Implementasi Penanganan Pasca Panen Padi untuk Mengurangi Susut Mutu Beras
Abstract
Penurunan nilai tambah usaha pertanian untuk komoditas padi salah satunya disebabkan oleh kehilangan bobot karena penanganan pasca panen yang tidak baik. Namun, perkembangan segmentasi dan preferensi konsumen yang sudah berorientasi pada faktor mutu, perbaikan penanganan pasca panen harus berorientasi untuk mengurangi kehilangan mutu (susut mutu). Jika permintaan ini tidak mampu dipenuhi oleh produsen dalam negeri, maka penawaran pasokan dari negara lain dapat masuk ke pasar domestik. Hal semacam ini tentunya menjadi ancaman terhadap agribisnis beras nasional dan kelangsungan seluruh pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya. Berdasarkan studi kasus yang dilakukan di Kabupaten Lamongan (Jawa Timur) diketahui bahwa petani dan usaha penggilingan padi baru mampu menghasilkan beras kepala 60-78% dengan kelas mutu menurut SNI 2008, yaitu mutu V, IV dan III. Kelas mutu tersebut dibandingkan dengan SNI menunjukkan susut mutu yang signifikan yaitu 17-30%. Karakteristik produsen di daerah studi adalah melakukan pemanenan pada rata-rata kadar air butir padi 18-30%; penumpukan sementara sebelum perontokan selama 1 hari; tidak terjadi penundaan perontokan; pengeringan di lantai jemur sampai kadar air akhir 11-14% serta penggilingan dengan sistem 1 atau 2 phase. Rantai penanganan pasca panen yang dilakukan petani atau usaha penggilingan padi tersebut masih belum mencapai kelas mutu yang disyaratkan. Pada kondisi demikian, terjadi nilai tambah yang tidak dapat dimiliki oleh produk tersebut. Terlihat bahwa selain susut bobot, susut mutu terbukti dapat mempengaruhi proses pembentukan nilai tambah komoditas padi. Oleh karena itu, penerapan teknologi pasca panen yang baik masih sangat perlu untuk re-orientasi pembangunan pertanian tradisional menuju pertanian yang berwawasan agribisnis melalui upaya pengurangan susut bobot dan mutu secara terpadu.