Show simple item record

LAPORAN PENELITIAN

dc.contributor.authorBudiono, Novericko Ginger
dc.contributor.authorIndrawati, Agustin
dc.contributor.authorHardiati, Aprilia
dc.date.accessioned2023-02-03T00:30:52Z
dc.date.available2023-02-03T00:30:52Z
dc.date.issued2022
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/116607
dc.description.abstractAkuakultur menyumbang sebesar 46% dari total produksi perikanan dan 52% ikan untuk konsumsi manusia [1]. Tujuan utama akuakultur adalah untuk memaksimalkan kecepatan pertumbuhan, intensitas produksi, dan penyediaan produk pangan yang aman dan berkelanjutan. Akan tetapi, potensi akuakultur sebagai sumber protein hewani memiliki hambatan dengan adanya patogen yang bersifat zoonotik seperti Aeromonas spp. [2]. Bakteri Aeromonas spp. dikenal sebagai bakteri patogen paling berbahaya pada budidaya perikanan air tawar karena menyerang semua stadia dan spesies ikan [3,4] dan juga dapat menginfeksi manusia [5]. Genus ini merupakan bakteri Gram negatif, berbentuk batang, tidak membentuk spora, dan bersifat anaerobik fakultatif [5]. Aeromonasspp. dikenal memiliki kemampuan menyebarkan resistensi antibiotika. Studi sebelumnya melaporkan resistensi yang tinggi bakteri ini terhadap antibiotika golongan beta laktam generasi pertama penyandi extended-spectrum beta-lactamase (ESBL). Antibiotika tersebut digunakan secara luas untuk mengobati infeksi bakteri Gram negatif. Akan tetapi, penggunaan antibiotika tidak tepat guna mengakibatkan kemunculan resistansi bakteri terhadap antibiotika, termasuk golongan beta laktam. Adanya potensi penularan bakteri yang resistan antibiotika asal produk perikanan akuakultur menjadi ancaman serius kesehatan masyarakat jika manusia tertular melalui mekanisme kontak langsung, paparan lingkungan, atau mengonsumsi produk perikanan. Penyebaran bakteri resistan menyebabkan peningkatan risiko kegagalan pengobatan antibiotika pada hewan dan manusia [6]. Potensi resistansi antibiotika pada akuakultur dapat terjadi akibat penggunaan ratusan ton antibiotika di sektor tersebut setiap tahunnya [7]. Riset beberapa tahun terakhir menemukan adanya bakteri yang resistan pada ikan hasil produksi akuakultur seperti ikan mas, salmon, nila, dan lele [2], akan tetapi, surveilans resistansi antibiotik di negara-negara Asia masih terbatas. Studi meta analisis terbaru [8] menunjukkan belum tersedianya survei resistansi antibiotika di Indonesia. Padahal Indonesia merupakan 7 negara industri akuakultur besar yang berkontribusi hampir 10% dari produksi hewan akuatik secara global [8]. Oleh karena itu, karakterisasi genetik Aeromonas spp. sebagai penghasil ESBL serta identifikasi resistansi Aeromonas spp. terhadap antibiotika berperan penting untuk mencegah dan penanggulangan infeksi bakteri. Meskipun penelitian terkait infeksi Aeromonas spp. dan resistansi bakteri tersebut terhadap antibiotika telah dilaporkan di dunia, penelitian sejenis pada ikan nila di Indonesia belum dilakukan. Berdasarkan Rencana Induk Penelitian dan Pengabdian Masyarakat IPB 2016-2021, bidang biomedis dengan riset kesehatan merupakan satu di antara bidang fokus riset IPB. Pendekatan biomedis yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik biologi molekuler. Penelitian ini dapat menjadi informasi awal untuk pengendalian resistansi Aeromonas spp. pada ikan nila. Penelitian ini merupakan penelitian dasar yang dapat digunakan sebagai dasar pencegahan dan pengendalian resistansi antibiotika pada manusia dan hewan, khususnya oleh bakteri Aeromonas spp. dst ..id
dc.language.isoidid
dc.titleDeteksi Resistansi Antibiotika dan Analisis Molekuler Gen Penyandi Extended-Spectrum Beta-Lactamase (ESBL) pada Ikan Nila di Pasar Kabupaten/Kota Bogorid
dc.titleLAPORAN PENELITIAN
dc.typeTechnical Reportid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record