Pengembangan Model Peramalan Harga Minyak Goreng dengan Pendekatan Clustering Time Series
View/ Open
Date
2018Author
Adinugroho, Widyayanto
Sumertajaya, I Made
Syafitri, Utami Dyah
Metadata
Show full item recordAbstract
Kajian terhadap minyak goreng dipandang perlu karena kenaikan harga minyak goreng akan berdampak terhadap inflasi. Kajian minyak goreng yang pernah dilakukan oleh Sumaryanto (2009) dan Ati (2015) menggunakan harga minyak goreng dengan pemodelan Autoregresive Integrated Moving Average (ARIMA). Sumaryanto (2009) memodelkan menggunakan data harga minyak goreng agregasi nasional dan menyarankan pemodelan dengan menggunakan data pada level wilayah yang lebih spesifik, yaitu provinsi.
Harga minyak goreng berdasarkan waktu bervariasi antar provinsi. Beberapa mempunyai pola yang berbeda dan beberapa mempunyai pola yang mirip. Kemiripan tersebut bisa dikelompokkan menggunakan analisis gerombol. Analisis gerombol data deret waktu juga dilakukan oleh Ardiansyah (2014) dan Veti (2015) dengan data yang berbeda, yaitu data dana pihak ketiga 30 provinsi dan nilai ekspor Indonesia ke 20 negara tujuan ekspor. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini tertarik untuk melakukan pemodelan ARIMA harga minyak goreng pada 32 provinsi di Indonesia, serta memanfaatkan analisis gerombol data deret waktu dalam pengembangan pemodelan ARIMA.
Data harga minyak goreng perdesaan pada 32 provinsi tidak memperlihatkan adanya pola musiman. Kemudian, berdasarkan pemodelan ARIMA pada level individu diperoleh beberapa model umum yang sama pada beberapa provinsi. Lima provinsi (Sumatera Utara, Kep. Bangka Belitung, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Tenggara) mempunyai model ARIMA (1,1,0) , sebaliknya tiga provinsi ( Jambi, Jawa Barat dan Kalimantan Barat) mempunyai model ARIMA (0,1,1). Model ARIMA untuk Kepulauan Riau dan Nusa Tenggara Barat adalah ARIMA (0,1,4). Lima belas provinsi lainnya (Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua) mempunyai model ARIMA (0,1,0) dan 7 provinsi lainnya mempunyai model ARIMA yang berbeda-beda.
Analisis gerombol yang merupakan bagian dalam pengembangan pemodelan ARIMA ini menggunakan metode berhirarki dengan pautan rataan, menghasilkan gerombol yang kuat saat banyaknya gerombol adalah 2 untuk kedua jenis penggunaan ukuran ketidakmiripan, Dynamic Time Warping (DTW) dan Complexity Invariant Dissimilarity (CID). CID merupakan ukuran ketidakmiripan yang lebih sesuai digunakan dibandingkan dengan DTW karena memiliki koefisien korelasi cophenetic yang lebih besar (0.837). Model ARIMA terbaik hasil penggunaan jarak CID adalah ARIMA(1,1,0) untuk gerombol pertama (29 provinsi), dan ARIMA(0,1,0) untuk gerombol kedua. Model terbaik pada gerombol kedua adalah model yang digunakan untuk peramalan harga minyak goreng provinsi Maluku Utara, Papua Barat dan Papua.
Ukuran akurasi ramalan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Mean Absolute Percentage Error (MAPE) yang diterapkan pada periode data uji (Januari-Desember 2016). Pemodelan ARIMA pada level individu menghasilkan rata-rata MAPE sebesar 2.56% sedangkan rata-rata MAPE hasil pemodelan ARIMA pada level gerombol dengan menggunakan ukuran CID 2 gerombol sebesar 7%. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa dengan nilai MAPE yang sangat kecil, pemodelan ARIMA pada level individu tetap merupakan teknik yang terbaik dibandingkan dengan pemodelan ARIMA pada level gerombol. Akan tetapi, pemodelan ARIMA level gerombol yang dilakukan dalam penelitian ini menghasilkan efisiensi yang tinggi karena dengan 2 kali pemodelan mampu melakukan peramalan untuk 32 provinsi dan dengan rata-rata MAPE yang tergolong bagus.