Produktivitas Kerbau Lumpur Berdasarkan Agrosistem Dan Strategi Pengembangannya Di Kabupaten Cianjur
View/ Open
Date
2016Author
Komariah
Sumantri, Cece
Nuraini, Henny
Nurdiati, Sri
Mulatsih, Sri
Metadata
Show full item recordAbstract
Kerbau merupakan sumber daging yang mengandung protein cukup tinggi.
Pada umumnya kerbau dipelihara di daerah pedesaan. Kecenderungan penurunan
populasi kerbau dan rendahnya konsumsi daging kerbau disebabkan oleh sistem
pemeliharaan yang berbasis peternakan rakyat (small holder farmer). Kerbau
merupakan ternak lokal yang dipelihara secara tradisional dengan skala
kepemilikan rendah, kualitas pakan yang rendah dan keterbatasan pengetahuan
peternak tentang manajemen reproduksi. Peningkatan pertumbuhan penduduk,
kemajuan teknologi dan era modernisasi, menyebabkan ternak kerbau makin
kurang diminati. Disamping itu kurangnya keberpihakan pengambil kebijakan
terhadap kerbau menyebabkan masyarakat tidak dapat lagi mengandalkan
kehidupannya dari beternak kerbau.
Kerbau merupakan salah satu sumberdaya genetik ternak yang sangat
potensial dan menjadi salah satu kekayaan plasma nutfah Indonesia yang perlu
mendapatkan perhatian. Kerbau lokal memiliki beberapa keunggulan yaitu mampu
memanfaatkan kondisi pakan berkualitas rendah. Kerbau berpotensi sebagai
penunjang program swasembada daging dan ketahanan pangan nasional, karena
memberikan respon positif pada perbaikan pakan. Kerbau mampu memanfaatkan
pakan lebih efisien, dengan kecukupan pakan dan kualitas pakan yang sama dengan
sapi lokal, pertumbuhan dan kualitas daging kerbau lebih baik. Masa produktif yang
lebih panjang dengan jumlah anak yang lebih banyak serta tingkat kematian anak
(gudel) sangat kecil daripada sapi merupakan keunggulan lain dari kerbau, sehingga
kerbau harus mendapat perhatian khusus, agar kedepannya bisa menjadi ternak
unggulan.
Kabupaten Cianjur merupakan wilayah yang memiliki topografi beragam
dan persawahan yang berpotensi untuk pengembangan kerbau. Kurangnya
perhatian terhadap eksistensi kerbau sebagai ternak lokal, populasi cenderung
menurun dan kebutuhan daging meningkat, maka perlu dilakukan upaya
pengembangan potensi kerbau dan peningkatan produktivitas kerbau berdasarkan
agrosistem. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis produktivitas kerbau lumpur
pada agrosistem yang berbeda dan membuat strategi pengembangan populasi
kerbau berdasarkan tingkat keutamaan di Kabupaten Cianjur.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
review dokumen, survai (wawancara dengan menggunakan kuesioner terstruktur
terhadap stakeholder terkait) dan observasi langsung ke lapangan. Data primer
digunakan untuk menganalisis produktivitas dan strategi pengembangan kerbau.
Data sekunder digunakan untuk menganalisis potensi pengembangan kerbau.
Analisis performa reproduksi kerbau betina pada dua agrosistem yang
berbeda dilakukan dengan menggunakan Uji T meliputi: umur ternak, umur
pertama berahi, umur pertama dikawinkan, umur beranak pertama, lama berahi,
berahi kembali setelah melahirkan. Karakteristik reproduksi diamati dari 139 ekor
kerbau betina berdasarkan wawancara terhadap 63 orang peternak yang tersebar
dari dua kecamatan yang mewakili dataran tinggi dan dataran rendah. Performa
reproduksi kerbau menunjukkan hasil yang hampir maksimal, kecuali jarak
beranak, ada waktu 10 bulan gagal bunting. Umur produktif kerbau yang panjang
belum dimanfaatkan peternak dengan baik
Analisis performa produksi yaitu berdasarkan Body Condition Scoring
(BCS) dan pengukuran morfometri untuk menduga bobot badan kerbau.
Pengukuran morfometri dilakukan terhadap 58 ekor kerbau, sedangkan pengamatan
dan pengukuran BCS dilakukan terhadap 37 ekor kerbau. Analisis statistik
dilakukan untuk membandingkan morfometri kerbau jantan dan betina pada dua
agrosistem yang berbeda menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola Faktorial
(2x2). Bobot badan kerbau betina lebih tinggi dengan umur yang lebih tua
dibandingkan kerbau jantan. Hasil BCS dengan rataan 3.2 pada kerbau betina baik
di dataran tinggi maupun di dataran rendah serta 2.9 dan 2.7 pada kerbau jantan
menunjukkan performa produksi yang baik.
Strategi pengembangan populasi kerbau berbasis hijauan dianalisis
berdasarkan Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) pada
setiap kecamatan yang memiliki LQ>1 (basis kerbau) baik di dataran rendah
maupun dataran tinggi. Dataran tinggi adalah kecamatan dengan ketinggian di atas
700 m dpl. Analisis strategi kebijakan dilakukan dengan mencari peluang dan
mengatisipasi ancaman dalam pengembangan kerbau dengan menggunakan
matriks SWOT yang dilanjutkan dengan Analytical Hierarchy Process (AHP).
Metode AHP digunakan untuk menentukan prioritas strategi kebijakan
pengembangan populasi kerbau di Kabupaten Cianjur berdasarkan empat kriteria
yaitu (1) teknologi (tingkat kesulitan pelaksanaan program), (2) biaya (tingkat nilai
ekonomis dalam pelaksanaan kebijakan), (3) dampak (dampak kebijakan terhadap
peningkatan populasi kerbau) dan (4) respon (respon peternak terhadap kebijakan).
Potensi kerbau kedua wilayah memungkinkan untuk ditingkatkan
populasinya, berdasarkan nilai KPPTR. Nilai KPPTR dataran tinggi adalah 140
730.9 ST, dataran rendah adalah 439 258.3 ST. Berdasarkan analisis SWOT dan
AHP (AWOT) dihasilkan lima strategi utama dalam pengembangan populasi
kerbau di Kabupaten Cianjur yaitu (1) memperbaiki sarana produksi untuk meraih
swasembada daging, (2) ancaman alih profesi diatasi dengan mencetak peternak
kerbau baru, (3) meningkatkan skala kepemilikan untuk meraih swasembada
daging, (4) ancaman daging impor diatasi melalui pengembangan populasi kerbau
dengan memanfaatkan potensi hijauan, dan (5) memperbaiki tingkat pendidikan
peternak untuk meraih swasembada daging. Langkah nyata yang dapat dilakukan
yaitu mempertahankan betina produktif sampai umur 10 tahun dengan perbaikan
pakan, sehingga umur dikawinkan pertama lebih cepat dan populasi dapat
ditingkatkan hingga mencapai penambahan tiga ekor anak per induk.
Collections
- DT - Animal Science [343]