Please use this identifier to cite or link to this item:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/171468| Title: | Uji Terap Fertigator Otomatis Nirdaya dalam Greenhouse untuk Pembibitan Lamtoro (Leucaena leucocephala) dengan Media Tanam Lumpur Limbah |
| Other Titles: | Performance Test of Nonpowered Automatic Fertigator (FONi) in a Greenhouse for Leucaena leucocephala Nursery Using Waste Sludge Growing Media |
| Authors: | Setiawan, Budi Indra Saptomo, Satyanto Krido Thaha, Raihan Anwar |
| Issue Date: | 2025 |
| Publisher: | IPB University |
| Abstract: | Produksi air bersih oleh PT Krakatau Tirta Industri (PT KTI) menghasilkan
limbah lumpur yang belum bisa dimanfaatkan dalam jumlah banyak. Produksi
lumpur mencapai 3,2 m3 per hari berdasarkan data pada tahun 2001. Peningkatan
aktivitas perekonomian di sekitar PT KTI (Kota Cilegon) tentu meningkatkan
permintaan air bersih yang berimplikasi pada meningkatnya produksi lumpur.
Penelitian sebelumnya sudah menguji limbah lumpur untuk dijadikan batako,
tetapi hasilnya buruk karena mudah rapuh. Meskipun demikian, limbah lumpur ini
memiliki kandungan organik tinggi karena berasal dari erosi di DAS yang terbawa
ke dalam instalasi pengolahan air. Berdasarkan hal tersebut, limbah lumpur
memiliki potensi untuk dijadikan media tanam. Penelitian sebelumnya sudah
menguji limbah lumpur dengan penambahan zeolit dan DHP pada bayam dapat
meningkatkan pertumbuhan tanaman. Terdapat juga penelitian yang mengolah
limbah lumpur menjadi kompos, tetapi masih belum memenuhi baku mutu SNI
pada parameter alumunium (Al). Pada dasarnya, limbah lumpur ini tidak bernilai
secara ekonomi sehingga jika diberi tambahan bahan atau pengolahan tertentu akan
meningkatkan biaya produksi yang justru membebani biaya operasional. Maka dari
itu, perlu diteliti pemanfaatan dengan cara yang lebih sederhana dan memilki nilai
jual.
Tanaman yang ditanam pada media limbah lumpur ini juga perlu memiliki
ketahanan terhadap logam seperti alumunium dan mangan yang terdapat dalam
limbah ini sekaligus bukan tanaman yang dikonsumsi secara langsung oleh manusia.
Salah satu tanaman yang dapat beradaptasi pada berbagai kondisi dan tidak
dikonsumsi manusia langsung serta memiliki manfaat adalah lamtoro. Lamtoro
dapat dijadikan biobriket karena memiliki kepadatan energi yang tinggi. Selain itu,
lamtoro juga bisa dijadikan penahan erosi. Maka dari itu, penelitian ini memilih
tanaman lamtoro untuk ditanam pada limbah lumpur.
Agar pembibitan lamtoro efisien, digunakan irigasi yang disebut Fertigator
Otomatis Nirdaya (FONi). Irigasi ini bekerja pada prinsip evapotranspiratif
sehingga air yang digunakan tidak terbuang secara percuma. Sistem irigasi tersebut
bekerja secara otomatis tanpa daya input yang diperlukan karena hanya bekerja
berdasarkan gravitasi. Air yang digunakan berasal dari tanki pemanenan air hujan
sehingga memiliki energi dalam bentuk head yang besar.
Pembibitan tanaman sebaiknya dilakukan dalam kondisi yang terjaga seperti
dalam Greenhouse. Greenhouse memiliki iklim mikro yang berbeda dengan di luar
greenhouse. Maka dari itu, perlu juga diteliti iklim mikro dalam greenhouse. Salah
satu parameter iklim yang penting adalah suhu udara dalam greenhouse. Suhu udara
ini bisa dimodelkan pada kondisi unsteady state dengan konsep kesetimbangan
panas.
