Pola Asuh dan Status Gizi Anak Balita, dan Kaitannya dengan Aspek-Aspek Sosial Budaya pada Masyarakat Bali (Kasus di Desa Talibeng, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali)
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola asuh dan status gizi anak balita, dan kaitannya dengan aspek-aspek sosial budaya pada masyarakat Bali. Sedangkan tujuan khususnya adalah: (1) Menguraikan aspek-aspek sosial budaya (adaUkepercayaan anak, persepsi nilai anak, kepercayaan pola makan, upacara agama) yang masih dipegangidianut oleh kedua kelompok keluarga, (2) Mengetahui hubungan antara aspek-aspek sosial budaya dengan pola asuh anak balita (pola asuh makan, tingkat konsumsi energi dan protein, pola asuh afeksi, waktu interaksi ibu-anak dan penanaman nilai), (3) Mengetahui determinan (sosial budaya dan sosial ekonomi) pola asuh anak balita, (4) Mengetahui determinan (sosial budaya, sosial ekonomi, pola asuh) status gizi balita. Penelitian dilakukan di Desa Talibeng, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali, pada bulan Februari hingga Maret 1999. Unit analisis penelitian adalah keluarga suku Bali dengan kasta Triwangsa dan Sudrawangsa yang mempunyai anak balita berusia 24 bulan sampai 60 bulan. Penarikan contoh dilakukan secara acak distratifikasi dimana populasi dibagi menjadi dua subpopulasi berdasarkan kasta. Selanjutnya pengambilan contoh pada setiap subpopulasi dilakukan secara acak tak berimbang. Data primer yang dikumpulkan meliputi identitas keluarga, data antropometri anak balita, data aspek sosial budaya (adaUkepercayaan umum tentang anak, upacara agama, persepsi nilai anak, kepercayaan pola makan), pola asuh anak balita terdiri dari pola asuh makan, tingkat konsumsi energi dan protein, pola asuh afeksi, waktu interaksi ibu-anak, dan penanaman nilai (disiplin, etikaiagama, sifat patuh). Data sekunder me lip uti keadaan wilayah, keadaan sosial ekonomi secara umum dan data lain yang menunjang data primer. Data primer ditabulasi dan dianalisis secara deskriptif dan statistik. Data aspek sosial budaya dan pola asuh anak digunakan skor pada setiap jawaban. Pola asuh makan, pola asuh afeksi dan penanaman nilai berdasarkan kasta, dikategorikan menjadi tiga yaitu rendah/kurang bila skor total 0-55%, sedang bila skor total 56-75%, dan tinggi/baik bila skor total 76-100%. Sedangkan untuk status gizi anak balita dinilai dengan indikator BB/U dibandingkan baku WHO-NCHS berdasarkan skor simpangan baku (Z-score). Uji beda dilakukan untuk mengetahui perbedaan karakteristik keluarga, aspek sosial budaya dan pola asuh anak berdasarkan kasta. Untuk mengetahui kaitan aspek sosial budaya dengan pola asuh anak balita digunakan uji korelasi Spearman. Uji (egresi berganda digunakan untuk mengetahui determinan pola asuh dan status gizi anak balita. Aspek sosial budaya dalam adaVkepercayaan umum dianut lebih kuat oleh keluarga kasta Triwangsa dibandingkan Sudrawangsa. Sebanyak 91,7% keluarga Triwangsa memegang adaVkepercayaan untuk berbicara halus dan bayi tidak boleh dimarah sedangkan keluarga Sudrawangsa hanya 70,0%. Keluarga Triwangsa juga lebih percaya anak memiliki dewa pelindung, dan lebih memperlakukan anak seperti anak raja. Akan tetapi mayoritas ibu (diatas 85%) pada kedua kasta percaya bahwa bayi adalah penjelmaan roh leluhur, bayi tidak boleh ditinggal, dan harus tidur dengan orang tuanya. Adanya kepercayaan bayi penjelmaan roh leluhur, menyebabkan 91,5% Triwangsa dan 