Konsumsi Makanan Selingan pada Anak Usia 6-23 Bulan, Persepsi Ibu, serta Kaitannya dengan Praktik Pemberian MP-ASI di Kota Depok

Abstract

Praktik pemberian makan anak usia 6-23 bulan utamanya terdiri dari Air Susu Ibu (ASI) dan dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Praktik pemberian MP-ASI terdiri dari MP-ASI pokok yang dikonsumsi saat makan utama dan MP-ASI kudapan yang dikonsumsi di antara waktu makan. Selain MP-ASI kudapan yang merupakan makanan bergizi, anak juga seringkali diberikan makanan selingan di antara waktu makan utama untuk pengenalan tekstur dan rasa. Produk makanan selingan/snack yang beredar di pasaran saat ini dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu makanan selingan untuk umum (MSU) yang tidak ada peruntukan usia secara khusus dan makanan selingan untuk anak (MSA) yang diperuntukkan bagi anak 1-3 tahun. MSA tidak termasuk dalam kelompok MP-ASI maupun MSU. Dalam hal peredaran, produk MSA memiliki beberapa permasalahan, antara lain: (1) desain kemasan produk MSA seringkali mirip dengan produk MP-ASI; (2) ditemukan beberapa produk yang tidak mencantumkan informasi “Bukan termasuk MP-ASI” sebagaimana diatur oleh BPOM; (3) ditempatkan di rak display yang sama dengan produk MP-ASI pada fasilitas ritel modern; dan (4) seringkali diiklankan sebagai MP-ASI pada marketplace dan media sosial. Selain itu, dengan rendahnya kesadaran konsumen untuk membaca label dapat berpotensi menyebabkan konsumen tidak dapat membedakan produk MP-ASI dan MSA dengan baik. Hal tersebut dapat membingungkan konsumen sehingga berpotensi mengganggu praktik pemberian MP-ASI. Penelitian mengenai tingkat konsumsi produk makanan selingan pada kelompok usia 6-23 bulan telah banyak dilakukan dan menunjukkan hasil yang cukup tinggi. Namun demikian, ruang lingkup penelitian tersebut masih terbatas pada produk MSU. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh pola konsumsi makanan selingan (MSA dan MSU) pada anak usia 6-23 bulan, mengidentifikasi persepsi dan perilaku ibu terhadap pemberian produk makanan selingan yang dikaitkan dengan praktik pemberian MP-ASI, serta penyusunan usulan untuk lembaga yang berwenang dan pelaku usaha berdasarkan hasil penelitian. Penelitian dilakukan di Kota Depok, Jawa Barat. Data diperoleh melalui pengisian kuesioner dengan wawancara langsung pada ibu yang memenuhi kriteria inklusi, yaitu memiliki anak usia 6-23 bulan, berdomisili di Kota Depok dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian. Konsumsi harian dan asupan gizi MSA untuk setiap anak dihitung berdasarkan data yang diperoleh melalui semi-quantitative Food Frequency Questionnaire. Kuesioner telah dinyatakan valid dan reliabel setelah melalui uji coba terhadap 30 responden. Penelitian juga telah lolos kaji etik (ethical approval) oleh Komisi Etik Penelitian yang Melibatkan Subyek Manusia Institut Pertanian Bogor. Sebanyak 110 responden berpartisipasi dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa MSA hanya dikonsumsi oleh 55,45% anak usia 6-11 bulan dan 12-23 bulan selama dua bulan terakhir. Meskipun penelitian ini dilakukan terhadap anak usia 6-23 bulan, konsumsi MSU justru terlihat lebih tinggi daripada MSA (74,55%). Konsumsi MSU yang tinggi pada anak usia 6-23 bulan menimbulkan kekhawatiran terkait dengan kemungkinan konsumsi BTP yang tidak sesuai, seperti BTP pengawet, pemanis dan penguat rasa yang tidak diizinkan untuk kelompok usia tersebut. Sebagian besar anak mengonsumsi makanan selingan di antara waktu makan yang telah sesuai dengan tujuan produk, meskipun terdapat beberapa anak yang mengonsumsi pada waktu makan. Pola konsumsi yang kurang tepat juga terlihat pada usia pertama kali pemberian produk, dimana 74,55% ibu memberikan produk makanan selingan pada anak sebelum usia satu tahun. Konsumsi produk yang cenderung manis pada usia dini dapat meningkatkan risiko obesitas pada masa bayi. Asupan rata-rata dan kontribusi harian energi, lemak total, protein, karbohidrat total, gula, dan natrium dari MSA pada anak usia 6-11 bulan dan 12-23 bulan relatif rendah (< 20% AKG). Kondisi tersebut dinilai belum mengkhawatirkan. Namun demikian, ditemukan asupan energi, lemak total, protein, karbohidrat total, dan natrium yang tinggi pada beberapa anak di kedua kelompok usia. Asupan yang tinggi kemungkinan disebabkan oleh porsi konsumsi melebihi takaran saji, frekuensi pemberian melebihi anjuran konsumsi dan anak mengonsumsi banyak jenis MSA sehingga terjadi akumulasi. Asupan MSA yang berlebihan pada beberapa anak dikhawatirkan dapat membuat anak kenyang, sehingga menurunkan asupan ASI dan MP-ASI yang memiliki kandungan zat gizi makro dan mikro yang lebih lengkap. Sebanyak 58,18% responden menyatakan selalu membaca label sebelum membeli produk, dengan informasi yang paling sering dicermati adalah berupa tanggal kedaluarsa, merek dagang dan keterangan halal. Faktor yang paling memengaruhi responden dalam pemilihan produk MP-ASI pabrikan dan MSA adalah merek dagang yang mungkin disebabkan oleh branding produk. Pada penelitian ini, harga tidak termasuk dalam faktor utama yang memengaruhi ibu dalam memilih produk bagi anaknya. Sebagian besar ibu mengetahui bahwa produk MP-ASI dan MSA berbeda. Namun demikian, sebagian besar ibu menganggap pemberian makanan selingan penting untuk meningkatkan asupan gizi, yang tidak sesuai dengan tujuan utama produk. Keberadaan MP-ASI pokok, MP-ASI kudapan dan MSA sekaligus di pasaran dinilai membingungkan konsumen. Pengaturan jadwal pemberian dan porsi makanan selingan merupakan aspek penting untuk diperhatikan agar praktik pemberian MP-ASI tidak terganggu. Berdasarkan hasil penelitian, diusulkan kepada Pemerintah (instansi yang berwenang) untuk: (1) menggalakkan program sosialisasi dan edukasi terkait konsumsi makanan selingan, pembatasan paparan rasa manis dan asin, dan peningkatan kesadaran konsumen untuk membaca label; (2) membatasi pemasaran produk MSU untuk anak; dan (3) merevisi standar pelabelan MSA agar lebih informatif. Untuk pelaku usaha, diusulkan untuk memenuhi ketentuan pelabelan, mengedukasi konsumen, mengembangkan produksi MSA sesuai kebutuhan anak, dan mengedarkan MSA dengan benar.

