Karakterisasi Sinyal Kebakaran Hutan Indonesia Menggunakan Empirical Orthogonal Function Berbasis Multivariate Singular Value Decomposition.
View/ Open
Date
2019Author
Septiawan, Pandu
Nurdiati, Sri
Sopaheluwakan, Ardhasena
Metadata
Show full item recordAbstract
Selama beberapa tahun terakhir, kebakaran hutan terus membakar hutan
Indonesia dengan banyak titik api dan kekuatan yang berbeda-beda setiap tahun.
Pada tahun 1997 terdapat 9,75 juta ha hutan terbakar dalam satu tahun yang
menyebabkan 206,6 juta ton emisi karbon, sedangkan pada tahun 2015 terdapat
2.089 juta ha hutan yang menyebabkan 805 juta ton emisi karbon. Kejadian tersebut
merupakan kejadian terbesar kebakaran hutan di Indonesia dalam 20 tahun terakhir.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pola hutan terbakar di
Indonesia dan menganalisis keterkaitan antara variabel yang memengaruhinya.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan dari tahun 1997
hingga 2016 Global Fires Emissions Database (GFED) dengan variabel area
terbakar, GFEDs dengan variabel emisi karbon, dan Climate Hazards Group
InfraRed Precipitation with Station data (CHIRPS). Penelitian ini menggunakan
empirical orthogonal function berbasis multivariate singular value decomposition
untuk memeroleh pola spasial dan temporal kebakaran hutan di Indonesia. Setelah
itu, perhitungan korelasi antarvariabel dilakukan menggunakan korelasi Spearman
(rank).
Berdasarkan analisis, terdapat 3 sinyal periodik dominan yang menjelaskan
72% kejadian kebakaran di Indonesia selama 1997-2016. Kebakaran hutan di
Indonesia terjadi setiap tahunnya di wilayah Riau (Sumatra Tengah), Palembang
(Sumatra Selatan), dan Kalimantan Selatan. Pola yang didapat dari analisis wilayah
Indonesia dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu pola yang memiliki
periode enam bulan dan dua belas bulan. Secara umum, kebakaran hutan di
Indonesia terjadi dengan periode dua belas bulan dan terjadi ketika musim kemarau
berlangsung di beberapa wilayah tersebut.
Pola kebakaran hutan yang memiliki periode enam bulan merupakan pola
yang disebabkan oleh pola curah hujan enam bulan. Oleh karena itu, pola ini hanya
berpengaruh pada wilayah yang memiliki pola curah hujan enam bulan. Wilayah
tersebut merupakan wilayah yang berada di sekitar garis ekuator, misalnya Riau.
Terkait korelasi antarvariabel, variabel area terbakar dengan emisi karbon memiliki
korelasi positif, sedangkan variabel curah hujan memiliki korelasi negatif dengan
area terbakar dan emisi karbon. Korelasi terkuat dari ketiga variabel adalah area
terbakar dengan curah hujan dan korelasi terlemah adalah area terbakar dan emisi
karbon.