Fluktuasi Bersarang Orang utan Sumatera (Pongo Abelii Lesson 1827) Di Areal Restorasi Dan Hutan Primer Sei Betung Taman Nasional Gunung Leuser
View/ Open
Date
2016Author
Sembiring, Juhardi
Perwitasari, Rr Dyah
Atmoko, Sri Suci Utami
Metadata
Show full item recordAbstract
Jumlah populasi orangutan saat ini semakin menurun akibat semakin berkurangnya habitat orangutan. Kelangsungan hidup orangutan sangat bergantung kepada habitatnya. Idealnya hutan sebagai habitat menyediakan vegetasi yang mampu menyediakan sumber pakan (buah) dan tempat membuat sarang bagi orangutan. Penurunan populasi disebabkan oleh berkurangnya areal hutan yang merupakan habitat alami bagi orangutan akibat penebangan dan konversi hutan menjadi lahan perkebunan. Salah satu upaya untuk memulihkan habitat orangutan di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser resort Sei Betung yang hilang akibat konversi hutan menjadi lahan perkebunan adalah dengan program restorasi. Areal restorasi masih tergolong kategori hutan baru atau sekunder, namun orangutan sudah menempati kawasan tersebut untuk bersarang dan beraktivitas, hal ini terbukti ditemukan beberapa sarang orangutan di areal restorasi Beberapa sarang orangutan ditemukan di areal restorasi menjadi indikasi bahwa program tersebut mulai berhasil mengembalikan fungsi hutan sebagai habitat alami satwa liar khususnya orangutan. Data ilmiah lebih lanjut diperlukan untuk tetap menjaga kelestarian orangutan pada areal restorasi yang masih berbatasan langsung dengan hutan primer. Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis kondisi habitat, kelimpahan tumbuhan berbuah, kepadatan sarang baru orangutan dan menganalisis hubungan fluktuasi kepadatan sarang baru dengan kelimpahan tumbuhan berbuah di areal restorasi dan hutan primer.
Penelitian ini dilakukan di hutan primer dan hutan restorasi resort Sei Betung Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Koleksi data dilakukan dengan metode line transect selama bulan September 2014 hingga Februari 2015. Sarang orangutan dan tumbuhan berbuah diamati di beberapa transek (enam transek di hutan primer dan lima transek di hutan restorasi. Data kondisi habitat dikumpulkan dengan metode rapid assessment. Kepadatan sarang dianalisis dengan menggunakan persamaan dasar dari van Schaik et al (1995). Data kondisi habitat disajikan secara kuantitatif dengan parameter kerapatan, frekuensi, dan dominansi dalam bentuk Nilai Penting Jenis (NPJ), Indeks Kesamaan Jenis Sorensen (ISS), Indeks Kenakeragaman jenis (H’), dan indeks kenakeragaman komunitas (Var H’). Uji Mann-Whitney digunakan untuk membandingkan kelimpahan tumbuhan berbuah dan Uji Spearman digunakan untuk menganalisis hubungan kepadatan sarang orangutan dengan kelimpahan tumbuhan berbuah.
Hasil penelitian menunjukkan hutan primer memiliki kekayaan jenis pohon yang lebih tinggi daripada hutan restorasi. Hutan primer memiliki pohon-pohon yang berdiameter lebih besar dan lebih tinggi dibandingkan hutan restorasi. Kelimpahan sarang baru di hutan restorasi dan hutan primer resort Sei Betung menunjukkan nilai yang berfluktuasi setiap bulan. Di hutan primer kelimpahan tanaman berbuah berkolerasi postitif dengan kepadatan sarang baru orangutan sedangkan di areal hutan restorasi berkolerasi positif.
Beberapa sarang ditemukan di areal restorasi menjadi hal yang menarik mengingat struktur diameter pohon di areal restorasi belum cukup mendukung orangutan untuk membuat sarang. Orangutan diduga menggunakan areal restorasi sebagai tempat untuk mencari pakan alternatif. Dalam kurun waktu beberapa tahun mendatang diduga orangutan akan semakin banyak bersarang di areal restorasi karena keberadaan pohon pakan dan struktur pohon di areal restorasi akan semakin mendukung kenyamanan orangutan membuat sarang seperti pada areal hutan primer.