Analisis Perencanaan dan Pengendalian Persediaan Bahan Baku Pada UKM Waroeng Cokelat, Bogor.
Abstract
Data dari Biro Pusat Statistik 1 (BPS), menunjukkan bahwa persentase jumlah UKM dibandingkan total perusahaan pada tahun 2001 adalah sebesar 99,9%. Pada tahun yang sama, jumlah tenaga kerja yang terserap oleh sektor ini mencapai 99,4% dari total tenaga kerja. Demikian juga sumbangannya pada Produk Domestik Bruto (PDB) juga besar, lebih dari separuh ekonomi kita didukung oleh produksi dari UKM (59,3%). Data-data tersebut menunjukkan bahwa peranan UKM dalam perekonomian Indonesia adalah sentral dalam menyediakan lapangan pekerjaan (Adiningsih, 2010). Peranan Usaha Kecil Menengah (UKM) dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, sering dikaitkan dengan upaya-upaya pemerintah untuk mengurangi pengangguran, mengentaskan kemiskinan dan pemerataan pendapatan (Widiyastuti, 2007). Salah satu UKM yang sedang berkembang saat ini di Kota Bogor yaitu Waroeng Cokelat, yang merupakan home made chocolate dengan sensasi rasa dan kreasi yang menarik. Bahan baku merupakan faktor utama didalam usaha ini, dan sangat menentukan kelancaran proses produksi. Persediaan bahan baku merupakan masalah yang sangat penting didalam usaha cokelat olahan. Tujuan dilakukannya penelitian ini, yaitu mempelajari sistem pengadaan dan sistem pengendalian persediaan bahan baku di Waroeng Cokelat; meramalkan tingkat permintaan produk Waroeng Cokelat; menghitung tingkat persediaan yang optimal bagi Waroeng Cokelat; menghitung serta mengevaluasi tingkat biaya persediaan bahan baku yang optimal bagi Waroeng Cokelat. Penjualan produk di Waroeng Cokelat terjadi secara musiman, dimana penjualan paling banyak hanya terjadi pada saat-saat valentine untuk produk candy dan lebaran (hari raya Idul Fitri) untuk produk cookies. Khusus untuk penjualan candy difokuskan pada bulan Januari-Maret, dimana permintaan paling tinggi terjadi pada saat Valentine. Penjualan produk cookies paling banyak terjadi pada saat hari raya Idul Fitri. Peramalan produk dapat dilakukan dengan beberapa metode, tetapi diperlukan hasil ramalan yang mendekati kondisi sesungguhnya di Waroeng cokelat. Peramalan dilakukan dengan melakukan uji coba terhadap beberapa metode, yaitu metode naive approachment, analisis regresi dan moving average. Dari analisis peramalan tersebut yang akan dipakai dalam proses peramalan di Waroeng Cokelat adalah dilihat dari hasil eror yang paling kecil nilainya. Metode peramalan yang paling cocok dilakukan yaitu metode naive approach dengan hasil eror yang paling kecil. Hasil peramalan dengan metode naive approachment untuk candy pada tahun 2010 adalah sebanyak 1.308 unit (8,5%) pada bulan Januari, bulan Februari sebanyak 11.017 unit (50,3%), dan bulan Maret 32 unit (47,6%) dengan total keseluruhan untuk valentine tahun 2010 yaitu 12.358 unit. Penjualan cookies terjadi pada bulan April sampai dengan bulan Desember. Peningkatan penjualan yang paling tinggi terjadi pada bulan-bulan yang mendekati hari raya Idul Fitri yaitu bulan Agustus, September dan Oktober. Perkiraan peramalan permintaan konsumen yang diharapkan meningkat pada tahun 2010 yaitu bulan Agustus menjadi 827 toples (3,6%), bulan September sebanyak 9.047 toples (44,6%) dan bulan Oktober 36 toples (39,5%). Bulan April- Juli termasuk penjualan bulan sepi karena jumlah permintaan sangat sedikit dibandingkan musim Valentine dan Hari Raya Idul Fitri. Total untuk keseluruhan peramalan tahun 2010 untuk bulan April sampai dengan Desember yaitu 10.603 toples. Pada Waroeng Cokelat terdapat 15 jenis bahan baku yang harus diperhitungkan untuk persediaannya dalam menjalankan proses perusahaannya. Hasil dari analisis ABC difokuskan pada jenis bahan baku yang masuk kedalam golongan A. Pada kelas A yaitu terdapat cokelat dengan persentasi biaya 33,32%, keju 15,05% dan kacang mede 14,33%. Hasil kumulatif dari bahan baku pada kelas A yaitu 62,69%, kelas B 26,12%, dan kelas C 11,19%. Biaya persediaan terdiri atas biaya pemesanan, biaya penyimpanan dan biaya kekurangan bahan (shortage cost). Total biaya pemesanan yaitu Rp. 22.500 per pesan. Biaya penyimpanan sebesar Rp. 12.178,24/ kg/ tahun. Perusahaan mengharapkan tidak terjadinya shortage cost yaitu dengan melakukan peramalan terhadap kebutuhan bahan baku dan membuat ketentuan pemesanan baik untuk produk candy dan cookies dengan konsumen. Kebutuhan optimum bahan baku pada kelas A pada skenario 1 dan skenario 2 dengan menggunakan metode EOQ yaitu cokelat 140,56 kg per pesan, keju 65,08 kg per pesan, dan kacang mede 67,97 kg per pesan. EOQ dengan jumlah pemesanan masing-masing bahan baku menghasilkan jumlah pemesanan yang berbeda pada masing-masing bahan baku yaitu cokelat 39 kali pesan per tahun dengan jarak waktu antar pemesanan 8 hari, keju sebanyak 18 kali pesan per tahun dengan jarak waktu antar pemesanan 17 hari, dan kacang mede sebanyak 19 kali pesan per tahun dengan jarak waktu antar pemesanan 16 hari. Total biaya yang dikeluarkan dengan model EOQ, yaitu sebesar Rp. 3.332.074,- dan dengan metode perusahaan sebesar Rp. 2.587.800,-; sehingga tidak menghasilkan penghematan untuk Waroeng Cokelat. EOQ dengan jumlah pemesanan bahan baku terbesar menghasilkan jumlah pemesanan dan jarak antar pemesanan yang sama pada bahan baku, yaitu mengikuti jumlah pemesanan (N) terbesar pada cokelat, sehingga jumlah pemesanan sebanyak 39 kali dengan jarak waktu antar pemesanan 8 hari. Total biaya yang dikeluarkan dengan model EOQ, yaitu sebesar Rp. 2.521.909,- dan dengan metode perusahaan sebesar Rp. 2.587.800,-; sehingga menghasilkan penghematan sebesar Rp. 65.891,-.
Collections
- UT - Management [3465]