Kajian Pengendalian Histamin pada Rantai Proses Produk Ikan Tuna Beku Ekspor
View/ Open
Date
2020Author
Santoso, Agung
Palupi, Nurheni Sri
Kusumaningrum, Harsi D
Metadata
Show full item recordAbstract
Ikan tuna merupakan salah satu komoditi konsumsi hasil perikanan yang
sangat penting karena selain sebagai komoditi pangan juga merupakan komoditi
perdagangan yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Sebagai komoditi
perdagangan, Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor ikan tuna terbesar
di dunia terutama ke negara-negara Uni Eropa, Amerika Serikat dan Jepang.
Sebagai komoditi pangan, tuna mempunyai kandungan gizi yang penting bagi tubuh
terutama kandungan protein dan asam lemak omega3. Namun demikian sebagai
salah satu komoditi pangan, pada jenis ikan golongan scombroidae seperti tuna
terdapat bahaya keamanan pangan yang harus menjadi perhatian yaitu adanya
kandungan histamin.
Histamin pada ikan tuna dapat terbentuk sepanjang rantai proses dari hulu ke
hilir yakni sejak proses produksi, pengolahan dan distribusi. Histamin pada ikan
tuna terbentuk melalui mekanisme dekarboksilase asam amino histidin yang
terkandung pada tuna. Histamin merupakan bahaya keamanan bawaan pangan
(foodborn illness) pada ikan tuna yang dapat mempengaruhi kesehatan konsumen
yang dapat mengakibatkan sakit kepala, kejang, mual, wajah dan leher kemerahmerahan,
tubuh gatal-gatal, mulut dan kerongkongan terasa terbakar, bibir
membengkak, badan lemas dan muntah-muntah. Pengendalian peningkatan bahaya
histamin sepanjang rantai proses dapat dilakukan dengan menerapkan sistem rantai
dingin dengan menjaga suhu tuna tidak lebih dari 4.4℃.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tingkat
pemenuhan persyaratan pada rantai proses di tahap produksi, pengolahan dan
distribusi yang belum optimal dalam pengendalian bahaya histamin pada ikan tuna
oleh unit pengolahan ikan (UPI). Pada rantai proses dengan tingkat pemenuhan
persyaratan yang rendah akan diperoleh parameter persyaratan yang belum efektif
yang dapat berkontribusi terhadap peningkatan histamin pada tuna. Berdasarkan
tingkat pemenuhan persyaratan, nilai korelasi dan determinasi akan didapatkan
parameter persyaratan penting pada rantai proses yang harus ditingkatkan dalam
mengendalikan bahaya histamin pada tuna.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei daring dengan
responden berasal dari UPI di Indonesia yang mengolah tuna beku untuk diekspor.
Total responden yang terlibat dalam penelitian ini sebanyak 134 orang terdiri dari
70 orang laki – laki (52.5 %) dan 64 orang perempuan (47.8%). UPI pengolah tuna
beku dari responden tersebar di seluruh Indonesia dengan proporsi tiga lokasi
terbesar berada di Jakarta sebanyak 36 UPI (26.9%), Bali sebanyak 20 UPI (14.9%)
dan Jawa Timur sebanyak 18 UPI (13.4%).
Hasil survei menunjukkan, rantai proses dengan tingkat pemenuhan
persyaratan dibawah 75% adalah kapal ikan pemasok bahan baku ke UPI sebesar
64.60%, unit supplier sebesar 68.72% dan unit distribusi produk akhir sebesar
57.46%. Tingkat pemenuhan persyaratan yang rendah (<75%) mengindikasikan
terdapat parameter persyaratan pada rantai proses yang belum diterapkan secara
optimal oleh UPI dalam pengendalian bahaya histamin pada produk tuna.
Parameter persyaratan dengan tingkat pemenuhan terendah pada kapal ikan
adalah UPI hanya menerima bahan baku dari kapal ikan yang sudah bersertifikat
cara penanganan ikan yang baik (CPIB) sebesar 29.89%. Tingkat pemenuhan
persyaratan terendah pada rantai proses unit supplier adalah UPI mendapatkan
rekaman suhu bahan baku dari unit supplier sebesar 31.91%. Pada unit distribusi
produk akhir, pemenuhan parameter persyaratan terendah yakni UPI mendapatkan
data rekaman suhu dari pembeli sebesar 44.03%.
Berdasarkan tingkat pemenuhan persyaratan terendah, nilai korelasi dan nilai
determinasi maka parameter persyaratan penting yang harus ditingkatkan dalam
sistem jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan di Indonesia adalah UPI hanya
menerima bahan baku dari kapal ikan yang sudah memiliki sertifikat CPIB. Tingkat
pemenuhan persyaratan parameter tersebut hanya 29.89%, mengindikasikan bahwa
secara umum UPI dalam penerimaan bahan baku tuna dari kapal ikan tidak
mempersyaratkan bahwa kapal ikan pemasok bahan baku ke UPI harus mempunyai
sertifikat CPIB. Jika UPI mempersyaratkan, maka UPI tidak konsisten dalam
penerapannya. Hubungan kedua parameter persyaratan antara UPI hanya menerima
bahan baku dari kapal ikan yang memiliki sertifikat CPIB dengan UPI
mempersyaratkan kapal pemasok bahan baku yang bersertifikat CPIB mempunyai
korelasi positif (Phi Correlation 0.509) dengan tingkat saling mempengaruhi
(determinasi) antara kedua parameter tersebut adalah 25.91%.
UPI harus mempunyai komitmen dalam pemenuhan persyaratan penerimaan
bahan baku dari kapal ikan yang sudah mempunyai sertifikat CPIB sebagai salah
satu paremeter persyaratan penting yang harus diterapkan secara konsisten dalam
pengendalian bahaya keamanan histamin pada produk tuna. Pemenuhan
persyaratan cara penanganan ikan yang baik (CPIB) bagi kapal pemasok bahan
baku ikan tuna ke UPI antara lain melalui penerapan sanitasi dan sistem rantai
dingin sehingga dapat meningkatkan jaminan mutu dan keamanan hasil perikanan
dan meningkatkan kepercayaan dalam perdagangan internasional terhadap
komoditi ikan tuna dari Indonesia.
Collections
- MT - Professional Master [887]