Show simple item record

dc.contributor.authorAdawiyah, Dede Robiatul
dc.contributor.authorSoekarto, Soewarno T.
dc.contributor.authorHariyadi, Purwiyatno
dc.date.accessioned2010-04-23T02:14:48Z
dc.date.available2010-04-23T02:14:48Z
dc.date.issued2004
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/6956
dc.description.abstractAir dalam bahan pangan sangat berperan terhadap karakter kunci yang berhubungan dengan stabilitas selama pengolahan dan penyimpanan. Konsep aw telah lama digunakan sebagai dasar pemikiran dalam pengawetan pangan dan dengan dasar ini pula telah banyak dilakukan perancangan proses untuk mendapatkan produk baru. Pada tahun 1987 muncul konsep dinamika mobilitas air yang dipopulerkan oleh Harry Levine dan Loise Slade mengusulkan konsep suhu transisi gelas (Tg) yang diadopsi dari ilmu polimer yang menjelaskan hubungan antara mobilitas molekuler (dalam hal ini dinyatakan dengan suhu transisi gelas, Tg) dengan stabilitas bahan pangan. Tujuan penelitian adalah mempelajari kemungkinan adanya hubungan antara pola suhu transisi gelas dengan pola air terikat dari sorpsi isotermis pada model pangan yang tersusun dari pati, protein, gula dan minyak. Penentuan sorpsi isotermis dilakukan dengan menyeimbangkan sampel pada 22 tingkat RH yang berbeda pada suhu 30ºC. Kriteria steady state adalah ketika kadar air sampel tidak berubah lebih dari 2 mg/g selama 3 kali penimbangan berturut-turut pada RH rendah, sedangkan pada RH tinggi perubahan tidak melebihi 10 mg/g (Lievonen dan Ross, 2002). Pengukuran suhu transisi gelas-nya menggunakan DSC (Differential Scanning Calorimeter) seri 7 Perkin Elmer yang berada di P3IB BATAN Serpong pada kecepatan 10ºC/menit dan 5ºC/menit dari 20ºC sampai 150ºC. Pola sorpsi isotemis model pangan memiliki bentuk sigmoid. Pola yang sama ditemui pada bahan penyusun pati dan kasein sedangkan gula memiliki bentuk kurva patah yang khas untuk pola sorpsi gula kristal. Kadar air monolayer menurut persamaan GAB (Guggenheim-Anderson-de Boer) untuk pati, kasein dan model campurannya masing-masing adalah 6.60, 5.15 dan 4.09% (bk). Model GAB juga memiliki ketepatan yang tinggi pada kisaran aw yang luas. Sedangkan model BET hanya tepat untuk kisaran aw sampai 0.6. Kurva DSC untuk model pangan menunjukkan adanya multipeak. Sehingga harus ditelusuri dari bahan penyusunnya yaitu pati, kasein dan gula. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan kurva derivatif dari kurva aliran panas DSC. Efek plastisasi air atau penurunan nilai Tg akibat naiknya kandungan air bahan terdeteksi pada pati maupun kasein. Hubungan antara aw dan Tg memperlihatkan kurva berbentuk sigmoid dengan hubungan polinomial sedangkan antara Tg dan kadar air diperoleh hubungan yang linear. Kedua parameter baik aw maupun Tg sangat dipengaruhi oleh kadar air bahan. Akan tetapi dari segi mobilitas konsep aw lebih menekankan pada mobilitas air sedangkan Tg pada mobilitas substrat yang sangat dipengaruhi oleh adanya air.id
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)
dc.subjectBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subjectTransisi gelasid
dc.titleHubungan antara aktivitas air dan suhu transisi gelas dalam model panganid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record