Model Mitigasi Gangguan Rantai Pasok Tepung Terigu Dengan Substitusi Bahan Baku Tepung Lokal
View/ Open
Date
2017Author
Trisna
Marimin
Arkeman, Yandra
Sunarti, Titi Candra
Metadata
Show full item recordAbstract
Tepung terigu merupakan komoditas penting di Indonesia karena industri
makanan baik skala kecil menengah maupun besar modern umumnya berbasis
tepung terigu. Konsumsi terigu nasional dan impor gandum setiap tahun terus
meningkat Ketergantungan Indonesia dengan tepung terigu tersebut dapat
membahayakan ketahanan pangan, kestabilan ekonomi, dan politik karena
gandum merupakan komoditas yang 100% impor sehingga rentan terhadap
gangguan rantai pasok. Sementara itu berdasarkan penelitian sebelumnya bahwa
tepung lokal (tepung tapioka, modified cassava flour, ganyong, jagung, ubi jalar,
dll.) dapat menggantikan tepung terigu baik sebagian maupun keseluruhan namum
belum dimanfaatkan secara optimal untuk mensubstitusi tepung terigu.
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk merancang model mitigasi
gangguan rantai pasok tepung terigu dengan melakukan substitusi dengan tepung
lokal sehingga dapat mengurangi impor gandum. Ada empat tujuan khusus yang
ingin dicapai yang disusun dalam empat model, yaitu: 1) merancang rantai pasok
tepung terigu dengan mempertimbangkan substitusi bahan baku tepung lokal
dengan pendekatan optimasi tujuan jamak, 2) merancang rantai pasok tepung
terigu dengan substitusi tepung lokal pada kondisi tidak pasti dengan pendekatan
optimasi tujuan jamak fuzzy, 3) mengukur kinerja rantai pasok tepung lokal dan
merancang pola kelembagaan rantai pasok yang tepat untuk mendukung substitusi
tepung terigu dengan tepung lokal, 4) melakukan perencanaan bisnis tepung terigu
dengan substitusi dengan tepung lokal.
Optimasi tujuan jamak bertujuan untuk memperoleh rancangan rantai
pasok tepung terigu yang optimal dengan mempertimbangkan substitusi bahan
baku tepung lokal. Ada empat tujuan yang ingin dicapai secara bersamaan yaitu:
minimisasi biaya rantai pasok, maksimisasi kualitas produk, maksimisasi
keandalan rantai pasok, dan maksimisasi penggunaan tepung lokal. Tujuan yang
ingin dicapai dan batasan-batasan model diformulasikan ke bentuk pemograman
campuran integer non-linear tujuan jamak. Permasalahan optimasi diselesaikan
dengan teknik NSGA II yang merupakan salah satu teknik pendekatan algoritme
genetika. Pengambilan keputusan akhir dari himpunan Pareto front digunakan
pendekatan fuzzy, LINMAP, dan TOPSIS. Keputusan terbaik dari hasil optimasi
merupakan acuan untuk rekomendasi rancangan jaringan rantai pasok yang
optimal. Hasil optimasi menunjukkan bahwa persentase campuran tepung lokal
yang optimal pada kondisi deterministik adalah 5.55% untuk tepung tapioka.
Optimasi tujuan jamak fuzzy bertujuan untuk memperoleh rancangan rantai
pasok tepung terigu yang mempertimbangkan substitusi dengan tepung lokal pada
kondisi yang tidak pasti. Model rantai pasok diformulasikan ke bentuk
pemograman campuran integer non-linear fuzzy atau disebut possibilistic
programming. Sebelum Teknik NSGA II diaplikasikan, terlebih dahulu model
possibilistic programming dikonversikan ke bentuk pemograman deterministik
dengan menggunakan metode fuzzy ranking dan equivalent auxiliary crisp.
Teknik NSGA II diaplikasikan pada derajat kelayakan α antara 0.1 hingga 1.
Solusi akhir untuk rancangan rantai pasok tepung terigu substitusi yang optimal
adalah pada derajat kelayakan α=0.6 dengan substitusi tepung lokal sebanyak
5.66% tepung tapioka.
Pengukuran kinerja rantai pasok tepung lokal dilakukan di Jawa Barat yang
bertujuan untuk mengetahui posisi kinerja saat ini dalam rangka mendukung
substitusi tepung terigu. Hasil pengukuran kinerja rantai pasok tepung lokal
menunjukkan bahwa pelaku petani ubi kayu dan tapioka halus memiliki kinerja
yang kurang, sedangkan pelaku tapioka kasar dan mocaf masing-masing memiliki
kinerja sangat kurang dan buruk. Kinerja pelaku tepung lokal tersebut akan
berdampak pada kesinambungan pasokan sehingga dapat menggangu aktivitas
rantai pasok. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan perancangan model
kelembagaan yang tepat. Tahapan membangun model kelembagaan meliputi
identifikasi elemen-elemen yang berpengaruh, keterkaitan antar elemen, dan
menentukan elemen kunci sukses dengan mengunakan teknik Interpretative
Structure Modelling (ISM). Pemilihan pola kelembagaan kemitraan antara petani
dan pelaku industri tepung lokal dengan mengunakan fuzzy analytical hierarchy
processing (FAHP). Hasil analisis menunjukkan bahwa pola kelembagaan
kemitraan antara petani ubi kayu dengan pelaku usaha tepung tapioka dan tepung
mocaf adalah pola inti plasma sedangkan pola kemitraan antara pelaku tepung
lokal dengan tepung terigu adalah berbentuk sub-kontrak.
Perencanaan bisnis yang dibahas pada studi ini meliputi: perencana produk,
perencanaan pemasaran, perencanaan teknologi, dan analisis finansial. Kriteria
kelayakan investasi yang digunakan adalah Net Present Value (NPV), Internal
Rate of Return (IRR), Net B/C, Payback Period (PBP), dan analisis sensitivitas.
Analisis kelayakan menggunakan discount factor 9% dan jangka investasi selama
20 tahun. Hasil kelayakan menunjukkan bahwa tepung terigu substitusi layak bila
dijual pada harga jual minimal Rp. 6200.-. Analisis sensitivitas menunjuk bahwa
bila terjadi kenaikan harga bahan baku sebesar 2% maka harga jual Rp. 6200
masih layak.