Induksi Poliploidi Tanaman Kangkung (Ipomoea aquatica Forsskal) Kultivar Salina In Vitro dengan Orizalin
Abstract
Ipomoea aquatica Forsskal yang biasanya dikenal dengan tanaman kangkung
merupakan salah satu tanaman herba yang sering dikonsumsi oleh masyarakat di
seluruh dunia. Tanaman kangkung kaya akan vitamin, mineral, dan senyawa fenolik
sehingga dianggap sebagai ramuan alami yang efektif untuk pengobatan berbagai
penyakit. Tanaman kangkung adalah diploid (2n = 2x = 30) dengan morfologi
batang, daun, bunga, dan buahnya yang berukuran kecil. Oleh karena itu,
diharapkan tanaman kangkung dapat ditingkatkan kualitasnya agar biomassanya
lebih besar serta kandungan vitamin, mineral, dan senyawa fenoliknya lebih
banyak. Upaya untuk mencapai hal itu di antaranya dengan poliploidisasi.
Penelitian ini meliputi teknik induksi kangkung diploid untuk mendapatkan
tanaman kangkung tetraploid dan mencatat karakter morfologinya, dengan tujuan
untuk mendapatkan tanaman tetraploid yang memiliki biomassa terutama daun
yang lebih besar. Penelitian ini menggunakan 3 jenis eksplan tanaman yaitu eksplan
kecambah (EK), eksplan pucuk (EP), dan eksplan buku (EB).
Keberhasilan hidup tanaman kangkung setelah perlakuan orizalin dari EK dan
EP menunjukkan bahwa tanaman kangkung mampu tumbuh pada hampir semua
kombinasi perlakuan bila dibandingkan EB. Semakin tinggi taraf orizalin dan waktu
perendaman keberhasilan hidup akan menurun. Pertumbuhan vegetatif terbaik
tanaman kangkung hasil perlakuan orizalin diperoleh pada perlakuan 1.25 μM-8
jam dan 2.50 μM-4 jam dari EK, perlakuan 3.75 μM-4 jam dari EP, dan perlakuan
1.25 μM-4 jam dari EB dibandingkan dengan perlakuan orizalin lainnya. Pemberian
kombinasi perlakuan orizalin 1.25 μM-8 jam dari EK, 3.75 μM-4 jam dari EP, dan
1.25 μM-4 jam dari EB lebih efektif untuk menghasilkan pertumbuhan jumlah
tunas, masing-masing sebesar 0.82 tunas, 0.74 tunas, dan 0.87 tunas. Perlakuan
orizalin yang dapat menghasilkan jumlah buku lebih banyak daripada perlakuan
lainnya adalah 2.50 μM-4 jam pada EK menghasilkan 1.17 buku, perlakuan 3.75
μM-4 jam pada EP menghasilkan 1.28 buku, dan perlakuan 1.25 μM-4 jam pada
EB menghasilkan 1.09 buku.
Uji flow cytometry yang dilakukan pada 41 sampel tanaman kangkung yang
hidup setelah perlakuan orizalin pada EK, EP, dan EB menunjukkan 14.63%
tetraploid (2n = 4x), 36.59% miksoploid (2n = 2x+4x), dan 48.78% diploid (2n =
2x). Eksplan kecambah lebih mampu menghasilkan tanaman tetraploid daripada EP
dan EB yang hanya menghasilkan miksoploid. Efisiensi induksi tetraploid yang
diperoleh pada kombinasi perlakuan orizalin 1.25 μM-8 jam pada EK sebesar 60%.
Tanaman poliploid hasil flow cytometry diperbanyak hingga subkultur ke-3 dan
menghasilkan pertumbuhan jumlah tunas terendah pada tanaman tetraploid yaitu
0.84 tunas, sedangkan jumlah tunas terbanyak diperoleh pada tanaman diploid
dengan 1.35 tunas. Tanaman tetraploid juga menghasilkan jumlah buku terendah
yaitu 1.69 buku dibandingkan tanaman diploid dengan 2.99 buku.
Pertumbuhan vegetatif dalam kondisi in vitro tanaman kangkung tetraploid
tidak banyak berbeda dengan diploid, namun pertumbuhan tanamannya lebih
lambat dibandingkan tanaman diploid. Pertumbuhan jumlah tunas, jumlah buku,
jumlah daun, dan tinggi tunas cenderung lebih baik pada tanaman diploid. Panjang
dan lebar daun pada ketiga ploidi tanaman kangkung tidak berbeda. Hasil penelitian
ini dapat dilanjutkan ke tahap in vivo dan ke lapangan, serta digunakan sebagai
dasar untuk pengembangan pemuliaan tanaman kangkung pada masa yang akan
datang.