Show simple item record

dc.contributor.authorRamadhan, Bone
dc.date.accessioned2010-05-05T11:03:37Z
dc.date.available2010-05-05T11:03:37Z
dc.date.issued2001
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/12539
dc.description.abstract1 Januari 2001, merupakan awal dari pergeseran sistem dan stmktur pemerintahan dari sistem yang sentralistis ke desentralistis dan juga merupakan awal pemberlakuan otonomi daerah (otda) berdasarkan UU No 2211999 dan No 2511999 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah. Mengiringi implementasi otonomi daerah tersebut, telah terjadi pergeseran paradigma, baik dalam penyelenggaraan pemerintah, pembangunan maupun kemasyarakatan. Secara khusus dalam bidang pembangunan, telah terjadi pergeseran paradigma dari konsep "Pembangunan Daerah" yang lebih bermakna Top Doivn menjadi "Daerah Membangun" yang lebih bernuansa Bottom Up. Pada saat ini kendala utama yang dihadapi oleh pemerintah pada sub sektor peternakan adalah ketidak mampuan secara optimal untuk menyediakan produk-prodnk peternakan seperti daging, telur dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat akan protein hewani. Hal ini disebabkan karena rendahnya produktifitas ternak yang disebabkan karena sistem pemeliharaan ternak yang belum optimal. Ini di tandai dengan pemeliharaan ternak yang bersifat ekstensif (tradisional), usaha sambilan (lion ngribrrsiness ol.iellted) dan tidak memperhatikan input produksi. Untuk mengatasi ha1 tersebut maka dilakukan suatu terobosan melalui penerapan teknologi inseminasi buatan. Tujuan dari penulisan ini adalah mengetahui peran pemerintah pada pelaksanaan kegiatan inseminasi buatan pada periode sentralisasi dan desentralisasi, memperoleh informasi tingkat keberhasilan IB yang telah berjalan selama ini dan mengetahui hambatanlkendala yang dihadapi dalam progran IB desentralisasi. Realisasi IB selama pelita VI dari tahun ke tahun mengalami penurunan ha1 ini disebabkan keterbatasan semen beku, masalah pada distribusi semen serta menurunnya populasi ternak layak IB. Sehubungan dengan keterbatasan produksi semen beku dari BIB Lembang dan Singosari, sedangkan kebutuhan dilapangan semakin meningkat diperlukan upaya pemenuhan kebutuhan akan semen beku dilapangan salah satunya melakukan program desentralisasi BIB. Dengan adanya desentralisasi BIB maka BIB Lembang'dan singosari hanya ditujukan untuk memproduksi semen beku sedangkan BIB daerah pada tahap awal dapat memproduksi semen cair, dan selanjutnya semen beku sesuai dengan kebutuhan. ICegiatan pendirian BIB daerah terutama di peruntukkan untuk daerah atau propinsi yang telah memiliki sarana, prasarana serta dukungan dana dari APBD yang memadai, SDM yang cukup baik kualitas maupun kuantitasnya antara lain Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatra Barat, Lampung, Sulawesi Selatan dan Bali. Sedangkan daerah-daerah yang telah memiliki BIB atau yang belum mampu untuk mengelolanya tetapi memiliki sumber daya alam yang melimpah mungkin cukup dengan mendirikan depoltempat penampungan semen. Di Indonesia kegiatan peternakan sangat didukung oleh sumber daya alam yang ada dan adanya peran serta dari pemerintah selain itu juga terdapat beberapa kendalalhambatan misalnya dalam ha1 kurangnya Sumber Daya Manusia dan dana yang tersedia sangat terbatas yang diakibatkan oleh keengganan para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia karena kondisi negara yang kurang stabil.id
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)
dc.titlePokok-Pokok Pikiran Tentang Desentralisasi Program Inseminasi Buatan Di Indonesiaid
dc.typeThesisid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record