Aplikasi Slow-Release Fertilizer untuk Pertumbuhan Sengon (Falcataria moluccana Miq.) dan Padi (Oryza sativa L.)

Abstract

Produksi kayu di Indonesia pada tahun 2020 mencapai 81,3 juta m3 yang menurun dari tahun sebelumnya sebesar 84,6 juta m3 . Permintaan kayu di Indonesia sebesar ± 82 juta m3 /tahun. Gap antara kebutuhan dan produksi kayu perlu segera dipenuhi. Kayu bulat sengon (F. moluccana) menyumbang 12% produksi kayu di Indonesia, namun produksinya terpusat di Pulau Jawa dengan pola tanam dominan monokultur. Luas lahan untuk budidaya tanaman semakin menyempit. Optimalisasi lahan dapat dilakukan dengan mengombinasikan sengon dengan tanaman sela, yaitu padi gogo (O. sativa) melalui sistem agroforestri. Padi gogo adalah padi yang dapat tumbuh di lahan kering. Salah satu varietas unggul adalah padi gogo IPB 9G. Agroforestri sengon dengan padi di lahan kering memiliki faktor pembatas yakni kesuburan tanah. Aplikasi pupuk yang melepas hara secara lambat/slow-release fertilizer (SRF) dengan kitosan (CS) dapat digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman sengon dan padi secara agroforestri. Tujuan penelitian ini adalah (i) menganalisis aplikasi SRF terhadap perkecambahan dan pertumbuhan sengon dan padi gogo, (ii) menganalisis tingkat pelepasan unsur hara pada SRF, serta (iii) menganalisis pengaruh pola tanam agroforestri terhadap pertumbuhan sengon dan padi gogo. Uji perkecambahan menggunakan rancangan acak lengkap 1 faktor (jenis pupuk) dengan 6 taraf yaitu, (i) tanpa pupuk (P0), (ii) SRF CS dosis 0,5% bobot 0,03 g (P1), (iii) SRF CS 0,5% 0,01 g (P2), (iv) SRF CS 0,7% 0,03 g (P3), (v) SRF CS 0,7% 0,01 g (P4), dan (vi) pupuk NPK konvensional. Uji pertumbuhan menggunakan rancangan petak terpisah 2 faktor. Faktor utama adalah pola tanam dengan 3 taraf, monokultur sengon (MS), monokultur padi (MP), dan agroforestri sengon-padi (AF). Faktor kedua adalah jenis pupuk dengan 6 taraf. Penelitian dilakukan di laboratorium dan rumah kaca Silvikultur, Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, IPB. Hasil penelitian pada uji perkecambahan menunjukkan bahwa SRF P4 menghasilkan persen kecambah yang tinggi pada benih sengon, sedangkan P2 menghasilkan perkecambahan yang tinggi pada padi gogo. Akan tetapi, hasil tersebut tidak lebih tinggi dari kontrol (P0). Hal ini mengindikasikan bahwa pada fase perkecambahan, baik sengon maupun padi memiliki cadangan makanan (endosperma), sehingga tidak memerlukan nutrisi tambahan. SRF P2 menghasilkan pertumbuhan tanaman yang tinggi pada sengon, sedangkan pada padi gogo, P2 dan P4 menghasilkan pertumbuhan yang tinggi pada uji pertumbuhan di rumah kaca. Meskipun demikian, hasil pertumbuhan yang diperoleh tidak berbeda signifikan dari P0. Pola agroforestri menghasilkan pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan monokultur pada seluruh peubah pertumbuhan. Hal ini diduga oleh adanya persaingan antar tanaman. CS-NPK SRF melepaskan unsur hara lebih lambat (47,65% N; 85,01% P; dan 31,80% K) dibandingkan pupuk konvensional. Pelepasan hara yang lambat dari SRF dapat mengurangi jumlah hara yang hilang ke lingkungan dan meningkatkan efisiensi penyerapan unsur hara oleh tanaman.

Indonesian timber production in 2020 reached 81,3 million m3 , which decreased from the previous year's 84.6 million m3 . The demand for timber in Indonesia is ± 82 million m3 /year. The gap between timber demand and production needs to be filled urgently. Sengon (F. moluccana) logs account for 12% of timber production in Indonesia, but production is concentrated in Java with a dominant monoculture cropping pattern. The land area for plant cultivation is decreasing. The agroforestry system between sengon and crops, namely upland rice (O. sativa), can be used to optimize land. Upland rice is rice that can grow on dry land. One of the superior varieties is IPB 9G rice. Agroforestry of sengon and upland rice usually has a limiting factor related to soil fertility. The growth of sengon and upland rice in dry land can be increased by applying slow-release fertilizer (SRF) with a mixture of chitosan (CS). The objectives of this study were (i) to analyze the application of SRF on germination and growth of sengon as well as upland rice, (ii) to analyze the level of nutrient release in SRF, and (iii) to analyze the effect of agroforestry cropping patterns on the growth of sengon and upland rice. The germination test used a completely randomized design with 1 factor (type of fertilizer) with 6 levels, namely, (i) without fertilizer (P0), (ii) SRF CS dose of 0.5% weight 0.03 g (P1), (iii) SRF CS 0.5% 0.01 g (P2), (iv) SRF CS 0.7% 0.03 g (P3), (v) SRF CS 0.7% 0.01 g (P4), and (vi) conventional NPK fertilizer. Growth test using a 2-factor split plot design. The main factor was the cropping pattern with 3 levels, sengon monoculture (MS), rice monoculture (MP), and agroforestry of sengon-rice (AF). The second factor was the type of fertilizer with 6 levels. The research was conducted in the Silviculture laboratory and greenhouse, Faculty of Forestry and Environment, IPB. The results of the germination test showed that SRF P4 produced a high germination percent on sengon seeds, while P2 produced high germination on upland rice. However, these results were not higher than the control (P0). This indicates that in the germination phase, both sengon and rice have food reserves (endosperm), so they do not require additional nutrients. SRF P2 produced high plant growth in sengon, while in upland rice, P2 and P4 produced high growth in the greenhouse growth test. However, the growth results obtained were not significantly different from P0. The agroforestry pattern produced lower growth than monoculture in all growth variables. This is thought to be due to competition between plants. CS-NPK SRF releases nutrients more slowly (47.65% N; 85.01% P; and 31.80% K) than conventional fertilizers. The slow release of nutrients from SRF can reduce the number of nutrients lost to the environment and increase the efficiency of nutrient absorption by plants.