Pemanfaatan Limbah Kulit Ceri Kopi menjadi Briket pada CV Malabar Indonesia Kabupaten Bandung

Abstract

Peningkatan produksi kopi arabika di Kabupaten Bandung berdampak langsung terhadap meningkatnya volume limbah organik yang berpotensi mencemari lingkungan. CV Malabar Indonesia, sebagai salah satu perusahaan pengolahan kopi arabika di wilayah tersebut, belum memiliki sistem pengelolaan limbah organik yang optimal, khususnya dalam menangani limbah kulit ceri kopi. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi pengembangan bisnis melalui analisis faktor internal dan eksternal perusahaan, menghitung besarnya nilai tambah, serta mengevaluasi kelayakan pendirian unit usaha briket berdasarkan pendekatan aspek non-finansial dan finansial. Hasil kajian menunjukkan bahwa pendirian unit usaha tersebut dinilai layak secara non-finansial maupun finansial. Analisis kelayakan dilakukan dengan dua skenario pembiayaan, yakni menggunakan modal pribadi. Nilai kelayakan finansial menunjukkan hasil positif dengan Net Present Value (NPV) sebesar Rp40.525.852, Internal Rate of Return (IRR) sebesar 53%, serta Net B/C dan Gross B/C yang masing-masing melebihi angka 1, yaitu 2,59 untuk Net B/C, serta 1,08 untuk Gross B/C. Payback period juga lebih pendek dibandingkan umur bisnis, yaitu selama 2 tahun 8 bulan 12 hari.

The increase in arabica coffee production in Bandung Regency has directly contributed to the growing volume of organic waste, which poses a potential threat to the environment. CV Malabar Indonesia, as one of the arabica coffee processing companies in the region, has not yet implemented an optimal organic waste management system, particularly in handling coffee cherry skin waste. This study aims to formulate a business development strategy through internal and external factor analysis, calculate the value added, and evaluate the feasibility of stablishing a briquette business unit based on non-financial and financial aspects. The findings indicate that the establishment of the business unit is feasible from both non financial and financial perspectives. The feasibility analysis was conducted using a single financing scenario—self-financing. The financial feasibility indicators show positive results, with a Net Present Value (NPV) of Rp40,525,852, an Internal Rate of Return (IRR) of 53%, and both Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) and Gross Benefit-Cost Ratio (Gross B/C) exceeding 1, at 2.59 and 1.08 respectively. The Payback Period is also shorter than the business lifespan, at 2 years, 8 months, and 12 days.