Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) pada Tipe Penggunaan Lahan di Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) Sungai Mendahara – Batanghari, Provinsi Jambi
View/ Open
Date
2019Author
Dwisutono, Aji Nuralam
Budi R, Sri Wilarso
Istomo
Metadata
Show full item recordAbstract
Ekosistem gambut merupakan salah satu ekosistem yang unik yang terdapat
di Indonesia. Karakteristik yang terdapat di lahan gambut masih mampu
membentuk keanekaragaman komunitas tumbuhan cukup tinggi. Populasi mikroba
yang cukup besar juga masih ditemui pada ekosistem lahan gambut. Dewasa ini,
telah terjadi kerusakan serta konversi lahan yang cukup masif pada lahan gambut.
Adanya perubahan lahan tersebut dapat berakibat terhadap berubahnya komunitas
tumbuhan maupun FMA di lahan gambut. Pengaruh perubahan penggunaan lahan
terhadap komunitas FMA telah banyak diteliti di tanah mineral, namun belum
banyak dilakukan pada ekosistem lahan gambut di Indonesia.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 1) mengkaji pengaruh penggunaan
lahan terhadap sifat kimia gambut, 2) mengkaji komunitas tumbuhan pada berbagai
penggunaan lahan, 3) mengkaji tingkat kelimpahan dan keanekaragaman FMA
pada berbagai kedalaman gambut dan penggunaan lahan, dan 4) menganalisis
pengaruh sifat kimia gambut serta komunitas tumbuhan terhadap keberadaan FMA.
Metode penelitian yang digunakan pada empat lokasi penelitian (hutan sekunder,
kebun kopi, kebun sawit-1 dan kebun sawit-2) adalah 1) pengamatan karakteristik
biofisik yang terdiri dari pengukuran kedalaman lapisan gambut, tinggi muka air,
pengambilan sampel gambut untuk analisis sifat kimia, dan analisis vegetasi; 2)
pengambilan contoh gambut dan akar untuk pengamatan keberadaan spora dan
kolonisasi FMA. Setiap lokasi penelitian diambil sebanyak 10 pohon contoh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa areal hutan sekunder cenderung
memiliki lapisan gambut paling tebal dibandingkan yang lainnya. Faktor kesuburan
tanah seperti pH, N-total, P tersedia, dan P potensial cenderung mengalami
penurunan seiring dengan kedalaman lapisan gambut. Pada pengamatan komunitas
tumbuhan, perubahan penggunaan lahan tidak terlalu merubah komposisi tumbuhan
bawah. Namun, perubahan komposisi tumbuhan dari hutan sekunder menjadi areal
perkebunan ditunjukkan pada tingkat pertumbuhan lainnya dimana hasil indeks
kesamaan komunitas (IS) < 30%. Tumbuhan pioneer mendominasi pada areal
perkebunan. Komposisi yang cukup berbeda jika dibandingkan pada areal
pengamatan hutan sekunder, dimana mulai ditemukan jenis-jenis penyusun hutan
tropis dan lahan gambut seperti yaitu Tetramerista glabra, Knema percoriacea,
Litsea costalis var. nidularis, dan Madhuca motleyana. Perubahan penggunaan
lahan juga menurunkan tingkat keanekaragaman tumbuhan (Indeks H’dan R).
Pada komunitas FMA, diketahui bahwa perubahan penggunaan lahan
berpengaruh terhadap kelimpahan jumlah spora. Berdasarkan hasil penelitian, areal
kebun kopi dan kebun sawit 1 memiliki populasi spora FMA tertinggi (p<0.05). Hal
sebaliknya pada tingkat keanekaragaman FMA, perubahan penggunaan lahan dari
areal hutan sekunder menjadi areal perkebunan menunjukkan penurunan.
Sedangkan berdasarkan kedalaman pengambilan sampel, kedalaman 0-20 cm
memiliki jumlah spora FMA tertinggi dibandingkan lainnya (p<0.05) dan semakin
menurun seiring kedalamannya. Komposisi jenis FMA menunjukkan bahwa famili
Glomeraceae dan Acaulosporaceae memiliki kelimpahan dan frekuensi relatif spora
lebih tinggi dibandingkan lainnya. Pada tingkat jenis, Funneliformis geosporum dan
Claroideoglomus claroideum memiliki kelimpahan spora tertinggi dibandingkan
lainnya. Perubahan penggunaan lahan juga berpengaruh terhadap kolonisasi FMA,
dimana terjadi peningkatan kolonisasi dari areal hutan sekunder menjadi areal
perkebunan. Analisis multivariat (Redundancy analysis, RDA) menunjukkan
bahwa semakin tinggi C-organik, P tersedia dan Pirit maka akan semakin rendah
kelimpahan spora FMA. Sebaliknya, semakin tinggi pH, N-total, P potensial, dan
Kadar Serat maka akan semakin tinggi kelimpahan spora FMA. Tingkat
keanekaragaman FMA (H’) memiliki respon sebaliknya, kecuali pada parameter Ntotal,
P potensial dan Kadar Serat. Tingkat keanekaragaman tumbuhan berkorelasi
positif terhadap keanekaragaman FMA (r = 0.506).
Collections
- MT - Forestry [1415]