80,4% Sudrawangsa merasa bertanggung jawab untuk merawat anak dengan baik kepada leluhurnya. Dalam upacara agama tidak terdapat perbedaan yang nyata antara kedua kasta. Sebagian besar keluarga pada kedua kasta menggunakan bahan makanan sebagai sarana upacara, berkah upacara diberikan untuk anak, dan akan mementingkan keuangan yang terbatas untuk makanan anak. Kepercayaan pola makan lebih kuat dipegang oleh kasta Triwangsa. Lebih banyak keluarga Triwangsa yang berpantang makan daging sapi dibanding Sudrawangsa yaitu 90,0% berbanding 46,7% dan keluarga Triwangsa juga lebih banyak yang melarang anaknya untuk mengobrol saat makan dibandingkan Sudrawangsa yaitu 78,3% berbanding 65,0%. Tidak terdapat perbedaan persepsi nilai anak secara keseluruhan pada kedua kelompok keluarga. Walaupun demikian kasta Sudrawangsa lebih memandang anak bernilai ekonomi, sedangkan kasta Triwangsa lebih memandang anak memiliki nilai sosial. Tidak terdapat perbedaan pola asuh makan pada kedua kasta, sebagian besar Sudrawangsa (56,7%) dan Triwangsa (51,7%) termasuk kategori sedang. Tingkat konsumsi energi dan protein pada kedua kasta berbeda nyata. Rata-rata tingkat konsumsi energi dan protein anak Triwangsa lebih tinggi dibandingkan Sudrawangsa yaitu tingkat konsumsi energi masing-masing 97,04% dan 87,02%, sedangkan tingkat konsumsi protein masing-amsing 126,29% da, 112,70%. Waktu interaksi ibu-anak tidak berbeda nyata pad a kedua kasta. Sedangkan pola asuh afeksi dan penanaman nilai pada anak berbeda nyata. Pola asuh afeksi lebih baik pada kasta Sudrawangsa, tetapi penanaman nilai lebih baik pada kasta Triwangsa. Pola asuh afeksi Sudrawangsa sebagian besar yaitu 51,7% pada kategori sedang dan hanya 3,3% kurang, sedangkan Triwangsa masing-masing 35,0% dan 30,0%. Penanaman nilai pada kedua kasta tidak ada yang termasuk kategori kurang. Aspek sosial budaya adaUkepercayaan umum berpengaruh positif terhadap pola asuh makan, pola asuh afeksi, waktu interaksi ibu-anak, tingkat konsumsi energi dan protein, penanaman nilai. Upacara agama berpengaruh positif terhadap tingkat konsumsi energi dan protein. Persepsi nilai anak berhubungan positif dengan pola asuh makan, tingkat konsumsi energi dan waktu interaksi ibu-anak. Sedangkan kepercayaan pola makan berhubungan negatif dengan pola asuh makan, tingkat konsumsi energi dan protein. Dengan memperhatikan aspek sosial ekonomi (pendidikan ibu, status kerja ibu, besar keluarga dan pendapatan) selain aspek sosial budaya dalam pengasuhan anak, didapat determinan pola asuh makan yaitu adaUkepercayaan umum, persepsi nilai anak, pendidikan ibu dan besar keluarga. Sesar keluarga berpengaruh negatif terhadap pola asuh makan. Determinan tingkat konsumsi energi adalah upacara agama dan persepsi nilai anak, kepercayaan pola makan dan kasta. Sedangkan determinan tingkat konsumsi protein adalah upacara agama, kepercayaan pola makan dan kasta. Kepercayaan pola makan berpengaruh negatif terhadap konsumsi energi dan protein. Determinan pola asuh afeksi adalah ada kepercayaan umum, kasta dan status kerja ibu. Sedangkan determinan waktu interaksi ibu-anak adalah persepsi nilai anak, kasta, tipe keluarga, pendidikan ibu dan status ibu. Determinan penanaman nilai adalah kasta dan pendidikan ibu. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang paling menentukan status gizi anak balita adalah pola makanan pola asuh afeksi, waktu interaksi ibu-anak dan kasta.
Collections
- UT - Nutrition Science [2993]