Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/102872
Title: Kajian Pengendalian Histamin pada Rantai Proses Produk Ikan Tuna Beku Ekspor
Authors: Palupi, Nurheni Sri
Kusumaningrum, Harsi D
Santoso, Agung
Issue Date: 2020
Publisher: IPB University
Abstract: Ikan tuna merupakan salah satu komoditi konsumsi hasil perikanan yang sangat penting karena selain sebagai komoditi pangan juga merupakan komoditi perdagangan yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Sebagai komoditi perdagangan, Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor ikan tuna terbesar di dunia terutama ke negara-negara Uni Eropa, Amerika Serikat dan Jepang. Sebagai komoditi pangan, tuna mempunyai kandungan gizi yang penting bagi tubuh terutama kandungan protein dan asam lemak omega3. Namun demikian sebagai salah satu komoditi pangan, pada jenis ikan golongan scombroidae seperti tuna terdapat bahaya keamanan pangan yang harus menjadi perhatian yaitu adanya kandungan histamin. Histamin pada ikan tuna dapat terbentuk sepanjang rantai proses dari hulu ke hilir yakni sejak proses produksi, pengolahan dan distribusi. Histamin pada ikan tuna terbentuk melalui mekanisme dekarboksilase asam amino histidin yang terkandung pada tuna. Histamin merupakan bahaya keamanan bawaan pangan (foodborn illness) pada ikan tuna yang dapat mempengaruhi kesehatan konsumen yang dapat mengakibatkan sakit kepala, kejang, mual, wajah dan leher kemerahmerahan, tubuh gatal-gatal, mulut dan kerongkongan terasa terbakar, bibir membengkak, badan lemas dan muntah-muntah. Pengendalian peningkatan bahaya histamin sepanjang rantai proses dapat dilakukan dengan menerapkan sistem rantai dingin dengan menjaga suhu tuna tidak lebih dari 4.4℃. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tingkat pemenuhan persyaratan pada rantai proses di tahap produksi, pengolahan dan distribusi yang belum optimal dalam pengendalian bahaya histamin pada ikan tuna oleh unit pengolahan ikan (UPI). Pada rantai proses dengan tingkat pemenuhan persyaratan yang rendah akan diperoleh parameter persyaratan yang belum efektif yang dapat berkontribusi terhadap peningkatan histamin pada tuna. Berdasarkan tingkat pemenuhan persyaratan, nilai korelasi dan determinasi akan didapatkan parameter persyaratan penting pada rantai proses yang harus ditingkatkan dalam mengendalikan bahaya histamin pada tuna. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei daring dengan responden berasal dari UPI di Indonesia yang mengolah tuna beku untuk diekspor. Total responden yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak 134 orang terdiri dari 70 orang laki – laki (52.5 %) dan 64 orang perempuan (47.8%). UPI pengolah tuna beku dari responden tersebar di seluruh Indonesia dengan proporsi tiga lokasi terbesar berada di Jakarta sebanyak 36 UPI (26.9%), Bali sebanyak 20 UPI (14.9%) dan Jawa Timur sebanyak 18 UPI (13.4%). Hasil survei menunjukkan, rantai proses dengan tingkat pemenuhan persyaratan dibawah 75% adalah kapal ikan pemasok bahan baku ke UPI sebesar 64.60%, unit supplier sebesar 68.72% dan unit distribusi produk akhir sebesar 57.46%. Tingkat pemenuhan persyaratan yang rendah (<75%) mengindikasikan terdapat parameter persyaratan pada rantai proses yang belum diterapkan secara optimal oleh UPI dalam pengendalian bahaya histamin pada produk tuna. Parameter persyaratan dengan tingkat pemenuhan terendah pada kapal ikan adalah UPI hanya menerima bahan baku dari kapal ikan yang sudah bersertifikat cara penanganan ikan yang baik (CPIB) sebesar 29.89%. Tingkat pemenuhan persyaratan terendah pada rantai proses unit supplier adalah UPI mendapatkan rekaman suhu bahan baku dari unit supplier sebesar 31.91%. Pada unit distribusi produk akhir, pemenuhan parameter persyaratan terendah yakni UPI mendapatkan data rekaman suhu dari pembeli sebesar 44.03%. Berdasarkan tingkat pemenuhan persyaratan terendah, nilai korelasi dan nilai determinasi maka parameter persyaratan penting yang harus ditingkatkan dalam sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan di Indonesia adalah UPI hanya menerima bahan baku dari kapal ikan yang sudah memiliki sertifikat CPIB. Tingkat pemenuhan persyaratan parameter tersebut hanya 29.89%, mengindikasikan bahwa secara umum UPI dalam penerimaan bahan baku tuna dari kapal ikan tidak mempersyaratkan bahwa kapal ikan pemasok bahan baku ke UPI harus mempunyai sertifikat CPIB. Jika UPI mempersyaratkan, maka UPI tidak konsisten dalam penerapannya. Hubungan kedua parameter persyaratan antara UPI hanya menerima bahan baku dari kapal ikan yang memiliki sertifikat CPIB dengan UPI mempersyaratkan kapal pemasok bahan baku yang bersertifikat CPIB mempunyai korelasi positif (Phi Correlation 0.509) dengan tingkat saling mempengaruhi (determinasi) antara kedua parameter tersebut adalah 25.91%. UPI harus mempunyai komitmen dalam pemenuhan persyaratan penerimaan bahan baku dari kapal ikan yang sudah mempunyai sertifikat CPIB sebagai salah satu paremeter persyaratan penting yang harus diterapkan secara konsisten dalam pengendalian bahaya keamanan histamin pada produk tuna. Pemenuhan persyaratan cara penanganan ikan yang baik (CPIB) bagi kapal pemasok bahan baku ikan tuna ke UPI antara lain melalui penerapan sanitasi dan sistem rantai dingin sehingga dapat meningkatkan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan dan meningkatkan kepercayaan dalam perdagangan internasional terhadap komoditi ikan tuna dari Indonesia.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/102872
Appears in Collections:MT - Professional Master

Files in This Item:
File SizeFormat 
2020asa.pdf
  Restricted Access
19.95 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.