Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/79234
Title: Kerentanan Wereng Batang Cokelat, Nilaparvata Lugens Stål (Hemiptera: Delphacidae), Dari Enam Lokasi Di Pulau Jawa Terhadap Tiga Jenis Insektisida
Authors: Dadang
Prijono, Djoko
Surahmat, Erwin Cuk
Issue Date: 2015
Publisher: Bogor Agricultural University (IPB)
Bogor Agricultural University (IPB)
Abstract: Wereng batang cokelat (WBC) Nilaparvata lugens Stål merupakan salah satu hama utama tanaman padi di Indonesia. Hama tersebut dapat berkembang biak secara cepat. WBC cepat berubah biotipe dan menjadi resisten terhadap insektisida. Selain itu WBC juga berperan sebagai vektor penyakit kerdil rumput dan kerdil hampa pada tanaman padi. Kehilangan hasil akibat serangan WBC dapat mencapai 70%. Selama ini belum banyak data mengenai resistensi populasi WBC terhadap insektisida yang banyak digunakan oleh petani padi. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mendapatkan informasi mengenai kerentanan populasi hama WBC dari enam lokasi di Pulau Jawa, yaitu Serang, Karawang, Subang, Indramayu, Purbalingga, dan Pasuruan terhadap insektisida imidakloprid (neonikotinoid, golongan 4A), BPMC (karbamat, golongan 1A) dan pimetrozin (azomektin, golongan 9B). Informasi ini selanjutnya dapat digunakan untuk menghasilkan rekomendasi penggunaan insektisida pengendali hama WBC secara spesifik lokasi. Koloni WBC yang diperoleh dari enam lokasi berbeda di Pulau Jawa dipelihara di rumah kaca dan imago yang baru terbentuk keturunan pertama digunakan dalam pengujian. Selama mengumpulkan WBC dari setiap daerah, sepuluh petani di sekitar lokasi tersebut diwawancarai mengenai jenis insektisida yang mereka gunakan untuk mengendalikan WBC dalam 2-5 tahun terakhir. Koloni WBC dari Balai Besar Padi Sukamandi, Subang, Jawa Barat digunakan sebagai pembanding. Metode pengujian kerentanan WBC terhadap insektisida uji yang digunakan adalah metode perlakuan pakan (metode residu pada tanaman) sesuai dengan metode Nomor 005 dari IRAC (www.irac-online.org). Pengujian dilakukan menggunakan enam tingkat konsentrasi yang berbeda dari insektisida uji yang diharapkan mengakibatkan kematian serangga uji dengan kisaran 0 < X < 100%. Konsentrasi tersebut ditentukan berdasarkan uji pendahuluan. Konsentrasi sediaan insektisida dibuat dengan mengencerkan formulasi insektisida uji pada volume tertentu dengan pengencer air ditambah non ionic wetter dengan konsentrasi 0.03%. Sepuluh bibit padi berumur 10-12 hari setelah semai (HSS) dimasukkan ke dalam gelas plastik berdiameter 19-20 mm. Agar direbus sesuai petunjuk pabrikan, lalu dituangkan pada permukaan gelas dalam kondisi hangat (suhu 37 oC) untuk menutupi seluruh permukaan gelas. Setelah agar membeku, gelas dibalikkan dan dicelupkan pada sediaan insektisida uji selama 10 detik. Bibit padi diangkat dan dikeringanginkan selama 15 menit, kemudian dimasukkan ke dalam kurungan plastik. Sepuluh individu imago yang baru terbentuk dimasukkan ke dalam kurungan plastik tersebut. Pengamatan dilakukan sesuai dengan golongan cara kerja insektisida uji dengan cara mencatat jumlah WBC yang mati dan yang masih hidup, 48 jam setelah aplikasi untuk insektsida berbahan aktif BPMC (karbamat), 72 jam setelah aplikasi untuk insektisida berbahan aktif imidakloprid (neonikotinoid), 7 dan 18 hari setelah aplikasi untuk insektisida berbahan aktif pimetrozin (penghambat makan Homoptera selektif). Suhu minimum dan maksimum ruangan dicatat, untuk ii pengujian dengan insektisida BPMC dan imidakloprid dilakukan di dalam laboratorium dengan kisaran suhu 25-30 oC, sedangkan pengujian dengan insektisida pimetrozin dilakukan di dalam rumah kaca dengan kisaran suhu 24-42 oC. Hubungan antara konsentrasi insektisida BPMC dan imidakloprid dengan tingkat kematian larva serangga uji pada waktu-waktu pengamatan tersebut dengan menggunakan analisis probit. Dari analisis probit data tingkat kematian yang diperoleh dalam pengujian tersebut dapat ditentukan LC50 masing-masing insektisida uji. Sebagai tolok ukur resistensi, digunakan nisbah resistensi (NR) yang dihitung dengan membandingkan LC50 populasi lapangan dengan LC50 populasi standar. Populasi serangga yang berasal dari lapangan dikatakan telah resisten jika memiliki NR ≥ 4. Indikasi resistensi telah terjadi jika NR ≥ 1. Untuk pimetrozin perlu data tambahan untuk mengetahui kerentanan populasi WBC, yaitu dengan menghitung persentase penghambatan perkembangan populasi dengan menggunakan rumus Abbott. Hasil perlakuan pada koloni BB Padi menunjukkan LC50 insektisida pimetrozin sebesar 1.7 ppm b.a., imidakloprid 244 ppm b.a., dan BPMC 216 ppm b.a. LC95 pimetrozin 959 ppm b.a. (3.2-3.8 kali konsentrasi anjuran), imidakloprid 3772 ppm b.a. (94.3-188.6 kali konsentrasi anjuran), dan LC95 BPMC 1322.5 ppm b.a. (0.66 kali konsentrasi anjuran). WBC dari keenam lokasi masih rentan terhadap insektisida pimetrozin (NR 1.2-2.2). Bila dilihat dari penghambatan populasi, WBC dari keenam lokasi masih rentan, terlihat dari perlakuan pada konsentrasi 50 ppm (seperlima konsentrasi anjuran di lapangan) mengakibatkan penghambatan perkembangan populasi WBC sebesar 100%. WBC populasi Pasuruan masih rentan terhadap imidakloprid (NR 2.0), tetapi WBC dari kelima lokasi lainnya sudah resisten (NR 4.8-108.1). Hanya WBC dari Indramayu yang telah resisten terhadap BPMC (NR 6.6) WBC dari kelima lokasi lainnya masih rentan (NR 2.5-3.0). Pemajanan populasi pembanding pada konsentrasi subletal (LC50) masing-masing insektisida sebanyak tiga generasi menyebabkan pergeseran kerentanan WBC terhadap BPMC tetapi hal tersebut tidak terjadi terhadap imidakloprid.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/79234
Appears in Collections:MT - Agriculture Technology

Files in This Item:
File SizeFormat 
2015ecs.pdf
  Restricted Access
16.58 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.