Aktivitas Antibakteri Dan Antioksidan Oleoresin Pinus (Pinus Merkusii, P. Oocarpa, P. Insularis) Dan Resin Agatis (Agatis Loranthifolia).
View/ Open
Date
2017Author
Tillah, Mardho
Batubara, Irmanida
Sari, Rita Kartika
Metadata
Show full item recordAbstract
Patogen manusia yang paling umum berkolonisasi pada sepertiga orang
yang sehat di seluruh dunia adalah Staphylococcus aureus, dan salah satu bahan
yang diduga mampu mengatasi patogen tersebut adalah resin. Resin telah
digunakan dalam obat rakyat selama ribuan tahun untuk mengobati penyakit.
Aktivitas antimikrob dari resin alami dapat dikaitkan dengan berbagai senyawa
organik yang terkandung di dalamnya seperti senyawa-senyawa diterpenoid dan
triterpenoid. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi aktivitas antibakteri dan
antioksidan terpentin dan ekstrak resin dari Pinus merkusii, P. oocarpa, P.
insularis, dan Agatis loranthifolia.
Resin dipisahkan melalui proses distilasi untuk mendapatkan terpentin dan
residu diekstraksi menggunakan n-heksana, etil asetat (EtOAc), dan metanol
(MeOH). Aktivitas antioksidan diuji dengan menggunakan metode DPPH
(1,1difenil-2-pikril hidrazil). Aktivitas antibakteri resin dan terpentin dari sampel
ditentukan dengan metode difusi cakram terhadap S. aureus dan Escherichia coli.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rendemen hasil ekstraksi resin mulai dari
8.44% hingga 95.56%. Aktivitas antioksidan mengungkapkan bahwa terpentin
dan ekstrak n-heksana resin P. merkusii, n-heksana resin P. insularis, n-heksana
resin P. oocarpa, dan A. loranthifolia tidak memiliki aktivitas antioksidan. Akan
tetapi hasil autobiografinya menunjukkan bahwa senyawa ekstrak n-heksana resin
P. merkusii, n-heksana resin P. insularis, n-heksana resin P.oocarpa pada Rf 0.9,
0.7, dan 0.6 terindikasi memiliki aktivitas antioksidan. Semua terpentin dan
ekstrak resin tidak bisa menghambat pertumbuhan E. coli tapi dapat menghambat
pertumbuhan S. aureus. Hanya ekstrak n-heksana ketiga jenis pinus yang
memiliki aktivitas antibakteri S. aureus. Ekstrak n-heksana resin P. oocarpa
adalah yang paling ampuh sebagai aktivitas antibakteri terhadap S. aureus dengan
nilai konsentrasi hambat minimum sebesar 500 μg/mL. Spot yang memiliki
potensi sebagai antibakteri ditentukan dengan metode bioautografi. Spot yang
paling potensial dipisahkan dengan metode kromatografi kolom silika gel.
Diperoleh 11 fraksi (F1–F11), dan dari uji bioautografi ekstrak diketahui bahwa
spot teraktif berada pada F1. Selanjutnya F1 dilanjutkan pemisahannya dengan
metode kromatografi kolom lapis tipis preparatif dan kromatografi kolom
Sephadex. Diperoleh 3 fraksi (F1.1.1–F1.1.3) dari pemisahan dengan kolom
Sephadex. F1.1.2 merupakan fraksi dengan bobot tertinggi, yaitu 0.0160 g
(rendemen 16%). Selanjutnya pada F1.1.2 dilakukan perhitungan nilai konsentrasi
hambat minimum dan konsentrasi bunuh minimum. Diperoleh nilai konsentrasi
hambat minimum dan konsentrasi bunuh minimum masing-masing 125 μg/mL
dan 250 μg/mL. Pencirian fraksi F1.1.2 menggunakan spektrofotometer
inframerah transformasi Fourier menunjukkan fraksi F1.1.2 diduga mengandung
senyawa diterpenoid.