Perbandingan Network Phamacology Berbasis Koefisien Tanimoto dengan Koefisien Forbes-2.
View/ Open
Date
2018Author
Basirun
Afendi, Mochamad Farit
Kusuma, Wisnu Ananta
Metadata
Show full item recordAbstract
Penelitian tentang senyawa aktif yang terdapat dalam tanaman obat sebagai bahan pembuatan jamu telah banyak dilakukan. Namun penjelasan detail tentang mekanisme kerja secara molekuler dan farmakologis masih perlu dikembangkan. Dalam penelitian in silico, salah satu pendekatan yang umum dilakukan untuk melihat mekanisme kerja suatu senyawa adalah dengan mempertimbangkan aspek kemiripan struktur kimia antar senyawa. Pada tahun 2014 Nurishmaya menemukan 4 tanaman yang berperan sebagai upaya dalam penyembuhan penyakit diabetes melitus (DM) tipe 2, tanaman tersebut adalah Pare (Momordica charantia), Sembung (Blumea balsamifera), Bratawali (Tinospora crispa), dan Jahe (Zingiber officinale). Keempat tanaman tersebut mengandung 58 senyawa, 868 protein target dan 416 protein unik. Setiap senyawa bisa menargetkan beberapa protein sehingga jumlah koneksi antara senyawa dengan protein sebanyak 3059. Bratawali mempunyai koneksi sebanyak 70 protein, tanaman Jahe sebanyak 2394 koneksi dengan protein, tanaman Pare sebanyak 47 koneksi dengan protein, dan tanaman Sembung sebanyak 548 koneksi dengan protein. Pada penelitian ini jumlah senyawa yang dianalisis sebanyak 74 yaitu 55 senyawa dari tanaman obat dan 19 senyawa dari senyawa sintetis antidiabetes yang telah divalidasi oleh badan obat dan makanan Amerika Serikat. Selanjutnya Qomariasih pada tahun 2016 melakukan pengukuran kemiripan antar senyawa dengan menggunakan koefisien Tanimoto. Pada tahun yang sama Bakri juga melakukan penelitian terkait penggerombolan terhadap 79 koefisien kemiripan data biner dan diperoleh nilai AUC yang tinggi pada koefisien kemiripan data biner Forbes-2. Nilai AUC ini merupakan suatu indikator terbaik pengukuran kemiripan antar senyawa. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi Network Pharmacology tanaman obat yang berperan mengobati DM Tipe 2 dengan mengganti koefisien Tanimoto dengan koefisien Forbes-2.
Metode analisis dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu tahap pertama melihat kemiripan 74 senyawa dengan senyawa menggunakan koefisien Forbes-2. Tahap kedua adalah mencari skor konkordan antara 74 senyawa dengan 9673 protein dalam tubuh. Pada tahap ini hanya diambil 100 protein tertinggi dari setiap senyawa sehingga didapatkan sebanyak 7400 protein. Skor konkordan didapatakan dari korelasi antara kemiripan antar senyawa dengan protein dalam tubuh. Selanjutnya Kedekatan antar senyawa yang dihitung menggunakan koefisien Tanimoto dan koefisien Forbes-2 serta skor konkordan dievaluasi dengan metode Mean Absolute Deviation (MAD).
Hasil evaluasi Network Pharmacology pada tahap pertama menunjukkan bahwa hasil pengukuran antar senyawa menggunakan koefisen Forbes-2 lebih tinggi, namun hasil pengukuran tersebut kurang akurat karena setelah ditelusuri kembali pada tabel kontingensi data binernya rata-rata dari 4860 bit yang telah ditemukan oleh Kloketa dan Roth (2008) 98.46% antar senyawa tidak saling menargetkan. Selanjutnya hasil perhitungan skor konkordan menunjukkan bahwa
5
pada koefisien Forbes-2 kemampuan senyawa aktif dalam menargetkan protein target unik semakin sedikit. Hal ini terbukti dari 1250 protein target unik pada koefisien tanimoto menjadi 967 protein unik pada koefisien Forbes-2. Maka dari itu, jumlah protein yang terindikasi mengobati diabetes melitus tipe 2 juga lebih sedikit yaitu dari 22 protein pada koefisien Tanimoto menjadi 19 protein pada koefisien Forbes-2. Pada tahap ini juga hasil analisis penggerombolan menggunakan metode Ward.D1 memberikan hasil bahwa hasil pengukuran pada koesfisien Forbes-2 terpisah dalam dua kuadran sedangkan pengukuran menggunakan koefisien Tanimoto ditemukan dua senyawa tanaman yang ikut menggerombol dalam satu kuadran dengan 19 senyawa sintetis. Hasil perbandingan tersebut dapat disimpulkan bahwa evaluasi network phamacology berbasis koefisien Tanimoto dengan koefisien Forbes-2 menunjukkan bahwa pengukuran senyawa aktif tanaman obat untuk mengobati penyakit DM Tipe 2 lebih baik menggunakan koefisien Tanimoto.