Feeding practices for children aged 6-23 months consist primarily of breast milk and complementary foods (MP-ASI). The complementary food feeding practice consists of “MP-ASI as meal” consumed during the main meal and “MP-ASI as snack” consumed between meals. In addition to “MP-ASI as snack” as nutritious snacks, children are also often given snacks between main meals for texture and flavor recognition. Snack products on the market today can be divided into two groups, namely general snacks (MSU) with no specific age designation and children's snacks (MSA) for children 1-3 years old. MSA is neither included in the complementary food group nor MSU. In terms of trade, MSA products have several problems, including: (1) the packaging design of MSA products is often similar to complementary food products; (2) some products are found not to include the information "Not including complementary food" as regulated by BPOM; (3) placed on the same display shelf as complementary food products in modern retail facilities; and (4) often advertised as complementary food on marketplaces and social media. In addition, consumers' low awareness of label reading could potentially cause them to not be able to distinguish between complementary food and MSA products properly. This may confuse consumers and potentially disrupt complementary feeding practice Several studies have been conducted on the consumption levels of snacks in the 6-23 month age group and have shown quite high results. However, the scope of these studies is still limited to MSU products. Therefore, the objectives of this study were to obtain the consumption pattern of MSA and MSU in children aged 6-23 months, to identify mothers' perceptions and behaviors towards the provision of these products which are associated with complementary feeding practices, and to formulate suggestions for authorized institutions and businesses based on the results of the study. The study was conducted in Depok City, West Java. Data were obtained by filling out questionnaires with direct interviews with mothers who met the inclusion criteria, namely having children aged 6-23 months, living in Depok City and willing to participate in the study. Daily consumption and nutrient intake of MSA for each child were calculated based on data obtained through the semi-quantitative Food Frequency Questionnaire. The questionnaire was valid and reliable after a pilot test on 30 respondents. The study also passed ethical approval by the Ethics Committee for Research Involving Human Subjects, IPB University. A total of 110 respondents participated in this study. The results showed that MSA was consumed by only 55.45% of children aged 6-11 months and 12-23 months during the last two months. Although this study was conducted among children aged 6-23 months, MSU consumption was higher than MSA (75.45%). The high consumption of MSU in these age group raises concerns regarding the possible consumption of inappropriate food additives, such as preservatives, sweeteners and flavor enhancers. Most children consumed snacks between meals which was in line with the product's purpose, although there were some children who consumed them at mealtimes. Inappropriate consumption patterns were also seen in the age of first introduction of products, where 74.55% of mothers gave these snack products to children before the age of one year. Consumption of these products that tend to be sweet at an early age may increase the risk of obesity in infancy. The mean intake and daily contribution of energy, total fat, protein, total carbohydrate, sugar and sodium from MSA in children aged 6-11 months and 12-23 months were relatively low (< 20% AKG). This condition was considered not yet worrying. However, high intakes of energy, total fat, protein, total carbohydrate and sodium were found in some children in both age groups. High intakes may be due to consumption portions exceeding serving sizes, frequency of consumption exceeding consumption recommendations and children consuming multiple types of MSA resulting in accumulation. Excessive intake of MSA in some children is feared to satiate the child, thereby reducing the intake of breast milk and complementary foods, which have more complete macro and micronutrient content. A total of 58.18% of respondents stated that they always read labels before buying products, with the most frequently observed information consisting of expiration dates, brand names and halal information. The factor that most influenced respondents in choosing commercial complementary food and MSA products was the brand name, which may be due to product framing. In this study, price did not seem to be the main factor influencing mothers in choosing products for their children. Most mothers knew that complementary food and MSA products are different. However, most of them considered snack feeding important to increase nutritional intake, which is contrary to the main purpose of the product. The existence of “MP-ASI as meal”, “MP-ASI as snack”, and MSA in the market at the same time was considered confusing for consumers. It is important to manage the feeding schedule and portion size of the snacks so that complementary feeding practices are not disrupted. Based on the results of the study, it is proposed to the Government (authorized agencies) to: (1) promote socialization and education programs related to the consumption of snacks, limiting exposure to sweet and salty flavors, and increasing consumer awareness to read labels; (2) limit the marketing of MSU products for children; and (3) revise MSA labeling standards to be more informative. For businesses, it is proposed to comply with labeling requirements, educate consumers, develop MSA production according to children's needs, and distribute MSA properly.