Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/59814
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorAstawan, Made
dc.contributor.authorSuhesti, Eri
dc.date.accessioned2013-01-25T04:02:19Z
dc.date.available2013-01-25T04:02:19Z
dc.date.issued2010
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/59814
dc.description.abstractMenurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2005), diare adalah penyebab nomor empat kematian dari seluruh penyakit di seluruh dunia. Di Indonesia, diare adalah pembunuh balita nomor dua setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Escherichia coli merupakan bakteri yang paling banyak ditemukan sebagai bakteri penyebab diare. Budiarti (1997) menyatakan Enteropatogenik Escherichia coli (EPEC) merupakan salah satu penyebab utama diare pada anak-anak di Indonesia dengan prevalensi 55% dari jumlah anak penderita diare. Dari hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 2008), sekitar 162 ribu balita di Indonesia meninggal setiap tahun atau sekitar 460 balita setiap harinya. Oleh karena itu, diperlukan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit diare. Probiotik adalah zat nutrisi tambahan berupa mikroorganisme hidup yang bermanfaat bagi induk yang memakannya dengan jalan meningkatkan keseimbangan populasi mikroba usus (Fuller, 1992). Lactobacillus plantarum 2C12 dan Lactobacillus fermentum 2B4 merupakan satu jenis probiotik yang telah ditemukan oleh Arief (2008) dari daging sapi mentah yang terbukti bersifat sebagai probiotik dan mampu menghasilkan senyawa antimikroba. Senyawa antimikroba yang dihasilkan mampu menghambat pertumbuhan bakteri enteropatogenik seperti Escherichia coli enterotoksigenik, Straphylococcus aureus dan Salmonella typhimurium. Namun sifat fungsional lainnya belum diteliti, khususnya sebagai pencegah suatu penyakit gastroenteritis, misalnya diare akibat infeksi EPEC. Beberapa strain proboitik juga mampu bersifat bakterisidal terhadap bakteri patogen termasuk EPEC, yaitu dengan cara meningkatkan status imun inang yang mengkonsumsinya atau bersifat imunomodulator. Hal tersebutlah yang melatarbelakangi penelitian ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji kemampuan bakteri asam laktat probiotik indigenus berupa Lactobacillus plantarum 2C12 dan Lactobacillus fermentum 2B4 sebagai antidiare pada tikus percobaan yang dipapar bakteri EPEC serta mengetahui dampaknya terhadap status hematologi (eritrosit, hematokrit, hemoglobin, trombosit, dan leukosit). Tahap pertama penelitian ini meliputi persiapan kultur BAL dan EPEC. Kultur induk disegarkan kembali dalam media de Man Rogosa Sharpe Broth (MRSB) untuk BAL dan media Nutien Agar untuk EPEC. Kemudian dilakukan pengenceran agar diperoleh populasi 108 cfu/ml untuk BAL dan 106 cfu/ml untuk EPEC. Kultur stok yang telah dibuat perlu diperbaharui setiap minggu agar aktivitasnya tidak berkurang dengan cara menyimpan dalam refrigerator. Tahap penelitian selanjutnya adalah pengujian secara in vivo. Jumlah tikus yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 95 ekor, yang dibagi kedalam 6 kelompok perlakuan. Setiap kelompok terdapat 15 ekor tikus dan 5 ekor tikus sisanya digunakan sebagai kelompok baseline. Masa adaptasi tikus selama 3 hari dan masa perlakuan selama 21 hari. Selama masa perlakuan, secara berkala dilakukan penghitungan jumlah konsumsi ransum dan pengukuran berat badan. Pembedahan tikus selama masa perlakuan dilakukan setiap 7 hari sekali. Darah tikus digunakan untuk analisis hematologi dengan parameter eritrosit, hematokrit, hemoglobin, trombosit, dan leukosit. Analisis hematologi dilakukan dengan menggunakan alat “Hematology Analyzer”. Pada umumnya berat badan tikus mengalami kenaikan selama pemeliharaan. Akan tetapi, pada tikus yang diinfeksi EPEC, yaitu tikus kelompok BAL L. plantarum 2C12 + EPEC, BAL L. fermentum 2B4 + EPEC, dan kontrol positif, mengalami penurunan berat badan sejak hari ke-12 hingga ke-21. Hal ini disebabkan tikus tersebut mengalami infeksi saluran pencernaan oleh EPEC, sehingga proses penyerapan zat-zat gizi di dalam usus menjadi terganggu. Kejadian diare pada tikus dimulai sejak satu minggu dicekok EPEC dan berlangsung secara terus-menerus. Feses tikus yang diinfeksi EPEC dengan atau tanpa pemberian BAL mengalami diare (yang ditunjukkan dengan penampakkan feses yang lebih lembek) sedangkan kelompok tikus yang tidak diberi cekok EPEC, fesesnya tidak mengalami diare (feses cukup keras). Namun Kelompok tikus yang hanya diberikan EPEC saja tanpa pemberian BAL mengalami diare yang lebih parah. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya kadar air feses mencapai 63.95% pada hari ke-14 dan 68,92% pada hari ke-21. Kelompok kontrol positif umumnya memiliki status hematologi yang paling rendah dibandingkan kelompok tikus lainnya kecuali pada jumlah leukosit. Jumlah eritrosit, hematokrit, hemoglobin, trombosit, dan leukosit pada kelompok kontrol positif secara berturut-turut adalah 7,07 juta/L, 39,13%, 14,5 g%, 383 ribu/L, dan 4433 sel/L. Penambahan probiotik BAL L. plantarum 2C12 atau L. fermentum 2B4 pada tikus yang diinfeksi EPEC mampu mempertahankan jumlah eritrosit, hematokrit, dan hemoglobin tikus pada jumlah yang normal. Berdasarkan penelitian ini, pemberian BAL L. plantarum 2C12 lebih efektif dalam mempertahankan jumlah eritrosit, hematokrit dan hemoglobin tikus yang diinfeksi EPEC dibandingkan penambahan BAL L. fermentum 2B4.en
dc.subjectBogor Agricultural University (IPB)en
dc.titleDampak Pemberian Bakteri Asam Laktat Probiotik Indigenus terhadap Status Hematologi Tikus Percobaan yang Dipapar Enteropatogenik Escherichia coli (EPEC).en
Appears in Collections:UT - Food Science and Technology

Files in This Item:
File SizeFormat 
F10esu.pdf
  Restricted Access
852.14 kBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.