Biodiversitas Tetumbuhan Obat Tradisional Suku Serawai di Seluma, Bengkulu
View/ Open
Date
2017Author
Fadila, Muhammad Adeng
Ariyanti, Nunik Sri
Walujo, Eko Baroto
Metadata
Show full item recordAbstract
Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki banyak suku bangsa, yang
memiliki beragam adat dan budaya, serta kearifan lokal. Pemanfaatan tanaman
dari sekitarnya untuk pengobatan tradisional termasuk kearifan lokal suku bangsa
di Indonesia. Sebagian besar suku bangsa di Indonesia masih mempraktikkan
pengobatan tradisional mereka; berbagai latar belakang budaya, sumber daya
hayati, dan kondisi geografis dapat memengaruhi keberagaman pengetahuan
terhadap pemanfaatan tanaman obat tradisional di antara mereka. Beragam suku
bangsa di Indonesia menyediakan kesempatan untuk dilakukan penelitian
etnobotani dan dokumentasi pengetahuan dan kearifan lokal mereka dalam praktik
pengobatan tradisional dari masing-masing suku bangsa. Penelitian tentang obat
modern dapat diprakarsai dengan melakukan studi etnobotani untuk mencari
tanaman potensial yang digunakan untuk pengobatan tradisional dan dilanjutkan
dengan penelitian tentang bioprospeksi untuk mencari senyawa komersial dari
obat-obatan yang dapat dikembangkan. Penelitian ini bertujuan untuk menggali
informasi tentang konsepsi mengenai sehat dan sakit, jenis penyakit yang umum
dikenali, dan preferensi terhadap penyehat tradisional (hattra) di masyarakat suku
Serawai. Penelitian juga bertujuan mengidentifikasi jenis tetumbuhan dan bagian
yang dimanfaatkan, serta mendeskripsikan khasiat dan proses pemanfaatan
tetumbuhan dalam pengobatan tradisional suku Serawai.
Serangkaian survei etnobotani terkait pengobatan tradisional suku Serawai
telah dilakukan, pertama-tama dengan mewawancarai informan kunci dan
responden untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan. Metode yang
digunakan adalah wawancara terstruktur dan wawancara bebas (open-ended
interview). Penelitian ini melibatkan tujuh informan kunci dan 232 responden.
Informan kunci ditentukan berdasarkan keahlian dan luasnya pengetahuan
mengenai tetumbuhan obat, misalnya penyehat tradisional (hattra) dan tetua adat.
Responden ditentukan berdasarkan 30% dari jumlah kepala keluarga.
Data dan informasi dari informan kunci dan responden dikonfirmasi secara
menyeluruh melalui Focus Group Discussion (FGD). Hasil FGD antara lain
representasi pengetahuan pengobatan tradisional suku Serawai; seperti konsep
sehat dan sakit, jenis penyakit yang umum dikenali oleh masyarakat Serawai,
serta jenis tetumbuhan yang dimanfaatkan dalam pengobatan. FGD juga
dilakukan untuk memberi skor pemanfaatan tumbuhan sebagai obat dibanding
pemanfaatan lainnya, serta skor kepentingan suatu jenis tumbuhan obat
dibandingkan jenis lainnya. Pemberian skor dilakukan dengan metode distribusi
kerikil atau Pebble Distributed Methods (PDM). Kemudian penilaian Local
User’s Value Index (LUVI) dilakukan untuk setiap jenis tumbuhan berdasarkan
skor yang didapat. Nilai LUVI ini menunjukkan tingkat kepentingan jenis
tetumbuhan obat berdasarkan pendapat masyarakat suku Serawai. Spesimen
tetumbuhan obat dikoleksi di lapangan dengan melibatkan informan kunci.
Spesimen ini digunakan untuk menverifikasi indentitas jenis tumbuhan yang
digunakan sebagai bahan obat tradisional oleh masyarakat suku Serawai.
2
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi sehat menurut masyarakat
serawai adalah kondisi fisik yang nyaman dan tidak ada keluhan baik secara
jasmani maupun rohani. Masyarakat serawai umumnya (55.6 %) dalam menjaga
kesehatan dan menangani penyakitnya mengandalkan hattra dan dokter dengan
alasan akses yang sama, ingin membandingkan atau sebagai alternatif pengobatan.
Sedikitnya terdapat 37 jenis penyakit yang dikenali oleh masyarakat Suku
Serawai. Jenis-jenis penyakit tersebut dapat ditangani dengan memanfaatkan 67
jenis tumbuhan, yang terdiri dari 62 marga dan 32 suku. Suku Asteraceae (7
jenis), Fabaceae (6 jenis), dan Poaceae (5 jenis) merupakan suku tetumbuhan
yang jenis-jenisnya paling banyak dimanfaatkan sebagai obat. Hampir sebagian
besar (95%) jenis tetumbuhan yang dikenali oleh masyarakat Suku Serawai
bersifat kuratif dan sisanya (5%) bersifat aditif.
Tetumbuhan yang dimanfaatkan oleh Suku Serawai sebagai obat tradisional
digunakan baik sebagai bahan tunggal maupun ramuan, dalam bentuk obat oles
(48%), obat oral (38%), obat tetes (12%) dan obat supossitoria (2%). Obat tunggal
yaitu obat yang berasal dari satu jenis tetumbuhan, sedangkan obat ramuan yaitu
obat yang berasal dari beberapa jenis tetumbuhan. Bahan obat dapat berupa
bagian tumbuhan (akar, rimpang, umbi, batang, kulit batang, daun, bunga, buah,
dan biji, serta getah) maupun seluruh bagian tumbuhan. Masyarakat Serawai
paling banyak memanfaatkan jenis-jenis tumbuhan yang diambil daunnya sebagai
bahan obat (39 jenis), kemudian berturut-turut jenis-jenis tumbuhan dengan
bagian yang dimanfaatkan adalah buah, akar, kulit batang, dan biji.
Pemanfaatan tetumbuhan sebagai obat oleh masyarakat suku Serawai diberi
skor sebesar 12.3% dibandingkan dengan pemanfaatan lainnya (makanan utama,
makanan tambahan, rempah, ritual, minuman, kosmetik, dan perabotan). Nilai
LUVI tetumbuhan obat yang tinggi (0.21%-0.32%) diberikan untuk Oryza sativa,
Musa x paradisiaca, Cocos nucifera, Musa acuminata, Zingiber officinale dan
Coffea canephora. Nilai LUVI tertinggi diberikan pada Oryza sativa.Tiga
jenistetumbuhan obat tradisional suku Serawai ini, yaitu jegangau (Acorus
calamus), talas (Colocasia esculenta), dan tuku bumi (Elephantopus scaber),
dalam status risiko rendah berdasarkan daftar merah berdasarkan acuan
International Union for Conservation of Nature (IUCN). Status konservasi
(berdasarkan IUCN) untuk tetumbuhan obat suku Serawai jenis-jenis lainnya
belum dievaluasi.