Physicochemical Evaluation of Palm Kernel Meal Fermented by Microbes Cocktail
Evaluasi Fisikokimia Bungkil Inti Sawit Terfermentasi oleh Koktail Mikroba
Abstract
Utilization of palm kernel meal as a feed ingredient is limited by the high fiber and low protein. The aim of this research is to improve the nutritive value of palm kernel meal with fermentation technology by using Bacillus amyloliquefacien, Trichoderma harzianum, and cocktail microbes (combination of Bacillus amyloliquefacien and Trichoderma harzianum). Bacillus amyloliquefaciens was produced as Wizna et al. (2005). The source of Trichoderma harzianum was from Balitnak. Three kinds of microbes were used with 3 replicates, i.e. T1 (Bacillus amyloliqueyfacien), T2 (Trichoderma harzianum), T3 (cocktail mikrobes) as a treatment and incubation period as a second factor i.e P1 (0 day), P2 (3 days), P3 (5 days), and P4 (7 days). Parameter were crude protein and crude fiber for all treatment, and the lowest fiber analysis would continue with NDF, ADF, crude fat, organic matter, amino acid, and cellulase, mannanase activity. Result showed that the three of microbes grew on palm kernel meal in third incubation and grew on and in the substrat at 7 days. Cocktail microbes better enhanced protein and reduced crude fiber than Bacillus amyloliqueyfacien andTrichoderma harzianum. Cocktail microbes enhanced amino acid such as methionin, arginin and glutamic acid, also neutral detergent fiber, but reduced acid detergent fiber,and hemicellulase. Cellulase and mannanase activity were increasing after fermentation. It is concluded that cocktail microbes decreased crude fiber and improved crude protein in 7 days incubation. Bungkil inti sawit (palm kernel cake/meal) merupakan hasil ikutan pada proses pemisahan minyak inti sawit yang diperoleh secara kimiawi atau dengan proses fisik. Bungkil inti sawit (BIS) mengandung kadar protein 15,73-17,19% lemak 9,5-10,5%, dan serat kasar 12-18 %. (Chong et al., 1998) lebih rendah bila dibandingkan dengan kadar protein kasar bungkil kedele yang memiliki: 42 – 50 % serta bungkil kacang tanah mengandung 45 – 50 %. Dengan komposisi nutrien tersebut BIS berpotensi sebagai bahan pakan, baik untuk non-ruminan maupun ruminansia. Pemberian BIS pada ruminansia tidak menjadi masalah namun pada non-ruminan seperti ayam menjadi suatu masalah karena kandungan seratnya yang tinggi. Tingginya kandungan serat kasar dan kandungan protein menengah menyebabkan nilai nutrisinya menjadi rendah karena ternak non ruminan tidak mampu mencerna bahan pakan dengan kandungan serat yang tinggi. Untuk memperbaiki nilai nutrisi bungkil inti sawit tersebut dilakukan suatu upaya yaitu dengan teknologi fermentasi dengan menggunakan koktail mikroba (kombinasi antara bakteri Bacillus amyloliquifacien dan kapang Trichoderma harzianum). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi fisikokimia bahan pakan bungkil inti sawit melalui teknologi fermentasi dengan menggunakan koktail Penelitian Ternak Ciawi Bogor mulai Desember 2009 hingga Mei 2010. Mikroba yang digunakan adalah Bacillus amyloliquefaciens diperoleh dari kultur pemurnian yang diambil dari serasah hutan, dengan CFU 18,7x1016 dan Trichoderma harzianum siap pakai yang diperoleh dari Balitnak dengan CFU 3,3x102 Perbanyakan Bacillus amyloliquefaciens dilakukan menurut Kompiang. Teknik fermentasi dilakukan dengan mencampurkan Bacillus amyloliquefaciens atau Trichoderma harzianum ke dalam bungkil inti sawit dengan perbandingan 1:1. Koktail mikroba dilakukan dengan mencampurkan B. amyloliquefaciens dan T. harzianum ke dalam bungkil inti sawit dengan perbandingan 1:1:2 (L/kg), yang diinkubasi selama 7 hari pada suhu +30 . Penghitungan jumlah mikroorganisme dengan cara viable count (standard plate count/SPC), didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel mikroorganisme hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi satu koloni setelah diinkubasi dalam media biakan. Setelah inkubasi, semua koloni yang terbentuk dihitung pada kisaran 30-300 koloni dan dicatat pada tiap dilusi yang berbeda.
Collections
- MT - Animal Science [1203]