Show simple item record

dc.contributor.authorHerlina, Elin
dc.contributor.authorRimbawan
dc.contributor.authorSihombing, Tetty Helfery
dc.contributor.authorBriawan, Dodik
dc.date.accessioned2015-06-30T05:12:08Z
dc.date.available2015-06-30T05:12:08Z
dc.date.issued2014
dc.identifier.isbn978-979-799-776-2
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/75724
dc.description.abstractDewasa ini, kepedulian masyarakat terhadap kesehatan dan gizi semakin meningkat. Informasi nilai gizi pada label pangan sudah menjadi salah satu fokus perhatian konsumen untuk mengetahui kandungan gizi dalam produk pangan tersebut dan menghitung asupan harian zat gizi mereka. Hal tersebut sering kali dikaitkan dengan pencegahan atau pemantauan status gizi dan kesehatan terutama terhadap penyakit tidak menular (Non Communicable Disease) yang terkait dengan asupan gizi seperti penyakit jantung koroner, diabetes, darah tinggi, dan lain-lain. Meskipun pencantuman informasi nilai gizi belum diwajibkan untuk semua jenis pangan olahan, namun banyak pelaku usaha menangkap peluang ini sebagai upaya meningkatkan nilai produk pangan yang dihasilkannya melalui pencantuman Tabel Informasi Nilai Gizi (ING) pada label produk. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, pencantuman keterangan tentang kandungan gizi harus dinyatakan dalam persentase dari Angka Kecukupan Gizi (AKG). AKG yang digunakan untuk pelabelan disebut dengan Acuan Label Gizi (ALG). Untuk memberikan informasi yang lebih tepat, maka ALG ditetapkan berdasarkan beberapa kelompok konsumen. Meskipun jika dibandingkan dengan negara-negara lain, ketentuan ALG di Indonesia sudah lengkap, namun dalam perkembangannya, berbagai inovasi dilakukan oleh perusahaan pangan di mana ketentuan terkait ALG belum mengakomodasi perkembangan tersebut. Inovasi tersebut antara lain terkait peruntukan produk (staging) yang makin beragam, penambahan komponen gizi lain yang belum ditetapkan nilai AKG-nya, sinkronisasi ketentuan penambahan zat gizi yang memiliki fungsi lain, misal sebagai bahan tambahan pangan, serta penetapan upper level terhadap penggunaan zat gizi dalam produk pangan. Pengelompokan tarket konsumen untuk ALG perlu mempertimbangkan berbagai hal, dan diusulkan kelompok tersebut dilengkapi menjadi kelompok usia 0– 6 bulan, 7–12 bulan , 1–3 tahun, 7–24 bulan, 3–12 tahun, kelompok usia umum, kelompok lanjut usia (> 60 tahun), ibu hamil, ibu menyusui, dan olahragawan. Dengan me-review dan menyempurnakan aturan tentang ALG ini diharapkan mempunyai dampak positif bagi pihak-pihak terkait (stakeholder). Bagi konsumen, informasi nilai gizi (termasuk klaim zat gizi) pada label pangan merupakan sarana edukasi bagi masyarakat untuk meningkatkan kepedulian dan perhatian terhadap pemantauan status gizi dan kesehatan. Bagi pihak produsen, dapat meningkatkan nilai tambah (market value) produk pangan dan mengelola penggunaan komponen zat gizi dalam produk pangan secara rasional dengan mempertimbangkan status gizi dan kesehatan masyarakat. Bagi pemerintah, penyempurnaan regulasi dapat mendukung program pemerintah dalam pembangunan gizi berbasis kemandirian.en
dc.language.isoid
dc.publisherLembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
dc.titleREVIEW DAN PENYEMPURNAAN ACUAN LABEL GIZI (ALG)en
dc.typePresentationen
dc.subject.keywordInformasi Nilai Gizien
dc.subject.keywordAcuan Label Gizien
dc.subject.keywordTakaran Sajien
dc.subject.keywordStagingen
dc.subject.keywordUpper Levelen
dc.subject.keywordKomponen Gizi Baruen
dc.subject.keywordSinkronisasien


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record