Show simple item record

dc.contributor.advisorBudi R, Sri Wilarso
dc.contributor.advisorIstomo
dc.contributor.authorDwisutono, Aji Nuralam
dc.date.accessioned2019-07-01T02:26:52Z
dc.date.available2019-07-01T02:26:52Z
dc.date.issued2019
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/98137
dc.description.abstractEkosistem gambut merupakan salah satu ekosistem yang unik yang terdapat di Indonesia. Karakteristik yang terdapat di lahan gambut masih mampu membentuk keanekaragaman komunitas tumbuhan cukup tinggi. Populasi mikroba yang cukup besar juga masih ditemui pada ekosistem lahan gambut. Dewasa ini, telah terjadi kerusakan serta konversi lahan yang cukup masif pada lahan gambut. Adanya perubahan lahan tersebut dapat berakibat terhadap berubahnya komunitas tumbuhan maupun FMA di lahan gambut. Pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap komunitas FMA telah banyak diteliti di tanah mineral, namun belum banyak dilakukan pada ekosistem lahan gambut di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk 1) mengkaji pengaruh penggunaan lahan terhadap sifat kimia gambut, 2) mengkaji komunitas tumbuhan pada berbagai penggunaan lahan, 3) mengkaji tingkat kelimpahan dan keanekaragaman FMA pada berbagai kedalaman gambut dan penggunaan lahan, dan 4) menganalisis pengaruh sifat kimia gambut serta komunitas tumbuhan terhadap keberadaan FMA. Metode penelitian yang digunakan pada empat lokasi penelitian (hutan sekunder, kebun kopi, kebun sawit-1 dan kebun sawit-2) adalah 1) pengamatan karakteristik biofisik yang terdiri dari pengukuran kedalaman lapisan gambut, tinggi muka air, pengambilan sampel gambut untuk analisis sifat kimia, dan analisis vegetasi; 2) pengambilan contoh gambut dan akar untuk pengamatan keberadaan spora dan kolonisasi FMA. Setiap lokasi penelitian diambil sebanyak 10 pohon contoh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa areal hutan sekunder cenderung memiliki lapisan gambut paling tebal dibandingkan yang lainnya. Faktor kesuburan tanah seperti pH, N-total, P tersedia, dan P potensial cenderung mengalami penurunan seiring dengan kedalaman lapisan gambut. Pada pengamatan komunitas tumbuhan, perubahan penggunaan lahan tidak terlalu merubah komposisi tumbuhan bawah. Namun, perubahan komposisi tumbuhan dari hutan sekunder menjadi areal perkebunan ditunjukkan pada tingkat pertumbuhan lainnya dimana hasil indeks kesamaan komunitas (IS) < 30%. Tumbuhan pioneer mendominasi pada areal perkebunan. Komposisi yang cukup berbeda jika dibandingkan pada areal pengamatan hutan sekunder, dimana mulai ditemukan jenis-jenis penyusun hutan tropis dan lahan gambut seperti yaitu Tetramerista glabra, Knema percoriacea, Litsea costalis var. nidularis, dan Madhuca motleyana. Perubahan penggunaan lahan juga menurunkan tingkat keanekaragaman tumbuhan (Indeks H’dan R). Pada komunitas FMA, diketahui bahwa perubahan penggunaan lahan berpengaruh terhadap kelimpahan jumlah spora. Berdasarkan hasil penelitian, areal kebun kopi dan kebun sawit 1 memiliki populasi spora FMA tertinggi (p<0.05). Hal sebaliknya pada tingkat keanekaragaman FMA, perubahan penggunaan lahan dari areal hutan sekunder menjadi areal perkebunan menunjukkan penurunan. Sedangkan berdasarkan kedalaman pengambilan sampel, kedalaman 0-20 cm memiliki jumlah spora FMA tertinggi dibandingkan lainnya (p<0.05) dan semakin menurun seiring kedalamannya. Komposisi jenis FMA menunjukkan bahwa famili Glomeraceae dan Acaulosporaceae memiliki kelimpahan dan frekuensi relatif spora lebih tinggi dibandingkan lainnya. Pada tingkat jenis, Funneliformis geosporum dan Claroideoglomus claroideum memiliki kelimpahan spora tertinggi dibandingkan lainnya. Perubahan penggunaan lahan juga berpengaruh terhadap kolonisasi FMA, dimana terjadi peningkatan kolonisasi dari areal hutan sekunder menjadi areal perkebunan. Analisis multivariat (Redundancy analysis, RDA) menunjukkan bahwa semakin tinggi C-organik, P tersedia dan Pirit maka akan semakin rendah kelimpahan spora FMA. Sebaliknya, semakin tinggi pH, N-total, P potensial, dan Kadar Serat maka akan semakin tinggi kelimpahan spora FMA. Tingkat keanekaragaman FMA (H’) memiliki respon sebaliknya, kecuali pada parameter Ntotal, P potensial dan Kadar Serat. Tingkat keanekaragaman tumbuhan berkorelasi positif terhadap keanekaragaman FMA (r = 0.506).id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subject.ddcSilvikultur Tropikaid
dc.subject.ddcforestryid
dc.titleFungi Mikoriza Arbuskular (FMA) pada Tipe Penggunaan Lahan di Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) Sungai Mendahara – Batanghari, Provinsi Jambiid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordkarakteristik lahan gambutid
dc.subject.keywordkeanekaragaman sporaid
dc.subject.keywordkelimpahan sporaid
dc.subject.keywordkomunitas tumbuhanid
dc.subject.keywordperubahan penggunaan lahanid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record