Manajemen dan teknologi di PT Waru Kaltim Plantation dalam mencapai target produksi
Abstract
Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas non migas yang dikembangkan oleh pihak pemerintah dan swasta untuk menambah perolehan devisa dan memenuhi kebuthan dalam negeri. Sebagai salah satu komuditas andalan, Indonesia telah mampu mengekspor CPO (minyak sawit kasar) sebanyak 1.5 juta ton pada tahun 1998, suatu angka yang sangat besar bila dibandingkan dengan angka impor yang hanya sebanyak 17.6 ribu ton. Ini adalah bukti kepercayaan pasar terhadap produk CPO kita yang masih bisa terus ditingkatkan. Salah satu upaya adalah adanya kepedulian dari masyarakat intelektual untuk berpartisipasi mengembangkan perkebuanan kelapa sawit. Berdasarkan alasan ini, penulis melakukan magang di perkebunan kelapa sawit PT. Waru Kaltim Plantation, salah satu anak perusahaan PT. Astra Agro Lestari Tbk.
Tujuan kegiatan magang ini adalah untuk mempelajari manajemen dan teknologi dalam proses produksi baik kelapa sawit maupun CPO, mengidentifikasi dan merekomendasikan pemecahan permasalahan dalam hal manajemen dan teknologi di PT. Waru Kaltim Plantation (WKP), dan melatih penulis agar mampu bekerja secara profesional di sektor perkebunan kelapa sawit setelah melaksanakan magang.
Konsep manajemen yang berkembang sampai saat ini dan dipakai oleh organisasi-organisasi untuk menjalankan usahanya adalah manajemen yang didefinisikan sebagai suatu proses penggunaan sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi melalui fungsi-fungsi manajemen. Fungsi manajemen yang digunakan PT. Waru Kaltim Plantation adalah Plan, Do, Check, dan Action (PDCA). Fungsi-fungsi manajemen ini melingkupi seluruh kegiatan termasuk kegiatan inti produksi antara lain panen, transportasi panen, dan pengolahan kelapa sawit.
Untuk lebih mengefisienkan proses kerja khususnya di bidang tanaman, pihak manajemen PT. Astra Agro Lestari Tbk. menerapkan sistem manajemen baru yang dikenal dengan Sistem Manajemen by Block (SMB). SMB membawa konsep dasar kebersamaan yang diimplementasikan dengan adanya tim kerja dan spesialisasi kerja pada pekerjaan panen.
Untuk sementara ini kontribusi SMB terhadap peningkatan produksi TBS belum bisa dilihat karena baru diterapkan. Ini terbukti dengan masih adanya masalah dalam hal pemakaian tenaga kerja panen. Jumlah pemanen yang ada di PT. WKP tidak berimbang dengan produksi TBS yang dihasilkan. Jumlah pemanen lebih tinggi bila dibandingkan dengan jumlah TBS yang seharusnya diproduksi, yaitu sebanyak 334 orang, sedangkan produksi TBS rata-rata yang dihasilkan hanya sekitar 200 ton per hari. Tercatat produksi TBS rata-rata tertinggi pada saat panen puncak tahun 2000 sebanyak 277 ton. Produksi yang seharusnya dicapai dengan pemanen sebanyak 334 orang adalah sekitar 330 ton TBS per hari bila pemanen dapat mencapai basis panen. Akibatnya terjadi pemborosan biaya panen sebesar 22 juta rupiah setiap bulannya. Untuk itu perlu dilakukan pengurangan jumlah pemanen untuk menurunkan biaya panen.