Dinamika Partikel Debu (PM₁₀) saat Kejadian Kebakaran Hutan dan Lahan (Studi Kasus Kota Banjarbaru dan Palangka Raya Periode September-Oktober 2015)
View/ Open
Date
2017Author
Khairullah
Effendy, Sobri
Makmur, Erwin Syahputra
Metadata
Show full item recordAbstract
Kebakaran hutan dan lahan merupakan salah satu sumber utama polusi udara selama musim kemarau di Kalimantan. Tahun 2015, kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah menghasilkan emisi yang besar dan menyebabkan kabut asap yang membuat penurunan kualitas udara. Kabut asap adalah suatu peristiwa yang ditandai dengan tingginya konsentrasi partikulat. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis trayektori dan pola sebaran (dispersi PM₁₀) di kota Banjarbaru dan Palangka Raya, menganalisis dinamika dari PM₁₀ dari hasil observasi di kota Banjarbaru dan Palangka Raya, serta menganalisis keterkaitan faktor meteorologis terhadap konsentrasi PM₁₀ saat kejadian kebakaran hutan dan lahan tahun 2015.
Analisis kondisi iklim periode September-Oktober 2015 menunjukkan musim kemarau dengan curah hujan yang jauh berkurang di tahun ENSO. Trayektori PM₁₀ menggunakan data asimilasi GDAS (Global Data Assimilation System) sebagai input model. Model HYSPLIT digunakan untuk melacak pergerakan dan sebaran konsentrasi ke daerah terdampak dari sumber. Data time series PM₁₀ didapatkan dari stasiun BMKG di Banjarbaru (Kalimantan Selatan) dan Palangka Raya (Kalimantan Tengah). Pola dispersi PM₁₀ menunjukkan distribusinya sangat dipengaruhi oleh arah angin dan topografi. Analisis fluktuasi dan diurnal harian konsentrasi PM₁₀ Palangka Raya lebih tinggi daripada Banjarbaru siang hari dan malam hari karena luasnya kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah. Konsentrasi PM₁₀ di Palangka Raya dalam keadaan ekstrim.
Keterkaitan unsur meteorologi terhadap PM₁₀ berupa parameter angin dan curah hujan berpengaruh nyata dan mempunyai kaitan erat dengan konsentrasi PM₁₀ di Palangka Raya. Kontribusi faktor meteorologi sangat kecil terhadap konsentrasi PM₁₀ karena faktor emisi yang paling utama. Kebakaran hutan dan lahan dapat diindikasikan dengan peningkatan jumlah hotspot dan dilanjutkan dengan peningkatan konsentrasi partikulat. Jumlah hotspot yang tinggi terjadi saat curah hujan yang rendah, terutama bulan September-Oktober di Kalimantan. Sifat hujan di atas normal menyebabkan penurunan jumlah hotspot dan sebaliknya sifat hujan di bawah normal akan meningkatkan jumlah hotspot. Jumlah hotspot adalah fungsi dari musim kemarau. Ada jeda waktu satu bulan antara kejadian kekeringan karena ENSO dan peningkatan kejadian kebakaran hutan serta lahan.