Penelitian ini menggunakan alat berupa stasiun cuaca otomatis yang dipasang
di luar dan di dalam greenhouse untuk pemodelan suhu dalam greenhouse. Pada
saat penanaman lamtoro, stasiun cuaca otomatis di dalam greenhouse digunakan
untuk mengukur cuaca yang digunakan dalam menghitung evapotranspirasi
potensial. Lamtoro disemai selama 1 bulan lalu dipindahtanamkan ke FONi. Diatur
ketinggian muka air 4 cm dari dasar bak kontrol. Media tanam limbah lumpur
kering dicacah agar mudah dimasukkan ke dalam polybag lalu ditambahkan di
atasnya lumpur basah yang diaduk dengan pasir (perbandingan 1:1). Penambahan
pasir untuk meningkatkan aerasi agar akar dapat berkembang dengan baik.
Digunakan pupuk AB mix yang dicampur dalam tanki nutrisi dengan perbandingan
5 mL tiap 1 liter air.
Data yang digunakan untuk pemodelan adalah 152 hari (17 Juli 2024 s.d. 15
Desember 2024). Adapun untuk pembibitan lamtoro selama 84 hari (18 Mei 2025
s.d. 10 Agustus 2025). Tiap 1 pekan lamtoro diukur tinggi dan diameternya serta
dicatat jumlah tangkai daun untuk mengukur pertumbuhannya. Dicatat juga air
yang digunakan tiap 1 pekan tersebut.
Model pindah panas disederhanakan dengan mengganggap suhu udara sama
dengan suhu atap dan suhu lantai sehingga kesetimbangan panas hanya dipengaruhi
radiasi dan suhu luar. Pemodelan suhu dalam greenhouse dilakukan dengan
menggunakan metode Runge-Kutta ordo 4. Dilakukan kalibrasi menggunakan tools
solver pada Microsoft Excel untuk meningkatkan koefisien determinansi dengan
mencari nilai koefisien dalam model pindah panas tersebut. Setelah didapat
koefisien pada model yang menghasilkan koefisien determinansi (R2) terbaik.
dhitung juga root mean square error (RMSE) untuk menilai performa dari model
terhadap hasil pengukuran. Iklim mikro dalam greenhouse juga diteliti untuk
melihat pengaruh fluktuasinya terhadap model.
Hasil penelitian menunjukkan iklim mikro dalam greenhouse tidak lebih
fluktuatif dibanding luarnya yang ditandai dengan nilai standar deviasi yang lebih
rendah pada parameter suhu, radiasi, dan kelembapan relatif. Diketahui juga bahwa
di luar greenhouse lebih panas saat siang dan lebih dingin saat malam. Radiasi di
dalam greenhouse lebih kecil dibanding luar greenhouse karena terdapat paranet
dan atap yang menurunkan transmisivitas. Terjadi hujan dengan akumulasi 2039
mm pada 82 hari hujan yang menjadi penyebab fluktuasi iklim.
Model pindah panas yang disederhanakan dapat memprediksi suhu udara
dalam greenhouse dengan baik meski terdapat banyak fluktuasi. Didapatkan nilai
R2 0,9051 yang artinya model fit atau cocok dengan data hasil pengukuran.
Didapatkan juga nilai RMSE 1,31 yang artinya galat rerata bernilai 1,31 °C. Namun,
model ini belum bisa memprediksi suhu ekstrim baik maksimum maupun minimum
karena menghasilkan selisih sampai 5 °C.
