Show simple item record

dc.contributor.authorKhomsan, Ali
dc.contributor.authorDharmawan, Arya Hadi
dc.contributor.authorSaharrudin
dc.contributor.authorAlfiasari
dc.date.accessioned2014-12-18T01:44:43Z
dc.date.available2014-12-18T01:44:43Z
dc.date.issued2011
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/71990
dc.description.abstractGold standard kemiskinan harus dirumuskan secara akurat. Keadaan di lapangan membuktikan bahwa misklasifikasi menyebabkan kekacauan dalam pelaksanaan program-program bantuan pemerintah untuk orang miskin. Penelitian ini akan merumuskan gold standard garis kemiskinan yang baru dan menganalisis misklasifikasi orang miskin menurut kriteria BPS, Bank Dunia, dan Sajogyo. Penelitian dilakukan dengan metode survai. Lokasi penelitian adalah Desa Petir dan Desa Cihideung Udik, Kabupaten Bogor. Penelitian berlangsung dari bulan Mei sampai dengan November 2011. Dari hasil penelitian ini diperoleh gold standard garis kemiskinan sebesar Rp544 019/kapita/bulan (US$1,97/kapita/hari), sedangkan menurut BPS (2006) Rp183 067, Bank Dunia Rp276 000 – Rp552 000/kapita/bulan ($1-$2/kap/hari), dan garis kemiskinan Sajogyo Rp160 000/kapita/bulan. Dengan acuan gold standard, maka jumlah rumah tangga miskin di lokasi penelitian di Kabupaten Bogor adalah 67,7% dan yang tidak miskin 32,3%. Distribusi rumah tangga miskin/tidak miskin ini hampir sama dengan kriteria Bank Dunia ($2/kap/hari). Penggunaan kriteria BPS dan Sajogyo menempatkan sampel penelitian ini sebagian besar atau bahkan semuanya sebagai rumah tangga tidak miskin. Fungsi diskriminan dengan variabel tingkat pendidikan suami, luas rumah dan jumlah tempat tidur dapat mendeteksi rumah tangga miskin dengan tingkat akurasi sebesar 97,6%.en
dc.description.abstractGold standard of poverty line is needed to determine poor/non-poor household accurately. Misclasification may cause ineffectiveness of poverty alleviation programs. This study aimed to determine poverty line and analyze misclasification of poor people according to BPS, World Bank, and Sajogyo. The survey was conducted in Petir and Cihideung Udik Villages, Bogor District. The gold standard of poverty line was Rp544,019/cap/month, while according to BPS (2006) Rp183,067, the World Bank Rp276,000-RpRp552,000 ($1-$2/cap/day), and Sajogyo standard Rp160,000. Using the gold standard of poverty line, number of household in the study sites in Bogor was categorized as poor 67.7% and non-poor 32.3%. The World Bank criteria ($2/cap/day) resulted the similar figures. While BPS and Sajogyo standards put most or all households into poor category. Husband education, house size, and number of bed owned by household might be used as poverty indicators. The indicators had accuracy of 97.6% to detect poor hoasehold.en
dc.language.isoid
dc.publisherbogor agricultural university
dc.titleStudi indikator kemiskinan pada masyarakat Dan misklasifikasi orang miskin menurut Kriteria bps, bank dunia, dan sajogyoen
dc.title.alternativeProsiding Seminar Hasil-Hasil Penelitian IPB 2011en
dc.typeArticleen
dc.subject.keywordGaris kemiskinanen
dc.subject.keywordrumah tangga miskinen


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record