Pemanfaatan Temu Putih (Curcuma Zedoaria (Berg.) Roscoe) Dalam Meningkatkan Produksi Dan Komposisi Susu Sapi Perah Penderita Mastitis Subklinis
View/ Open
Date
2011Author
Susanty, Hilda
Purwanto, Bagus Priyo
Nurdin, Ellyza
Sudarwanto, Mirnawati
Metadata
Show full item recordAbstract
Perbaikan produksi dan komposisi susu sapi perah penderita mastitis subklinis dapat dilakukan melalui perbaikan kondisi ternak dengan peningkatan daya tahan tubuh ternak. Pemanfaatan tanaman obat merupakan salah satu alternatif pencegahan mastitis subklinis, agar tidak menjadi mastitis klinis. Temu putih ( Curcuma zedoaria (berg.) Roscoe) adalah tanaman obat yang mengandung senyawa flavonoid dan terpenoid yang berfungsi sebagai senyawa antioksidan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan daya tahan tubuh ternak. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penggunaan temu putih terhadap produksi susu, komposisi susu dan kondisi mastitis subklinis sapi perah serta mengevaluasi daya tahan tubuh sapi melalui pengukuran konsentrasi ImunoglobulinG pada sekresi susu.
Penelitian ini menggunakan sembilan ekor sapi peranakan Fries Holland laktasi ke-2 sampai ke-4 pada bulan laktasi normal (bulan ke-3 sampai ke-5) yang menderita mastitis subklinis positif dua (++), serta produksi susu hampir seragam. Temu putih yang digunakan dalam bentuk simplisia tepung dengan dosis 0% bobot badan (kontrol), 0.02% bobot badan dan 0.04% bobot badan. Penelitian ini menggunakan Rancangan acak lengkap dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Untuk melihat pengaruh perlakuan dilakukan analisa keragaman. Peubah yang diukur adalah produksi susu, komposisi susu (kadar lemak, kadar protein, bahan kering dan bahan kering tanpa lemak), kondisi mastitis ternak melalui penghitungan jumlah sel somatis dan daya tahan tubuh ternak melalui penghitungan konsentrasi immunoglobulinG (IgG) dalam susu.
Data pengaruh perlakuan terhadap rata-rata produksi susu setiap kwartir berkisar antara 2387–2838 ml/hari/kwartir, dengan produksi susu tertinggi pada dosis 0.02% bobot badan yaitu sebesar 2838 ml/hari/kwartir mengalami peningkatan sebesar 5.3%. Hasil Analisa keragaman pada penelitian ini memperlihatkan bahwa perlakuan berbeda nyata terhadap produksi susu (P<0.05). Hasil Uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa dosis 0.02% bobot badan berbeda dengan dosis 0.04% bobot badan.
Hasil analisa keragaman memperlihatkan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap kadar lemak susu. Rata-rata kadar lemak susu pada penelitian ini berkisar antara 3.19% sampai dengan 3.44 %. Secara keseluruhan rata-rata kadar lemak susu pada penelitian ini masih memenuhi syarat mutu segar menurut SNI (1998) dimana kadar lemak minimum untuk susu segar adalah 3.0 %.
Rata-rata kadar protein susu pada penelitian ini berkisar antara 2.99% sampai dengan 3.12 %. Rata-rata kadar protein tertinggi dicapai pada dosis pemberian 0.04% bobot badan yaitu sebesar 3.12%, diikuti kontrol sebesar 3.11%, dan terendah pada dosis pemberian 0.02 bobot badan sebesar 2.99%. Secara keseluruhan rata-rata kadar protein susu pada penelitian ini masih memenuhi syarat mutu susu segar yang ditetapkan SNI (1998) yaitu minimal 2.7%. Analisis keragaman pengaruh perlakuan terhadap kadar protein memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0.05).
Kadar bahan kering susu pada penelitian ini berkisar antara 12.012 % sampai dengan 12.47 %. Rata-rata kadar bahan kering tertinggi pada kelompok kontrol yaitu sebesar 12.47 %, diikuti dosis pemberian 0.04% bobot badan sebesar 12.42 %, dan rata-rata kadar bahan kering susu terendah adalah pada dosis pemberian 0.02% bobot badan sebesar 12.01%. Analisa keragaman pengaruh perlakuan terhadap kadar bahan kering pada penelitian ini menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0.05).
Kadar bahan kering tanpa lemak (BKTL) diperoleh dari hasil pengurangan kadar bahan kering susu dengan kadar lemak susu (Sanjaya et al. 2009). Hasil pengamatan selama penelitian kadar BKTL berkisar antara 8.82% sampai dengan 9.11%. Dosis temu putih 0.02% bobot badan meningkatkan kadar bahan kering tanpa lemak susu sebesar 1.4%. Analisa keragaman perlakuan terhadap bahan kering tanpa lemak memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata (P<0,01). Hasil uji lanjut memperlihatkan bahwa dosis pemberian 0.02% bobot badan berbeda dengan dosis 0.04 bobot badan. Jika dilihat dari nilai minimal BKTL adalah 8.82 % masih memenuhi Standar Nasional (SNI) 01-3141-1998 tentang syarat susu segar khususnya BKTL yaitu sebesar 8.0 %.
Jumlah Sel Somatis (JSS) dalam susu merupakan indikator terbaik untuk memantau status kesehatan kelenjar susu, dan sebagai alat untuk memeriksa infeksi yang terjadi pada kelenjar susu (mastitis). Pengaruh perlakuan terhadap JSS pada penelitian ini berkisar antara 1285 x 103 sel/ml sampai dengan 2127.5 x 103 sel/ml. Hasil analisa keragaman pengaruh perlakuan terhadap JSS memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0.05).
Konsentrasi ImunoglobulinG (IgG) untuk kontrol sebesar 10.9192mg/ml diikuti dengan dosis pemberian 0.04% bobot badan sebesar 10.9978mg/ml dan konsentrasi terendah pada dosis pemberian 0.02% bobot badan sebesar 10.3386 mg/ml. Pemeriksaan akhir kosentrasi IgG menunjukkan angka yang lebih tinggi dari awal pemeriksaan. Rata-rata pemeriksaan konsentrasi IgG pada akhir pengamatan adalah 11.1801 mg/mL sampai dengan 12.2094 mg/mL. Hasil analisa statistik menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh tidak berbeda nyata terhadap konsentrasi imunoglobulinG (P>0.05).
Pemberian temu putih 0.02% bobot badan pada ternak penderita mastitis subklinis dapat meningkatkan produksi susu sebesar 5.3% dan kadar bahan kering tanpa lemak sebesar 1.4%, namun tidak mempengaruhi kadar lemak, kadar protein dan kadar bahan kering susu. Pemberian temu putih sebanyak 0.02% dan 0.04% bobot badan belum memperbaiki kondisi mastitis, dan daya tahan tubuh ternak terbukti dengan tidak adanya pengaruh pemberian temu putih terhadap jumlah sel somatik susu dan konsentrasi immunoglobulinG susu sapi perah penderita mastitis subklinis.
Collections
- MT - Animal Science [1203]