Pertumbuhan lamtoro dengan media tanam lumpur limbah KTI lebih rendah
daripada dengan tanah biasa yang terlihat dari ketinggian, diameter, dan jumlah
tangkai daun. Pada 84 hari setelah tanam, rata-rata tinggi dengan limbah KTI hanya
44,6 cm sedangkan tanah biasa 63,8 cm, rerata diameter limbah KTI hanya 5,3 mm
sedangkan tanah biasa 6,9 mm, serta rerata jumlah tangkai daun limbah KTI hanya
127 tangkai sedangkan tanah biasa 176 tangkai. The production of clean water by PT Krakatau Tirta Industri (PT KTI) generates sludge waste that has not yet been effectively utilized in large quantities. Based on data from 2001, sludge production reached 3,2 m³ per day. The increasing economic activities around PT KTI (Cilegon City) have inevitably raised the demand for clean water, which consequently increases sludge production. Previous studies attempted to use sludge waste as bricks, but the results were unsatisfactory due to its fragility. However, the sludge contains high organic matter originating from erosion in the watershed that enters the water treatment plant. This suggests that the sludge has potential as a planting medium. Earlier studies demonstrated that the addition of zeolite and DHP to sludge improved spinach growth. Other research has also processed sludge into compost, although it failed to meet the Indonesian National Standard (SNI) for aluminum (Al) content. Despite this, the sludge itself has little economic value, meaning that additional processing or amendments would increase production costs and burden operational expenses. Therefore, it is necessary to explore simpler and more marketable methods of utilization. Plants grown in sludge-based media must also exhibit tolerance to metals such as aluminum and manganese present in the sludge, while not being directly consumed by humans. One suitable plant is Leucaena leucocephala (commonly known as Leucaena), which is highly adaptable to various conditions, non-food, and provides multiple benefits. Leucaena can be used as bio-briquettes due to its high energy density and also serves as an erosion control plant. For these reasons, this study selected Leucaena for cultivation in sludge waste. To enhance the efficiency of Leucaena seedling production, an irrigation system known as Fertigator Otomatis Nirdaya (FONi) was employed. This system operates on the principle of evapotranspiration, ensuring that water is not wasted. The irrigation runs automatically without energy input, relying solely on gravity. The water source is a rainwater harvesting tank, providing potential energy in the form of hydraulic head. Seedling activities are best carried out under controlled conditions such as in a greenhouse. Greenhouses create a microclimate that differs from the external environment, hence studying their microclimatic conditions is essential. Among the most critical parameters is air temperature, which can be modeled under unsteady state conditions using heat balance concepts. This research employed automatic weather stations (AWS) installed both inside and outside the greenhouse for temperature modeling. During Leucaena cultivation, the AWS inside the greenhouse was also used to measure weather data for potential evapotranspiration calculations. Leucaena was germinated for one month and then transplanted into the FONi system. The water level was maintained at 4 cm from the bottom of the control tank. Dried sludge was chopped to facilitate its use in polybags, then topped with a mixture of wet sludge and sand (1:1 ratio). Sand addition was intended to enhance aeration and support root development. AB mix fertilizer was added at a concentration of 5 mL per liter of water in the nutrient tank. Data for modeling were collected over 152 days (July 17, 2024 – December 15, 2024), while Leucaena seedling growth was monitored for 84 days (May 18, 2025 – August 10, 2025). Plant height, stem diameter, and leaf stalk count were measured weekly, along with irrigation water usage. The heat transfer model was simplified by assuming air temperature was equal to roof and floor temperatures, so that heat balance was only influenced by radiation and external temperature. Greenhouse air temperature was modeled using the fourth-order Runge-Kutta method. Calibration was performed with the Solver tool in Microsoft Excel to optimize the heat transfer coefficients and improve the coefficient of determination (R²). Model accuracy was evaluated using root mean square error (RMSE). Additionally, microclimatic fluctuations were analyzed for their influence on model performance. Results showed that the greenhouse microclimate was less fluctuating than the external environment, as indicated by lower standard deviations in temperature, radiation, and relative humidity. Outside the greenhouse, temperatures were higher during the day and lower at night. Radiation inside was lower due to shading by the roof and paranet, reducing transmissivity. A total rainfall of 2039 mm over 82 rainy days contributed to climatic fluctuations. The simplified heat transfer model successfully predicted greenhouse air temperature despite significant fluctuations. The model achieved an R² of 0,9051, indicating a good fit with the observed data, and an RMSE of 1,31 , meaning the average error was 1,31 °C. However, the model was less accurate in predicting extreme temperatures, with differences of up to 5 °C between measured and simulated values. Leucaena growth in PT KTI sludge media was lower than in normal soil, as indicated by plant height, diameter, and leaf stalk numbers. After 84 days, the average height in sludge media was 44,6 cm compared to 63,8 cm in soil, the mean stem diameter was 5,3 mm versus 6,9 mm, and the mean leaf stalk count was 127 compared to 176. |
| URI: | http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/171468 |
| Appears in Collections: | MT - Agriculture Technology |
Files in This Item:
| File | Description | Size | Format | |
|---|---|---|---|---|
| cover_F4501241022_bbbc381b76684b638300ff8ae5353870.pdf | Cover | 628.14 kB | Adobe PDF | View/Open |
| fulltext_F4501241022_1048c4c1a5cb4d3b97023756e00ff888.pdf Restricted Access | Fulltext | 2.18 MB | Adobe PDF | View/Open |
| lampiran_F4501241022_445bc54d13834fee8f35f15528c9df94.pdf Restricted Access | Lampiran | 5.2 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.