis alat yang menggunakan garu sisir lebih tinggi
dibandingkan dengan metoda tradisional (cangkul), dengan nilai IP dan IK pada
lintasan ke tiga berturut-turut adalah 50 % dan 86.89 % untuk garu sisir, serta
49.33 % dan 85.78 % untuk eara tradisional (cangkul). Tinggi padi setelah 8
minggu (56 HST) pada tanah sawah yang proses pelumpurannya menggunakan
garu sisir dan eangkul berturut-turut adalah 75.19 cm dan 76.60 em
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi meliputi pemupukan, jen:s
padi yang ditanam, dan faktor pengolahan tanah (pelumpuran), tetapi di
masyarakat yang dianggap mempengaruhi produktivitas padi hanya faktor pupuk
dan jenis padi, sehingga diperlukan suatu penelitian untuk mengetahui pengaruh
pengolahan tanah sawah terhadap produktivitas padi dengan metoda pelumpuran
yang lain, yaitu dengan alat pelumpuran gelebeg dan garu sisir, serta tenaga
hewan (kerbau).
Tanaman padi memerlukan media lumpur bagi pertumbuhannya. Untuk
pertumbuhan yang sesuai bagi tanaman padi, seluruh permukaan tanah sawah
harus berada dalam keadaan berlumpur yang halus dan lunak sehingga akar padi
dapat tumbuh dengan bebas tanpa dihambat oleh lapisan tanah yang keras.
Keadaan lumpur ini dibentuk oleh bajak atau eangkul yang kemudian digaru
bersamaan dengan pemberian air irigasi yang cukup (Wirjodiharjo, 1952).
Menurut Koga (1992), pelumpuran adalah proses dimana tanah menjadi
struktur granulasi atau menjadi butir-butir yang disebabkan oleh air yang
berlebihan dan pengolallan tauah yang berlebihan. Menurul Adachi (1992),
pelumpuran adalah proses membuat bongkah-bongkah tanah dan agregat-agregat
tanah terdispersi atau terurai, hancur dan menjadi sedimen. Dengan demikian
pori-pori makro pada lapisan akan dikurangi oleh pelumpuran sehingga laju
p;:rkolasinya berkurang. Tujuan pelumpuran adalah untuk memecahkan tanah
dalam bagian yang sekeeil-keeilnya yang disebut cairan ko!oid, eairan yang
dapa! mengendap di permukaan lanah sehingga merupakan per:sai yang tidak
mudah ditembus oleh air perkolasi (Siregar, 1981).
Gelebeg adalah alat pengolah tanah sawah yang dipasang pada alat gandeng
traktor. Gelebeg biasanya digunakan pada traktor buatan lokal rancangan IRRl.
Gelebeg diguIlakall uiltuk pengoialtan trula.h primer dan Sekll!lder (Wijanto, 1996).
Garu sisir mempunyai bilah-bilah plat besi yang mempunyai bentuk seperti sisir,
dapat digunakan pada tanah sawah (basah) dan juga tanah kering. Bagian-bagia11
utama garu sisir adalah : mata sisir, kerangka kuat dan batang tarik. Kegunaan
garu sisir adalah untuk menghancurkan, meratakan dan membenamkan sisa-sisa
tanaman yang sudah terbajak (Pratomo, 1983).
Penelitian dilaksanakan pada lahan sawah di Kabupaten Ciamis dan
Pemerintahan Kota Banjar Propinsi Jawa Barat. Parameter-parameter yang
diamati pada penelitian ini adalah indeks pelumpuran (puddling indeks), indeks'
kelunakan tanah (sa.finess afpuddled soil index), efisiensi lapang (field efficiency),
tinggi tanaman, dan bobot kering biomassa padi. Bahan, alat dan mesin yang
digunakan selama penelitian antara lain adalah tanah, air, traktor roda dua,
gelebeg, garu sisir, cangkul, pita ukur dan patok, stopwatch, bola golf dengan
berat 45.9 g dan dianleter 42.8 em, tabung-tabung plastik ukuran 50 ee, timbangan
digital, dan oven.
