Dinamika Karbon dan Elevasi Permukaan Tanah Ekosistem Mangrove di Cagar Alam Pulau Dua dan Pertambakan di Sekitarnya
Date
2023-12Author
Royna, Milkah
Murdiyarso, Daniel
Sasmito, Sigit D.
Metadata
Show full item recordAbstract
Mangrove menyediakan jasa lingkungan sebagai penyerap dan penyimpan karbon untuk mitigasi perubahan iklim dan penjebak sedimen untuk bertahan menghadapi kenaikan muka air laut. Sayangnya, mangrove terancam oleh perubahan penggunaan dan tutupan lahan -utamanya- menjadi tambak atau lahan pertanian. Akibatnya kemampuan mangrove dalam menyerap dan menyimpan karbon berkurang dan justru dapat berubah menjadi penyumbang gas rumah kaca ke atmosfer. Kemampuan memerangkap sedimen dari mangrove juga berkurang yang dapat menjadikan wilayah pesisir rentan terhadap kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim.
Penelitian ini memiliki tujuan untuk (1) mengetahui dinamika cadangan karbon ekosistem total serta perubahannya pada hutan mangrove fringe, interior, tambak silvofishery lebat, -jarang dan tambak biasa, (2) mengetahui dinamika fluks karbon (CO2 dan CH4) pada hutan mangrove fringe, interior, tambak silvofishery lebat, -jarang dan tambak biasa serta mengevaluasi pengaruh rehabilitasi di tambak silvofishery, (3) mengetahui dinamika perubahan elevasi permukaan tanah mangrove alami relative terhadap ekosistem tambak.
Metode pengukuran cadangan karbon mengikuti panduan Kauffman dan Donato (2012), sementara untuk mengukur fluks penelitian ini merujuk pada Ishikura et al. (2019). Pengukuran perubahan elevasi permukaan tanah dan akresi masa kini menggunakan Rod Surface Elevation Table-Marker Horizons (RSET-MH). Penilaian aktivitas sedimen di masa lampau menggunakan 210Pb dating.
Hasil penelitian menunjukkan cadangan karbon ekosistem total sebesar 261–574 Mg C ha-1 dengan ~87% diantaranya tersimpan di tanah. Nilai cadangan karbon tanah berada pada rentang 261–498 Mg C ha-1. Rata-rata nilai fluks CO2 tanah pada dua musim bernilai 7–22 Mg CO2 ha-1 tahun-1, dengan nilai terendah di tambak biasa dan tertinggi di mangrove interior. Nilai rata-rata fluks CO2 akuatik selama dua musim berada pada rentang 0,1–10 Mg CO2 ha-1 tahun-1. Mangrove fringe memiliki nilai rata-rata fluks CH4 tanah selama dua musim terbesar yakni 11 Mg CH4 ha-1 tahun-1. Sementara itu, untuk fluks CH4 akuatik bervariasi dari -0,9 Mg CH4 ha-1 tahun-1 di tambak biasa hingga 33 Mg CH4 ha-1 tahun-1 di tambak silvofishery lebat. Selain itu, Cagar Alam Pulau Dua mengalami perubahan elevasi permukaan tanah sebesar 14 mm tahun-1 dan akresi sebesar 17 mm tahun-1, sehingga mengalami penurunan dangkal sebesar 3 mm tahun-1. Rata-rata total aktivitas 210Pb di mangrove fringe (25 ± 1,5 Bq kg-1) lebih kecil dibanding interior (26,2 ± 1,2 Bq kg-1). Akumulasi dan laju sedimen di fringe (0,5 ± 0,1 gr cm-2 tahun-1 dan 0,9 ± 0,3 cm tahun-1) lebih besar dibanding interior (0,2 ± 0,1 gr cm-2 tahun-1 dan 0,4 ± 0,1 cm tahun-1).
Penelitian ini menambah inventarisasi data gas rumah kaca di Indonesia, khususnya Tier 3. Penelitian ini memperkaya pengetahuan bahwa tanah mangrove adalah penyimpan cadangan karbon yang besar. Dari hasil penelitian ini, penulis menyarankan agar keberadaan mangrove dijaga (dengan upaya konservasi) dan tambak-tambak dapat menerapkan sistem silvofishery. Keberadaan mangrove terbukti mampu bertahan melawan kenaikan muka air laut. Mangrove ecosystem provides environmental services such as carbon storage and absorption to mitigate climate change and trap sediment ability to face the rising mean sea level. Unfortunately, land use and land cover change threaten mangroves, mainly aquaculture and agriculture conversion. Hence, carbon absorption and storage ability are decreased and even could shift from being a greenhouse gas emitter to the atmosphere. The sediment trapping ability also could decline, which continuously increasing coastal vulnerability.
This study aims to (1) understand the dynamics of total ecosystem carbon stocks and its changes in mangrove fringe, interior, dense silvofishery pond, sparse silvofishery pond, and non-silvofishery pond, (2) understand the dynamics of carbon effluxes (CO2 and CH4) in mangrove fringe, interior, dense silvofishery pond, sparse silvofishery pond, and non-silvofishery pond and evaluate the effect of rehabilitation in silvofishery ponds, and (3) understand the dynamics of soil surface elevation change in natural mangrove forest relative to aquaculture ecosystem.
This study followed Kauffman dan Donato (2012) to estimate the carbon stock assessment and followed Ishikura et al. (2019) to measure CO2 and CH4 effluxes. The surface elevation change was measured with Rod Surface Elevation Table-Marker Horizons (RSET-MH). The sediment activity in the past time was assessed by 210Pb dating.
This study showed that total ecosystem carbon stocks ranged 261–574 Mg C ha-1 with ~87% contributed by soil carbon pool. The soil carbon stocks ranged 261–498 Mg C ha-1. The mean CO2 soil flux during dry and wet seasons was 7–22 Mg CO2 ha-1 year-1, with the lowest at non-silvofishery pond and the highest at mangrove interior. The average CO2 aquatic flux during the two seasons varied from 0.1–10 Mg CO2 ha-1 year-1. Mangrove fringe had the highest mean CH4 soil efflux during two seasons at 11 Mg CH4 ha-1 year-1. Besides, CH4 aquatic efflux varied -0,9 Mg CH4 ha-1 year-1 in non-silvofishery pond up to 33 Mg CH4 ha-1 year-1 in dense silvofishery pond. Besides, Pulau Dua Nature Reserve experienced surface elevation change at 14 mm year-1 and sediment accretion rate at 17 mm year-1, hence they had shallow subsidence at 3 mm year-1. The 210Pb total activity in the fringe (25 ± 1.5 Bq kg-1) was lower than in interior (26.2 ± 1.2 Bq kg-1). The average soil mass accumulation in fringe (0.5 ± 0.1 gr cm-2 yr-1 and 0.9 ± 0.3 cm yr-1) was higher than in interior (0.2 ± 0.1 gr cm-2 yr-1 and 0.4 ± 0.1 cm yr-1).
This study improves the greenhouse gas inventory in Indonesia, especially Tier 3. This research enriches the knowledge that soil carbon greatly contributes to the total ecosystem carbon stock. This study suggests maintaining the existing mangrove by conserving the mangrove area; for the already conserved mangrove, this study suggests applying a silvofishery system. The existence of mangroves proved that they could keep pace with sea level rise.