Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/87758
Title: Analisis Struktur Sekretori, Histokimia, Fitokimia, dan Potensi Antibakteri Tumbuhan Obat Antiinfeksi di Taman Nasional Bukit Duabelas, Jambi
Authors: Sulistijorini
Sulistyaningsih, Yohana Caecilia
Rafi, Mohamad
Muliyah, Evi
Issue Date: 2017
Publisher: Bogor Agricultural University (IPB)
Abstract: Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) merupakan kawasan hujan tropis dataran rendah di Provinsi Jambi. TNBD dihuni oleh suku Anak Dalam yang memanfaatkan tumbuhan obat di kawasan tersebut, salah satunya untuk mengobati gejala infeksi. Tumbuhan obat mengandung senyawa metabolit sekunder yang bermanfaat dalam bidang kesehatan, diantaranya sebagai antibakteri. Lingkungan memiliki peranan penting dalam proses sintesis metabolit sekunder. Faktor-faktor lingkungan tersebut antara lain cahaya, kelembapan, suhu, nutrisi tanah, dan iklim. Metabolit sekunder diproduksi oleh struktur sekretori. Struktur sekretori memiliki banyak tipe, diantaranya adalah sel idioblas, trikoma kelenjar, hidatoda, saluran nektar, dan saluran latisifer. Keberadaan metabolit sekunder pada tumbuhan dapat dideteksi melalui metode histokimia dan fitokimia. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji struktur sekretori, menganalisis secara kualitatif kandungan metabolit dengan metode histokimia dan fitokimia, serta mempelajari potensi tumbuhan obat antiinfeksi asal TNBD sebagai antibakteri. Pengambilan sampel mengikuti metode jelajah flora. Sebanyak 11 jenis tumbuhan obat antiinfeksi diamati. Sediaan mikroskopis dibuat untuk pengamatan struktur sekretori. Pengujian histokimia menggunakan reagen Wagner, Cupri asetat, feri triklorida, sudan IV, dan aluminium triklorida. Pengujian fitokimia mengikuti metode Harborne. Aktivitas antibakteri diuji dengan menggunakan metode difusi sumur. Suku Anak dalam menggunakan 9 jenis tumbuhan untuk mengobati diare, yaitu Aglaonema simplex, Macaranga gigantea, Horsfieldia grandis, H. polyspherula, H. wallichii, Syzygium baringtonioides, Rhodamnia cinerea, T. scandens, dan Nothocissus spicifera. Dua tumbuhan lain, yaitu Piper caninum dan Selaginella plana digunakan untuk mengobati infeksi pada kulit. Tumbuhan tersebut tumbuh di tanah yang memiliki pH 5.6 - 6.3 dan kelembapan tanah 38.3% - 73.7%. Tumbuhan tersebut hidup pada kelembapan udara relatif 58.4-68.5%, suhu udara 28.8-33.0 ºC, dan intensitas cahaya 546.2-1309.9 lux. Tumbuhan yang mendominasi adalah N. spicifera dan H. grandis. Struktur sekretori diamati pada organ tumbuhan yang digunakan oleh suku Anak Dalam sebagai bahan obat, meliputi: daun, batang, kulit batang, dan akar. Batang yang digunakan berasal dari tumbuhan A. simplex, T. scandens, dan N. spicifera yang terdiri atas bagian epidermis hingga kambium, sedangkan kulit batang yang terdiri atas lapisan epidermis dan korteks berasal dari tumbuhan M. gigantea, H. grandis, H. polyspherula, H. wallichii, S. baringtonioides, dan R. cinerea. Struktur sekretori yang ditemukan pada tumbuhan obat antiinfeksi yang diamati ada 2 tipe, yaitu sel idioblas dan trikoma kelenjar. Tipe struktur sekretori yang mendominasi adalah sel idioblas. Sel idioblas yang ditemukan pada kulit batang tersebar di lapisan korteks, dengan kerapatan tertinggi dimiliki oleh H. polyspherula yaitu sebesar 28.6±2.8/mm2. Kerapatan idioblas tertinggi pada batang ditemukan pada T. scandens, yaitu sebesar 55.0±2.5/mm2. Sel idioblas pada batang tersebar di epidermis, korteks, dan empulur. Trikoma kelenjar berupa trikoma biseluler ditemukan pada sisi adaksial dan abaksial daun P. caninum. Trikoma uniseluler ditemukan pada epidermis batang T. scandens. Berdasarkan uji histokimia, sel idioblas pada tumbuhan obat antiinfeksi yang diamati mengandung senyawa terpenoid, alkaloid, fenol, dan senyawa lipofilik. Trikoma kelenjar P. caninum mengandung senyawa terpenoid, alkaloid, fenol, flavonoid, dan senyawa lipofilik, sedangkan pada T. scandens hanya mengandung flavonoid. Analisis fitokimia menunjukkan bahwa semua ekstrak tumbuhan mengandung senyawa golongan terpenoid dan fenol. Secara umum, aktivitas penghambatan terbesar terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Eschericia coli ditunjukkan oleh ekstrak dengan konsentrasi 100 mg/ml, kecuali pada P. caninum dan S. plana. Ekstrak 100 mg/ml T. scandens memiliki aktivitas penghambatan terbesar terhadap S. aureus, yaitu 10.7 mm. sedangkan aktivitas penghambatan terbesar terhadap E. coli dihasilkan oleh ekstrak A. simplex yaitu 13.0 mm. Semua tumbuhan yang digunakan oleh suku Anak Dalam untuk mengobati diare menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap E. coli. Dua tumbuhan yang digunakan untuk mengobati infeksi pada kulit, yaitu P. caninum dan S. plana tidak menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap S. aureus.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/87758
Appears in Collections:MT - Mathematics and Natural Science

Files in This Item:
File SizeFormat 
2017emu.pdf
  Restricted Access
12.37 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.