Pola Relasi Implementasi Program Citarum Harum: Studi Kasus Desa Tarumajaya, Bandung

Abstract

YUSRIL PERDIANSYAH NUR. Pola Relasi Implementasi Program Citarum Harum: Studi Kasus Desa Tarumajaya, Bandung. Dibimbing oleh SOFYAN SJAF dan MELANI ABDULKADIR-SUNITO. Gambaran Sungai Citarum kotor tercemar yang muncul pada tayangan video tahun 2017 menjadi salah satu alasan dikeluarkannya PerPres no.15/2018 mengenai percepatan pengendalian pencemaran dan kerusakan DAS Citarum. Permasalahan di daerah hulu dan tengah mencakup 486.558 Ha lahan kritis, alih fungsi lahan hutan, limbah ternak sapi dan limbah industri. Perpres ini dimanifestasikan dalam bentuk program kerja “Citarum Harum” yang melibatkan pemerintah, pengusaha, akademisi, media dan komunitas sebagai pemangku kepentingan atau stakeholder. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentitifkasi stakeholder berdasarkan responsibilitas dan akuntabilitas, serta menganalisa pola relasi dan mekanisme sinergitas di antara kelima stakeholder, dalam implementasi program Citarum Harum di Desa Tarumajaya yang terletak di hulu Sungai Citarum. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Pengumpulan data primer dilakukan melalui observasi lapangan, wawancara mendalam dan FGD bersama stakeholder pengelola DAS Hulu Citarum. Terdapat 10 tineliti yang mewakili stakeholder yaitu akademisi, pemerintah, pebisnis, media, dan masyarakat. Penelitian lapang dilakukan pada bulan Februari hingga Agustus 2024. Penelitian ini menunjukkan bahwa: stakeholder terdiri dari akademisi, pemerintah (Pemdes Tarumajaya, Satgas Citarum, DPMD Jabar, BBWS Citarum, dan Aparat TNI), media (KIM), bisnis (KPBS Pangalengan), dan komunitas (Walhi Jabar dan masyarakat lokal). Responsibilitas dalam pengelolaan DAS Hulu Citarum dimaknai sebagai tugas moral kewajiban stakeholder dan sebagai penyebab dari tindakan. Akuntabilitas dimaknai sebagai keadaan yang dapat dipertanggungjawabkan. Pola relasi yang terbentuk antar stakeholder pseudo sinergi, yaitu sebuah relasi yang terjalin secara formal namun tidak menghasilkan kolaborasi substantif. Hal ini terlihat karena meskipun sebagian besar interaksi telah berciri asosiatif dalam bentuk kerja sama dan akomodasi, namun masih cukup banyak interaksi yang disosiatif dalam bentuk kontravensi dan konflik, Pseudo sinergi ini terjadi pada mekanisme implementasi pengelolaan DAS yang didominasi pendekatan top-down, akibat stakeholder pemerintah melalui Satgas Citarum menunjukkan koordinasi yang bersifat komando teritorial. Selain itu, koordinasi cenderung tidak terintegrasi; keterlibatan masyarakat dan organisasi lokal bersifat insidental dan berorientasi; terjadi duplikasi peran dan tumpang tindih kewenangan antar instansi; serta minimnya evaluasi lintas aktor yang bersifat reflektif. Meskipun demikian, telah muncul inisiatif lokal seperti kaderisasi Patriot Desa dan Forum Harmonisasi kebijakan yang diharapkan akan mengembangkan sinergi pentahelix yang berkelanjutan.

Kata Kunci: Interaksi sosial, multistakeholder, pengelolaan hulu Citarum, dan sinergi pentahelix.