Penelitian dilaksanakan dalam 3 tahapan, yaitu : (a) tahap I : sebelum
pereobaan lapangan, (b) : tahap 2: saat pereobaan lapangan, (c) : tahap 3 :
sesudah pereobaan lapangan. Urutan kegiatan pada tahap 1 adalah identifikasi
traktor roda dua, identifikasi gelebeg, garu sisir, dan bajak singkal, pengumpulan
data deskripsi lahan pereobaan tempat penelitian. Pada tahap 2 dilakukan
pengambilan data pada proses pengolahan sawah di setiap lokasi pcngukuran yang
terletak di Kabupaten Ciamis dan Pemerintahan Kota Banjar Ppropinsi Jawa Barat
untuk perhitungan indeks pelumpuran (puddling index), indeks kelunakan tanah
(softness of puddled soil index), efisiensi lapang. tinggi tanaman padi, dan bobot
kering biomassa padi. Alat yang dipergunakan selama proses pelumpuran adalah
bajak singkal, garu sisir, gelebeg, dan eangkul, serta traktor roda dua. Pengukuran
parameter dilakukan pada tiga petakan sav:ah untuk setiap lo;':asi penelitian dan
pada setiap petakan sawah dilakukan 5 titik pengukuran. Pada tahap 3 dilakukan
analisis hasil pengolahan tanah. Hasil pengolahan data adalah berupa kurva
hubungan antara indeks pelumpuran (rp) daa indeks kelur.akan (IK) tanah hasil
pelumpuran dengan tinggi tanaman dan bobot kering biomassa padi. Selanjutnya
dipelajari hubungan antara IK dan IP dengan traktor roda dua yang berimplemen
bajak singkal, gelebeg dan garu sisir, tenaga hewan serta tenaga manusia dengan
tinggi tanaman dan bobot kering biomassa tanaman padi.
Nilai indeks pelumpuran dari pelumpuran tanah sawah yang
menggunakan gelebeg, garu sisir, garu sisir yang ditarik tenaga hewan (kerbau),
dan eangkul berturut-turut adalah sebesar 61.21 %,55.97 %, 59.09 %, dan 47.01
%, sedangkan untuk indeks kelunakan berturut-turut adalah sebesar 80.27 %, 83.4
%, 81. CJ3 %, dan 76.31 %. Nilai efisiensi lapang pelumpuran tanah sawah
menggunakan gelebeg, garu sisir, dan garu sisir ditarik tenaga hewan (kerbau)
berturut-turut adalah 54.65 %, 45.19 %, dan 22.72 %.
Daya tumbuh padi setelah 60 hari setelah tanam (60 HST) dengan
implemen bajak singkal dan gelebeg meneapai bobot kering biomassa sebesar
25.81 gram/rumpun (6.45 ton/ha) dan tinggi tanaman sebesar 81.76 em dengan
waktu penanaman benih 4 h'lri setelah proses pe!llm!Jur'ln daD. niJai TP s",hes'lf
61.67 %, serta IK sebesar 82 %, sedangkan imp1emen bajak singkal dan garu sisir
dengan bobot kering biomassa hanya 20.25 gramirumpun (5.06 ton/ha) dan tinggi
tanaman sebesar 64.49 em yang dieapai pac!a kondisi tanah dengan nilai indeb
pelumpuran sebesar 54.56 % dan nilai indeks kelunakan sebesar 88.33 %. serta
waktu penanaman benih 6 hBri setelah pelumpuran.
Rasio uv merupakan perbandingan antara kecepatan linear pisau rotari
(rotor) dengan kecepatan maju traktor. Nilai indeks pelumpuran hasil pelumpuran
tanah dengan menggunakan gelebeg lebih tinggi dibandingkan garu sisir karena
disebabkan oleh gerakan dari masing-masing implemen. Dalarn mengolah tanah,
gelebeg bergerak searah maju traktor sebagai penarik (kecepatan maju traktor (v)
= 1) dan melakukan gerakan berputar (kecepatan linear rotor (u) = 1) sehingga
memiliki rasio uv = I sedangkan pada implemen garu sisir bergerak hanya searah
maju traktor saja (v = 1) serta u = 0, sehingga rasio uv garu sisir = 0. Selain gerak
imp lemen, persentase tekstur tanah (pasir, debu, liat) tempat pelumpuran
dilakukan memberikan pengaruh terhadap hasil pelumpuran yang diperoleh.
Makin kecilnya ukuran jarah makin luas pennukaan efektif yang dimilikinya,
sehingga daya jerap tanah semakin tinggi (Soepardi, 1983). Pad a lahan tempat
proses pelumpuran, semakin tingginya kandungan pasir dalam suatu tekstur
mengakibatkan daya menahan aimya makin rendah (perkolasi cepat) sehingga
pada proses pelumpuran air dan tanah sangat sulit untuk bercampur dan
membentuk suatu pasta yang akan mengakibatkan nilai indeks pelumpuran yang
maksimum sulit tercapai. Sedangkan jika makin tinggi kandungan liat dan debu
akan mengakibatkan nilai indcks pelumpuran makin tinggi.
Penelitian tentang topik ini dapat dilanjutkan dengan penambahan lokasi
untuk pengukuran bobot kering biomassa dan tinggi tanaman padi serta
melakukan pengukuran nilai indeks pelumpuran dan indeks kelunakan pada setiap
lintasan pelumpuran .. Pengukuran terhadap nilai indeks pelumpuran dan indeks
kelunakan dilakukan sesaat sebelum penanaman padi dapat dilanjutkan pada
penelit:an selanjutnya.